Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Indikator, Konsep, Faktor, Pengelolaan, Pengembangan dan Keberhasilan Ekonomi)

Pemberdayaan ekonomi dapat berjalan dengan penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, serta penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampila, yang harus dilakukandengan beberapa aspek, baik dari aspek masyarakat sendiri maupun dari aspek kebijaknnya.



A. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi

Pemberdayaan Ekonomi merupakan suatu upaya untuk meningkatkan perekonomian dalam masyarakat, baik itu dari segi pendapatan, mutu hasil produk dan lainnya. Pemberdayaan ekonomi harus dilakukan secara bertahap dan menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Masyarakat akan memiliki kemandirian, kemampuan mobilisasi sosial dan akses sumberdaya ekonomi, serta partisipasi yang luas dalam proses pembangunan daerah. Otomatis bila kondisi tersebut semuanya tercapai maka kesejahteraan dan tingakat ekonomi masyarakat akan baik, tingkat ekonomi masyarakat yang baik akan membuat stabilitas sosial terjaga.

Pemberdayaan ekonomi dapat berjalan dengan penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, serta penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampila, yang harus dilakukandengan beberapa aspek, baik dari aspek masyarakat sendiri maupun dari aspek kebijaknnya.[1]

Pemberdayaan ekonomi yang efektif dan efisien diperlukan dasar strategi agar memperoleh hasil yang maksimal. Dasar strategi yang dibutuhan untuk melakukan pemberdayaan ekonomi adala:[2]

a. Dipenuhinya kebutuhan sandang, pangan, perumahan serta peralatan sederhana dari berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat

b. Dibutuhkan kesempatan yang luas untuk memperoleh berbagai jasa publik: pendidikan, keshatan dan pemukiman yang dilengkapi dengan infrastruktur yang layak, serta komunukasi dan lain-lain.

c. Dijaminnya hak untuk memperoleh kesempatan kerja yang produktif (termasuk menciptakan lapangan pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

d. Adanya prasarana yang memungkinkan produksi baranf dan jasa, atau perdagangan internasional untuk memperoleh keuntungan dengan kemampuan untuk menysisihkan tabungan untuk biaya usaha

e. Menjamin partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pemberdayaan ekonomi dapat terwujud apabila inti pokok sasaran dapat fokus pada pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta demokrasi dalam berpolitik. Untuk mencapai suatu keberhasilan dalam suatu usaha pemberdayaan dibutuhkan faktor pendorong yang dapat mendorong terjadinya pemberdayaan.

Faktor pendorong terjadinya pemberdayaan ekonomi adalah sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumberdaya manusia merupakan salah satu komponen penting dalam setiap program pemberdayaan ekonomi. untu itu, pengembangan sunberdaya manusia dalam rangka pemberdayaan ekonomi haruas mendpat penanganan yang serius. Sebab sumberdaya manusia adalah unsur paling fundamental dalam penguan ekonomi.[3]

b. Sumber Daya Alam

Sumber Daya Alam merupakan salah satu sumberdaya pembangunan yang cukup penting dalam proses pemberdayan ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sumber daya alam ini telah dimanfaatkan sejak zaman dahulu dari masa kehidupan nomaden sampai zaman industrialisasi.

c. Permodalan

Permodalan merupakan salah satu aspek permasalahan yang dihadapi masyarakat pada umumnya. Namun, ada hal yang harus dicermati dalam aspek permodalan yaitu, bagaimana pemberian modal tidak menimbulkan ketergantungan bagi masyarakat serta dapat mendorong usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah supaya berkembang ke arah yang maju.[4]

Cara yang cukup baik dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, usaha keci, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit di lembaga keuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman di lembaga keuangan.[5] Cara tersebut selain mendidik untuk bertanggungjawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, sserta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.

d. Prasarana Produksi dan Pemasaran

Pendorong produktifitas dan tumbuhnya usaha diperlukan prasarana produksi dan pemasaran. Jika hasil produksitidak dipasaran maka usaha akan sia-sia. Untuk itu, komponen penting lainnya dalam pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah tersedianya prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran seperti alat transportasi dari lokasi produksi ke pasar akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan masyarakat dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, maupun pengusaha menengah.[6] Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi, tersedianya prasarana produksi dan pemasaran penting untuk membangun usaha ke arah yang lebih maju.



B. Indikator Keberhasilan Suatu Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai dan fokus yang telah menjadi perhatian utamanya. Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara operasional, maka perlu diketahui indikator-indikator keberhasilannya. Sehingga ketia sebuah program pemberdayaan ekonomi masyarakat dijalankan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga miskin) yang perlu di optimalkan.[7]

Keberhasilan suatu pemberdayaan bukan hanya dilihat dari segi fisik maupun ekonomi, melainkan dari segi psikologis dan sosial diantaranya:[8]
Memilki sumber pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirnya sendiri serta keluarga, misalnya mampu membeli beras, minyak goreng dan lain sebagainya.
Mampu mengemukakan pendapat di dalam keluarga maupun masyarakat umum, misalnya mengemukakan pendapat terkait renovasi rumah, pembelian hewan ternak dan lainnya.
Memilki mobilitas yang cukup luas dengan pergi ke luar rumah atau luar wilayah tempat tinggalnya seperti di bioskop, pasar dan lainnya.
Mampu berpstisipasi dalam kehidupan sosial, misal kampanye dan aksi-aksi sosial lainnya.
Mampu membuat keputusan dan menentukan pilihan-pilihan hidupnya.



C. Tatanan Mekanisme Penyelenggaraan Kegiatan Ekonomi

1. Dua Bentuk Mekanisme Pengelolaan Ekonomi

Mekanisme pengelolaan perekonomian secara umum dapat dibagi secara ekstrem menjadi dua kelompok, yaitu (Muhyanto, 1987; Lampert, 1994; Clague, 1997):

a. Koordinasi perekonomian melalui mekanisme pasar.

b. Koordinasi perekonomian melalui otoritas yang terencan secara terpusat (sentralistik).

Tata kelola perekonomian sangat tergantung pada dinamika redistribusi sumberdaya, khususnya alam, yang terjadi pada masa lalu dan saat ini. Sedangkan perkembangan redistribusi sumberdaya di masa mendang sangat ditentukan oleh pola (pattern) pembagian hasil pembangunan ekonoi yang telah terjadi hingga saat ini. Sehingga, pola redistribusi hasil pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh pemilihan desain (rancangan) pengelolaan pereonomian nasional.

1) Pengelolaan Kegiatan Ekonomi Melalui Mekanisme Pasar (Harga)

Tata kelola perekonomian melalui mekanisme pasar merupakan bagian dari sistem perekonomian kapitalis yang sejalan dan sesuai untu masyarakat liberalis,dimana tata nilai masyaraatnya mengakui dan menghargai tentang:

a) Kepemilikan pribadi

b) Inisiatof berusaha

c) Persaingan bebas

d) Daya entrepreneurial

e) Kebebasan berusaha serta berpolitik.

Sistem ini memberi ruang yang sangat luas kepada setiap individu untuk bertindak dalam aturan pasar guna mengejar keutungannya. Dengan demikian, berbagai jenis keputusan ekonomi, baik untuk keputusan berproduksi, perdagangan (distribusi) dan konsumsi, adalah atas dasar harga yang terbentu dalam mekanisme pasar.

Keunggulan dari sistem koordinasi melalui pasar yang sangat sesuai dengan masyarakat liberalis atau tata kepemerintahan yang demokratis adalah:

a. Alokasi sumberdaya dan pemilihan teknologi dapat dicapai secara efisien, karena tingkat keuntungan dan kerugian adalah instrumen untuk menyatakan apaah seorang individu (pelaku ekonomi) telah bertindak secara “rasional” atau tidak.

b. Agar tidak tersisihkan dari pasar, setisp perilaku ekonomi akan termotivasi untuk mencari informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan usahanya ataupun penemuan jenis kebutuhannya. Dengan demikian, perkembangan inovasi, gagasan, pengetahuan dan teknologi dapat diharapkan berkembang secara pesat dan alamiah berdasarkan kebutuhan masyarakatnya.

c. Penyesuaian pada sistem produksi dan distribusi dapat dilakukan secara lebih fleksibel dan alamiah tergantung pada fluktuasi pasar domestik dan global.

2) Pengelolaan Perekonomian Melalui Mekanisme Perencanaan Sentralistik

Tata pengelolaan perekonomian sistem ini didasarkan pada ajaran Marxisme-Leninisme, dimana pemerintah mempunyai otoritas penuh dalam pengendalian seluruh aktivitas perekonomiannya termasuk produksi dan distribusi. Sistem koordinasi perekonomian melelui perencanaan terpusat paling tidak memiliki tiga pokok keunggulan, yaitu:

a) Karena tingkat persaingan antarindividu sangat terbatas, maka kecil kemungkinan terjadinya eksploitasi sosial dan ekonomi, baik antar-individu maupun antar kelompok, sehingga pemerataan kekayaan dan pendapatan dapat terwujud.

b) Karena segala keputusan ekonomi dalam satu pengendalian, maka terjadinya fluktuasi pasar global dapat dikendalikan sedemikian rupa, sehingga krisis ekonomi yang berkepanjangan bisa dikendalian.

c) Pelaksanaan pembangunan ekonomi jangka panjang dapat diarahkan sesuai dengan perencanannya. Sehingga, perekonomian akan mengikuti tujuan negara dan biasanya kebutuhan-kebutuhan pokok (basis needs), seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan pangan, secara uantitas dapat dipenuhi.[9]



D. Pengelolaan Sumber Daya sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi

Indonesia termasuk salah satu negara maritim yang terbesar di dunia, memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer dan terdiri dari sekitar 17.508 buah pulau yang tersebar di sekitar garis khatulistiwa. Selain itu, Indonesia memilki posisi yang sangat strategis, yaitu menjambatani Benua Asia dan Australia serta mengantarai antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Kedudukan Indonesia yang sangat strategis tersebut dilihat dari aspek geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi pada saat ini terlebih lagi pada masa depan.

Indonesia memilki sumberdaya alam (SDA) yang sangat potensial dan propektif berupa lahan pertanian yang luas dan subur, berbagai jenis kekayaan lambang, sumber daya perikanan dan kelautan yang sangat kaya, sumber daya kehutanan yang sangat luas, dan lainnya disamping sumber daya manusia (SDM) terutama dalam kuantitasnya, sedangkan kualitasnya pada umumnya masih relatif lemah, oleh kaena itu perlu ditingkatan dan dikembangkan.

Selama ini titik berat pembangunan di Indonesia masih diletakkan pada bidang-bidang ekonomi, tetap belum memperhatikan bidang-bidang dan sektor-sektor lainnya secara proporsional. Orientasi pembangunan masih lebih banyak diarahkan ke daratan daripada orientasi pembangunan ke arah perairan lautan.

Pembangunan yang diarahkan ke wilayah daratan itu berarti egiatan pembangunan dialokasikan ke banyak pulau yang tersebar letaknya. Pembangunan yang diarahkan ke wilayah perairan meliputi wilayah laut (an) yang luas itu dapat berbentuk sebagai selat, teluk dan laut. Di Kawasan Timur Indonesia (KTI) memiliki banyak selat, teluk dan laut (an) dibandingkan di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Kondisi wilayah KTI ini yang notabene merupakan wilayah kepulauan, jumlah pulaunya lebih banyak dan wilayah perairannya lebih luas dibandingkan dengan KBI, maka konsep pembangunan ekonomi yang cocok diterapkan adalah “ Konsep Pembangunan Ekonomi Kepulauan atau Pembangunan Ekonomi Archipelago”. Pembangunan ini memerlukan dukungan konsep yang sesuai dengan kondisi wilayah kepulauan, maka konsepnya adalah Pembangunan Ekonomi Archipelago.[10]

Dalam melakukan pengakajian terhadap menejemen pengelolaan sumberdaya di Indonesia, kita dapat menganalisisnya dari berbagai aspek salah satumya dari aspek geografi. Studi geografi mengkaji hubungan atau interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Geografi menekankan studinya mengenai variasi fenomena dari suatu tempat ke tempat lainnya dan menjelaskan hubungan antar kenampakan yang berbeda dan antar waktu pada suatu lokasi. Hagget (1979) memperkenalkan tiga pendekatan yang digunakan dalam geografi terpadu (integrated geography) yang digunakan untuk memahami permasalahan diantaranya:

Ø Pendekatan Pertama: analisis keruangan (spatial analysis) yang sering digunakan untuk mempelajari variasi lokasi dari fenomena dan karakteristiknya. Analisis semacam ini dapat digunakan misalnya untuk mempelajari distribusi kepadatan penduduk atau fenomena kemiskinan di perdesaan.

Ø Pendeatan Kedua: analisis ekologi (ecological analysis) yang mengkaji dan memberikan interpretasi hubungan antara manusia dan lingkungan.

Ø Pendekatan Ketiga: analisis komplek wilayah (regional complex analysis) yang merupakan kombinasi analisis keruangan dan analisis ekologi. Analisis ini mengambi suatu batas administratif dan fungsional seperti daerah aliran sungai, pulau dan kepulauan; yang diidentifikasi perbedaan dan kemudian menentukan hubungan dan aliran antar wilayah yang beraitan.[11]

Setelah kita dapat mengkaji kondisi daerah-daerah di Indonesia dan kemudian kita dapat menentukan potensi-potensi yang ada di dalamnya, maka langkah selanjutnya yang dapat kita ambil adalah melakukan pengelolaan sumberdaya dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui beberapa pandangan dari segi ekonomi.

Ada beberapa pandangan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan diantaranya:

1. Pandangan Ekonomi Politik

Pandangan ini menempatkan manusia sebagai pengatur atau penentu sumberdaya alam. Hubungan-hubungan kekuatan politik (power relation) menentukan pengaturan ekonomi dalam mengelola sumberdaya. Seiring dengan perkembangan ekonomi global menyusul kemajuan teknologi dan jaringan informasi, masalah lingkuangan mulai disadari bukan hanya perseoalan lokal tetapi masalah global seperti pemanasan global dan perubahan iklim.

Realitas pembangunan yang sedang berlangsung seringkali tidak mudah dilakukan dalam kerangka kerjasama internasional lantaran cara pandang masing-masing negara maupun pelaku terhadap lingkungan dan sumberdaya alam sangat beragam. Tarik-menarik antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik, mengundang intervensi pemerintah melalui serangkaian kebijakan. Namun intervensi pemerintah tidak menjamin terciptanya situasi yang keadilan dan keberlanjutan, mengingat pemerintah sendiri bukan lembaga yang netral dari kepentingan. Bahkan demi pertumbuhan ekonomi, pemerintah dan pelaku bisnis malah bersekutu mengeksploitasi sumberdaya alam dan mengabaikan daya dukung lingkuangan.

2. Pandangan Ekonomi Pembangunan

Ada berbagai pendapat yang bertentangan perihal masalah ekonomi pembangunan. Salah satunya adalah kelompok Growthmania dan Steady-state Economy (Daly, 1999). Menurut pandangan kelompok Growthmania, teknologi dan industri dapat dipakai sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan kemajuan, yang pada gilirannya masalah lingungan dan kerusakan sumberdaya dapat dipulihkan dengan penemuan sistem baru dan penerapan teknologi.

Kenyataan menunjukkan bahwa ketika setiap orang, kelompok masyarakat, dunia usaha dan negara berlomba-lomba memacu pertumbuhan ekonomi, yang terjadi justru ketimpangan ekonomi dan kerawanan sosial serta kerusakan lingungan, baik bersifat lokal maupun global. Menyadari berbagai persoalan yang terjadi, kelompok Steady-state Economy mencoba melihat dengan cara peningkatan mutu kehidupan secara kualitatif. Model ini tidaklah statis, tetapi terkandung dinamika peningkatan mutu dalam suatu perubahan yang seimbang. Kondisi keseimbangan tersebut mengalami akselerasi peningkatan secara kualitatif berupa peningkatan mutu hidup melalui daya kreasi manusia.[12]



E. Konsep pembangunan berkelanjutan dan Pengelolaan sumberdaya perdesaan

1. Konsep pembangunan berkelanjutan

Ide tentang pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) berakar pada pemikiran untuk mengintegrasikan ekonomi dan ekologi (WCED, 1987; Boesler, 1994; Panayotou, 1994). Pembangunan berkelanjutan merupakan paradigma baru pembangunan yang memilki interpretasi dan konsep yang beragam. Konsep yang diajukan negara maju belum tentu tepat untuk dilaksanakan di negara berkembang, demikian pula konsep yang diajukan oleh negara yang sedang berkembang belum tentu dapat diterima oleh negara maju.

Pembangunan berkelanjutan di negara berkembang tidak dapat terselenggara tanpa adanya upaya mengurangi kesenjangan sosial, yaitu melalui pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan (WRI, 1992; The World Bank, 1992). Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia berada di perdesaan, maka keberadaan sumberdaya alam perdesaan diakui merupakan modal dasar yang penting dalam pengembangan wilayah.

Perkembangan berelanjutan versi Indonesia, tercermin pada dokumen Agenda 21 Indonesia. Dokumen tersebut memuat bahwa dalam upaya mengelola agar pembangunan ekonomi Indonesia berlangsung secara berkelanjutan, dibutuhkan serangkaian strategi integari lingkungan ke dalam pembangunan ekonomi yang meliputi pertama, pengembangan pendekatan eonomi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkuanga; kedua, pengembangan pendekatan pencegahan pencemaran; ketiga, pengembangan sistem neraca ekonomi, sumberdaya alam dan lingungkungan (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup UNDIP, 1997).

Ada empat karakteristik serupa yang menjadi konsep dasar pengelolan sumberdaya secara berkelanjutan. Pertama, menekankan pada aktor lokal dalam upaya pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan; kedua, berupaya untuk meningatkan produktivitas dan memperbaiki kapasitas regenerasi bagi sumberdaya tersebut; ketiga, meningkatkan kesejahteraan rumahtangga dan keadilan sosial; keempat, memberika perhatian pada pencapaian perkembangan manusia (seperti peningkatan ualitas hodup dan peningkatan pengetauan lokal) sebagai upaya yang penting bagi generasi mendatang; kelima, mempertimbangan karakteristik sumberdaya dan kemampuan daya dukung lingkungannya agar dicapai pemanfaatan berkelanjutan.[13]



2. Faktor Makro (Dimensi Ekonomi Politik Pembangunan)

Orientasi kegiatan di negara berkembang termasuk Indonesia tidak lepas dari kecenderungan ekonomi global dan arah kebijakan politik pembangunan. Modernisasi dan industrialisasi sebagai jargon pembangunan menimbulkan proses perubahan dan pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Perubahan ekonomi secara struktural dapat dilihat dari indiator menurunnya proporsi GDP (Gross Domestic Product) dan kesempatan krja sektor pertanian di satu sisi dan meningkatnya indikator tersebut pada sektor industri dan jasa di sisi lain (Rahardjo). Transformasi ekonomi berupa pergeseran struktur an sistem ekonomi semacam ini juga memengaruhi pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat perdesaaan dari kegiatan pertanian berorientasi ke pemenuhan kebutuhan lokal menjadi kegiatan pertanian berorientasi ke pasar.

Transformasi tersebut berarti pengelolaan sumberdaya perdesaan juga mengalami perubahan. Sumberdaya perdesaan diolah dengan sistem baru dan input teknologi yang lebih intensif akan meningkatan produtivitas dan kualitas yang dapat diatur sesuai pola dan selaras pasar. Modernisasi dan penetrasi kapital di sektor pertanian seperti yang terjadi di industri, menurut Karl Marx (Guimaraes, 1992) menyebaban kecenderungan terjadi polarisasi pada strutur kelas di perdesaan. Pertanian akan didominasi oleh segelintir petani kaya yang menanamkan modal intensif dan berskala besar serta memperkerjakan buruh tani.

Modernisasi pembangunan pertanian dapat menyebabkan melemahnya kemandirian perekonomian rakyat desa atau ekonomi lokal karena terjadi penetrasi ekonomi modern dan luar desa yang mmengekploitasi, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia di perdesaan (Rahadjo, 1994).[14]

3. Faktor Meso (Dinamika Pengembangan Wilayah)

a. Tekanan Penduduk

Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh pada tekanan terhadap sumberdaya alam berupa penggunaan dan alokasinya. Peningkatan jumlah penduduk di perdesaan yang berbasis pertanian telah diketahui menyebabkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam dan menyebabkan terjadinya fragmentasi lahan.

Pengaruh aspek kependudukan terhadap pengelolaan sumberdaya perdesaan bisa jadi faktor penekan maupun sebagai faktor pendorong perkembangan ekonomi perdesaan.

b. Inovasi Teknologi

Inovasi yang berkembang di perdesaan terutama sektor pertanian dapat menciptakan peluang untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya. Salah satu inovasi teknologi yang patut dicatat di sektor pertanian adalah Revolusi Hijau (the Green Revolution) yang mengubah sistem produksi pertanian terutama padi di negara berkembang (Bayliss-Smith, 1992).

Penerapan teknologi baru tersebut telah membawa perubahan yang besar dan mendasar pada kegiatan ekonomi yang berbasis pertanian dan kehidupan sosial budaya masyaraat perdesaan. Berkaitan dengan penerapan tekonologi baru dan alokasi sumberdaya, maka ada kecenderungan bahwa petani kaya mempunyai kemampuan mengadopsi metode baru dan memperoleh keuntungan yang lebih besar dibanding petani miskin. Petani kaya memilki informasi dan akses sumberdaya yang luas, mampu mengatur sumberdaya yang dimilki dan berani menanggung resiko sehingga memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Keadaan seperti ini meningkatkan polarisasi masyarakat pedesaan semakin lebar.

c. Komersialisasi Pertanian dan Diversifikasi Ekonomi Pedesaan

Pengelolaan sumberdaya alam pedesaan secara berkelanjutan terkait dengan dinamika dan diversifikasi ekonomi pedesaan. Diversifikasi ekonomi perdesaan terutama di Jawa merupakan respon daripada tekanan penduduk terhadap keterbatasan sumberdaya alam lahan pertanian; adaptasi dan inovasi teknologi, serta terjadinya transformasi ekonomi perdesaan dan terintegrasinya dengan pasar regional bahkan global.

Komersialisasi pertanian didorong oleh input modern yang memerlukan keterampilan teknis, pengelolaan profesional dan investasi besar. Pola penguasaan lahan, sistem pemanfaatan sumberdaya perdesaan dan kelembagaan masing-masing desa memilki keragaman.[15] Penguasaan lahan di desa lahn kering lebih luas dibandingkan desa lahan basah. Namun produktifitas lahan basah lebih tinggi ketimbang lahan kering.

Pemanfaatan lahan basah lebih diupayakan secara intensif dengan menggunakan berbagai input pertanian. Penguasaan lahan basah berupa sawah irigasi dan lahan kering berupa tegalan, ladang, kebun dan perkarangan. Irigasi merupakan salah satu input yang pentig dalam menentukan produktifitas lahan.

Perkembangan dinamika kehidupan desa telah menumbuhkan kesempatan lapangan kerja baru di sektor non pertanan, seperti jasa transformasi, bengkel, pengolahan produk pertanian, dan industri kecil (Booth, 1998). Kegiatan non farm di desa dapat menambah penghasilan bagi petani kecil sambil bekerja di lahan pertaniannya yang sempit.

Munculnya kegiatan non farm dapat mengurangi tekanan penduduk pada sumberdaya alam dan di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

d. Kebijakan dan Program Pemerintah

Kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian pada mulanya dikonsentrasikan pada pertanian tanaman pangan beras dan distribusi pangan guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Kebijakan tersebut diwujudkan melalui serangkaian produksi seperti: (1) penerapan bibit unggul padi, (2) pembangunan jaringan irigasi dan bendungan pengendali banjir, (3) membangun jaringan jalan guna memperlancar distribusi input dan produksi pertanian, (4) pengembangan pabrik pupuk petro kimia dalam skala besar, (5) membangun pusat riset dengan laboratorium dan stasiun uji coba teknologi baru, (6) mendirikan Bulog (Badab Urusan Logistik) guna mengelola dan menstabilkan harga bahan pokok, (7) program pendukung seperti Bimas (Bimbingan Massal), bank masuk desa dan koperasi lokal.[16]

F. Pengembangan Pertanian sebagai Upaya Peningkatan Permberdayaan Ekonomi Perdesaan

1. Pembangunan Sektor Pertanian

Dalam konteks negara Indonesia pembangunan harus ditekankan pada wilayah pedesaan, lebih khusus lagi rakyat yang bergulat pada bidang pertanian. Ada beberapa alasan mengapa hal ini dapat terjadi. Pertama, pertanian merupakan sektor yang bertanggung jawab menyediakan kebutuhan pangan masyarakat sehingga eksistensinya mutlak diperlukan. Kedua, sektor pertanian menyediakan bahan baku (raw material) bagi sektor industri (agroindustri) sehingga proses produksi aktivitas industri dapat berlangsung. Ketiga, pertanian sampai kini merupakan sektor yang menyediakan kesempatan kerja terbesar bagi tenaga kerja, melebihi sektor industri maupun perdagangan (apalagi sektor lainnya).

Agar pembangunan sektor pertanian dapat menopang kesejahteraan petani, maka output sektor ini harus memilki nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan jika sektor pertanian terintegrasi dengan sektor industri, yang dapat berperan sebagai pencipta nilai tambah produk-produk sektor pertanian. Pembangunan sektor industri merupakan hal yang penting bahwa ke depannya harus mampu menciptakan industrialisasi sektor strategis Indonesia, yaitu pertanian. Sehingga diharapkan kemajuan industri di satu sisi dapat menjadi cerminan peningkatan kontribusi sektor pertanian bagi perekonomian di sisi lain.[17]

2. Deskripsi masalah sektor pertanian

Terdapat banyak masalah di sektor pertanian yang perlu mendapatkan penanganan segera. Tetapi, dari sekian banyak masalah tersebut, setidaknya ada dua masalah mendasar yang harus menjadi prioritas dalam penenggulangannya. Pertama, kepemilikan lahan yang luar biasa kecil. Dengan struktur kepemilikan lahan yang seperti ini, maka hal-hal seperti fisiensi dan produktivitas masih dapat terwujud secara jelas. Kedua, perlunya menyingkirkan kondisi-kondisi yang menyebabkan sektor pertanian (petani) selama ini, sebagai pihak yang selalu kalah dan tersingkirkan.

Dari sisi kebijakan substantif, persoalan strategis yang harus diperbincangkan adalah masalah reformasi kepemilkan lahan (land reform). Selama ini pendekatan tersebut kelihatannya sulit ditempuh karena adanya hambatan psikologis dan politis. Sedangkan potensi lahan untuk melakukan land reform masih tersedia dengan cukup, demikian pula untuk ekstensifikasi dalam upaya meningkatkan produksi pertanian.

Selanjutanya kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah dalam mengatasi masalah kepemilkan lahan tersebut salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan pragmatis yang pada dasarnya menyangkut dukungan yang terokus dan konsisten. Jika dulu pemerintah bisa menciptakan perbankan, lembaga ekspor, insentif investasi, dan kebijakan proteksi pada sektor industri; maka dengan semangat yang serupa hal itu seharusnya juga dilakukan untuk sektor pertanian, tentu saja jenis dukungan tersebut tidak sejenis dengan yang diberikan kepada sektor industri, karena pada esensinya karakteristik keduanya berbeda. Tetapi setidaknya elemen-elemen pengembangan itu terdapat kesamaannya, baik di tingkat permodalan, bantuan kelembagaan untuk perdagangan internasional, kebijakan peningkatan mutu dan keterampilan sumberdaya manusianya, sampai pada perlindungan produk dari persaingan yang tidak menguntungkan.[18]

Selain itu, sebelumnya secara tradisional peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata. Namu pada dewasa ini, pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai menyadari bahwa daerah pedesaan pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya ternyata tida bersifat pasif, tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yaitu:

a. Percepatan pertumbuhan suatu output melalui serangakaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil;

b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan;

c. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu non pertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.[19]

Hal lain yang menjadi pokok perbincangan sekaligus merupakan tujuan dalam pembahasan karya tulis ini adalah tercapainya kesejahteraan yang merata, terutama bagi masyarakat perdesaan yang pada umumnya di era globalisasi ini banyak mengalami keterbelakangan dari berbagai aspek kehidupan terutama dalam hal pemberdayaan ekonomi.

Untuk itu, faktor yang tidak boleh dilupakan dalam pembangunan pertanian sebagai upaya peningkatan pemberdayaan ekonomi adalah kesejahteraan (pendapatan) petani. Peningkatan pendapatan petani dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya:

a. Peningkatan luas lahan yang dimiliki melalui jalan reforma agraria

b. Peningkatan produktivitas per satuan luas lahan

c. Atau melalui kebijakan harga yang tepat (memiha petani).

Faktor lain yang memicu peningkatan pendapatan petani adalah harga. Produktivitas lahan yang tinggi belum menjamin peningkatan pendapatan jika harga yang diterima petani untuk produknya masih rendah. Harga yang diterima petani sangat ditentukan oleh perkembangan subsistem agribisnis hilirnya. Diluar aspek peningkatan pendapatan, hal lain yang perlu dibangun adalah mengupayakan peningkatan nilai tawar petani berhadapan dengan industri hilir[20].

Ada bebera faktor yang menjadi modal dasar dan sangat urgen dalam upaya peningkatan pemberdayaan ekonomi yaitu fator kesehatan dan pendidikan. Keduanya merupakan yang sangat fundamental dan memilki pengaruh besar terhadap keberhasilan suatu peningkatan pemberdayaan ekonomi.

Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar; terlepas dari hal-hal yang lain, kedua hal itu merupakan hal yang penting. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan manusia yang lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan.[21]

Kesehatan dan pendidikan berakitan sangat erat dengan pembangunan ekonomi. di satu sisi, modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian investasi yang dicurahkan untuk pendidikan, karena kesehatan merupakan faktor penting agar seseorang bisa hadir di sekolah dalam proses pembelajaran formal seorang anak. Di sisi lain, modal pendidikan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian terhadap investasi dalam kesehatan, karena banyak prgram kesehatan bergantung pada keterampilan dasar yang dipelajari di sekolah, termasuk kesehatan pribadi dan sanitasi, disamping melek huruf dan angka; juga dibutuhkan pendidikan untuk membentuk dan melatih petugas pelayanan kesehatan.



DAFTAR PUSTAKA



Adisasmita, Rahardjo. Ekonomi Archipelago. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.

Baiquni, M. Strategi Penghidupan di Masa Krisis. Yogyakarta: IdeAs media. 2007.

Hutomo, Mardi Yanto. Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi:Tinjauan Teoritik dan Implementasi. Makalah. Disampaikan pada Seminar Sehari Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta.( 6 Maret 2000).

Ismail, munawar dkk. Sistem Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga. Tt.

Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika Aditama. 2009.

Suharto, Edi. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri:Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Bandung: PT. Refika Aditama. 2009.

Suryana dalam Arifiana, Pemberdayaan Eonomi Masyarakat Melalui Produksi Kecil Emping Melinjo Di Dusun Siska Kepuhkulon WirokertenBanguntapan Bantul, Skripsi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2013), Tidak Diterbitkan.

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. 2006.


[1] Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi:Tinjauan Teoritik dan Implementasi, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta, ( 6 Maret 2000), hlm. 3.


[2] Suryana dalam Arifiana, Pemberdayaan Eonomi Masyarakat Melalui Produksi Kecil Emping Melinjo Di Dusun Siska Kepuhkulon WirokertenBanguntapan Bantul, Skripsi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2013), Tidak Diterbitkan.


[3] Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi:Tinjauan Teoritik dan Implementasi, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta, ( 6 Maret 2000), hlm. 11.


[4] Ibid. hlm. 8.


[5] Ibid. hal. 8.


[6] Ibid. hlm. 8


[7] Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 62.


[8] Edi Suharto, Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Cetakan 1, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hlm. 110-111.


[9] Munawar Ismail, dkk, Sistem Ekonomi Indinesia, (Jakarta: Erlangga, tt), hlm.102-106.


[10] Rahardjo Adisasmita, Ekonomi Archipelago, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hlm. 61-62.


[11] M. Baiquni, Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, (Yogyakarta: IdeAs Media Yogyakarta, 2007), hlm. 1-2.


[12] M. Baiquni, Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, (Yogyakarta: IdeAs Media Yogyakarta, 2007), hlm. 9-14.


[13] M. Baiquni, Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, (Yogyakarta: IdeAs Media Yogyakarta, 2007), hlm. 17-24.


[14] M. Baiquni, Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, (Yogyakarta: IdeAs Media Yogyakarta, 2007), hlm. 24-26.


[15] M. Baiquni, Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, (Yogyakarta: IdeAs Media Yogyakarta, 2007), hlm. 173.


[16] M. Baiquni, Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, (Yogyakarta: IdeAs Media Yogyakarta, 2007), hlm. 27-34.


[17] Munawar Ismail, dkk, Sistem Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Erlangga, tt), hlm. 160-161.


[18] Munawar Ismail, dkk, Sistem Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Erlangga, tt), hlm. 161-163.


[19] Michael P. Todaro & Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 502-504.


[20] Munawar Ismail, dkk, Sistem Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Erlangga, tt), hlm. 163-165.


[21] Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 434-436.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel