Agama: Definisi, Perkembangan, Dan Latar Belakang Munculnya Makalah Lengkap
Desember 25, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan persoalan sosial, penghayatannya bersifat individual. Apa
yang dipahami dan apalagi yang dihayati sebagai agama oleh seseorang banyak
bergantung pada keseluruhan latar brelakang dan kepribadiannya. Hal tersebut
senantiasa menyebabkan perbedaan tekanan penghayatan dari satu orang ke orang
lain dan membuat agama menjadi bagian yang amat mendalam dari kepribadian atau
prifacy seseorang. Oleh karena itu agama senantiasa bersangkutan dengan
kepekaan emosional.
Meskipun
demikian, masih terdapat kemungkinan untuk membicarakan agama sebagai sesuatu
yang umum dan objektif. Dalam wilayah kajian tersebut, diharapkan dapat
dikemukakan hal umum yang menjadi titik kesepakatan para penganut agama,
betapun hal itu tetap merupakan sesuatu yang sulit.
Oleh
karena itu, untuk mencari titik temu antara agama-agama tersebut, kita perlu
mengkaji agama dari segi devinisi. Dari definisi tersebut diharapkan dapat
ditemukan titik temu, sehingga kerukunan dan penghargaan agama lain bisa
dibina.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Agama ?
2. Bagaimana Agama dan perkembangannya ?
3. Bagaimana Latar Belakang Kebutuhan Manusia
Terhadap Agama ?
C. Tujuan Masalah
1. Memahami Pengertian Agama
2. Mengetahui Agama Serta Perkembangannya
3. Mengetahui Latar Belakang Kebutuhan Manusia
Terhadap Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agama
Dilihat dari pengertiannya, agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi
atau arti oleh karena itu, supaya kita dapat mempunyai pengertian yang luas, perlu
disajikan beberapa pengertian dari bermacam-macam agama yang ada.
Secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologis) dan sudut istilah (Terminologis). Mengertikan agama dari sudut
kebahasaan atau etimologis akan terasa mudah daripada mengartikan agama dari
sudut istilah. Hal tersebut karena pengertian agama dari sudut istilah ini
sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang yang mengertikannya. Atas
dasar ini, tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tetarik
untuk mendefinisikan agama. James H, Leuba, misalnya mengumpulkan semua
definisi yang pernah dibuat tentang agama, yang tidak kurang dari 48 teori.
Namun akhirnya iya berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu
tidak ada gunanya karena hanya merupakan kepandaian besifat lidah semata.
Selanjutnya, Mukti Ali pernah mengatakan. “barangkali tidak ada kata yang
paling sulit diberi pengertian dan definisi selain agam.” Pernyataan ini
didasarkan pada tiga alasan: pertama ; bahwa pengalaman agama adalah soal
batin, subjektif, dan sanat individualis sifatnya. Kedua; tidak ada orang yag
begitu semangat dan emosional dari pada orang yang membicarakan agama. Ketiga;
konsep tentang agama yang dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi
tersebut.
Dalam masyarakat indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata Ad-din yang
berasal dari bahsa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Bila dilihat dari
asal katanya, “Agama” sebenarnya berasal dari kata sansakerta a dan gam. A = tidak, dan gam = pergi.
Jadi kata tersebut berarti tidak “tidak pergi”. ‘tetap ditempat’, ‘langgeng’,
diwariskan secra turun-menurun. Agama memang mempunyai sifat demikian. Adalagi
yang mengatakan bahwa agama yang berarti teks atau kitab suci, dan agama agama
memang mempucai kitab suci.
Sedana dengan mukti ali, M. Sutrapatedja mengatakan bahwa salah satu
kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanya
perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama. Disamping ada perbedaan didalam
memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama.
Setiap agama memiliki interpretasi diri yang berbeda dan keluasan interpretasi
diri juga berbeda-beda.
Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama memang belom selesai,
sehingga W. H. Clark, seorang ahli ilmu jiwa agama, sebagaimana dikutip Zakiah
daradjat, mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari
kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama. Hal tersebut
karena pengalaman agama adalah subjektif, intern, dan individual, yang setiap
orang akn merasakan pengalaman yang berbeda dari orang lain. [1]
Selain kata “agama”, kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa semit
berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa arab, kata ini mengandung kata
arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan. Agama memang memawa
peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang.
Sementara itu, kata religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu
pendapat, asalnya adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan,
membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara untuk mengapdi kepada tuhan.
Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Akan tetapi, menurut pendapat
lain, kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat.
Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama, selanjutnya
terdapat pula ikatan antara roh manusia dan tuhan. Kemudian, agama lebih lanjut
lagi mengikat manusia dengan tuhan.
Inti sari yang tergandung dalam istilah-istilah diatas ialah ikatan. Agama
mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan
ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Ikatan itu berasal dari satu kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia. Satu
kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap
oleh pancaindra.
Harun nasution menyimpulkan definisi agama sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan ghaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang
menguasai manusia.
3. Pengikatan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan
memengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada sesuatu kekuatan ghaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku, (code of conduct)
yang berasal dari sesatu kekuatan ghaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban
yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul
dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajara-ajaran yang diwahyukan tuhan kepada
manusia melalui seorang rasul.
Dengan demikian, unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah :
1. Kekuatan ghaib : manusia merasa dirinya lemah
dan berhajat pada kekuatan ghaib itu sebagai tempat meminta tolong. Oleh karena
itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan ghaib
tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah larangan kekuatan ghaib itu.[2]
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di
dunia ini dan hidupnya di akhirat bergantung dengan adanya hubungan baik dengan
kekuatan ghaib yang dimaksud. akan hilang pula.
3. Respon yang bersifat emosional dari manusia.
Respons itu bisa mengambil bentuk persaan takut, seperti yang terdapat dalam
agama-agama primitif atau persaan cinta yang terdapat dalam agama-agama
monoteisme. Selanjutnya, respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat
dalam agama-agama primitif, atau pemujaan-pemujaan yang terdapat dalam agama
monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu
bagi masyarakat yang bersangkutan.
4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci,
dalam bentuk kekuatan ghaib, dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama
yang bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
B.
Agama Dan Perkembangannya
Dalam perjalanan sejarahnya , ada agama yang bersifat primitif dan ada pula
yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama
yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah dinamisme, animisme, dan
politisme.
Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan ghaib dan berpengaruh
kepada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan ghaib itu ada yang bersifat baik
dan ada yang bersifat jahat. Benda yang menggunakan kekuatan ghaib baik akan
disenangi, dipakai, dan dimakan agar orang yang memakai dan memakanya akan
senantiasa terpelihara atau dilindunginya oleh kekuatan ghaib yang tedapat
didalamnya. Sebaliknya, benda yang menggunakan kekuatan ghaib yang jahat ditakuti manusia sehinnga harus
dijauhi.
Kekuatan ghainb itu tidak pula mengambil tempat yang tetap, tetapi
berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain. Lebih lanjut kekuatan gjaib itu
tidak dapat dilihat, sebab yang dapat dilihat itu hanyalah efek atau bekas dan
pengaruhnya.
Dalam bahasa ilmiah, kekuatan ghaib itu disebut mana dan dalam
bahasa indonesia disebut tuah atau sakit. Dalam masyarakat kita,
orang masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah,
seperti keris, batu cincin, dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini,
orang menganggap dirinya akan terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana,
dan lain-lain. Mana yang terdapat
dalam benda yang bersangkutan dan yang merupakan kekuatan ghaib itulah yang di
anggap memelihara manusia dari hal-hal tersebut diatas. Dalam paham agama
dinanisme, semakin bertambah mana yang diperoleh seseorang , semakin
bertambah jauh dari bahaya dan semakin selamat hidupnya . kehilangan mana
berarti maut. Oleh karena itu, tujuan beragama disini ialah mengumpulkan
mana sebanyak mungkin.
Dalam masyarakat primitif terdapat
dukun atau ahli sihir, dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan
mengusai mana yang beragam itu. Mereka dianggap dapat membuat mana
dan mengambil di benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda
kecil yang mudah untuk dikaitkan ke anggotadan mudah dapat dibawa kemana-mana.
Benda-benda serupa ini disebut fetish. Dengan jalan demikian, seseorang
masyarakat primitif dapat meperoleh mana
yang di perlukan untuk memelihara keselamatan dirinya, dari bahaya-bahaya yang
selalu mengancam hidup manusia. [3]
Animisme adalah agama yang mengajarkan
bahwa tiap-tiap benda,baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa,
mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam
paham masyarakat yang lebih maju. Bagi masyarakat primitif , roh masih tersusun
dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh bagi
mereka mempunyai rupa umpamanya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang,
mempunyai umur dan memerlukan makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia
umpamanya pergi berburu,menari dan bernyanyi. Terkadang, roh dapat
dilihat,sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh adari benda-benda
yang menimbulkan perasaan dahsyat seperti hutan yang lebat,danau yang
dalam,sungai berarus deras, pohon besar lagi rindang daunnya,gua yang
gelap,dsb. Itulah yang dihormati dan ditakuti. Kepada roh serupa ini diberi
sesajen untuk menyenangkan hati mereka. Sesajen ini dalam bentuk
binatang,makanan,kembang,dsb. Roh nenek moyang juga menjadi objek yang ditakuti
dan dihormati.
Tujuan beragama ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti
dan dihormati dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat
mereka marah harus dijauhi. Sebab, kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan
bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu, sebagaimana halnya
dalam agama dinamisme, ialah dukun atau ahli sihir dalam masyarakat kita,
percaya pada roh, sebagaimana halnya dengan kepercayaan pada mana,masih
kita jumpai. Yang mana semua ini adalah peninggalan dari kepercayaan animisme
masyarakat kita pada zaman yang silam.
Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Hal-hal yang menimbulkan
perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh, tetapi oleh
dewa-dewa. Kalau rohh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yanag
sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tuga-tugas tertentu.
Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahayan dan panas kepermukaan
bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama india uno disebut
Surya dan dalam persia kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya
menurunkan hujan,yang diberi nama indera dalam india kuno dan Donnar dalam
agama jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut wata dalam
agama india kuno dan Wotan dalam agama jerman kuno.[4]
Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa ini diyakini lebih berkuasa. Oleh
karena itu, tujuan hidup beragam disini bukan hanya itu, tetapi juga menyembah
dan berdo’a pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang
bersangkutan. Akan tatapi, dalam politeisme terdapat paham pertentangan tugas
antara dewa-dewa yang banyak itu. Kalau berdo’a seorang politeis tidak hanya
memanjatkan kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lawannya.
Akan tatapi, kalau dewa yang terbesar saja kemudian dihormati dan dipuja,
sedangkan dewa-dewa lain ditinggalkan, paham demikian telah keluar dari
politeisme dan meningkat kepada Honoteisme. Honoteisme mengakui satu tuhan
untuk satu bangsa, dan bangsa lain mempunyai tuhan sendiri-sendiri. Honoteisme
mengandung paham tuhan nasional. Paham serupa ini terdapat dalam perkembangan
paham keagamaan masyarakat yahuni. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan
menghancurkan semua dewa suku bangsa yahudi lain, sehingga yahweh menjadi tuhan
nasional bangsa yahudi.
Dalam masyarakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi
dinamisme,animisme,politeisme atau Honoteisme, tetapi agama monoteisme,agama
tauhid. Dasara ajaran monoteisme adalah tuhan yang satu,tuhan maha esa,
pencipta alam semesta. Dengan demikian, perbedaan antara Honoteisme dan
politeisme ialah bahwa dalam agama akhir ini. Tuhan tidak lagi merupakan tuhan
nasional, tetapi tuhan internasional. Tuhan semesta bangsa didunia ini, bahkan
tuhan alam semesta. Tujuan hidup gama monoteisme bukan lagi mencari
kesaelamatan hidup meteril saja, tetpai juga keselamatan hidup kedua atau
spirutual. Dalam istilah agama, disebut keselamatan dunia dan akhirat. Jalan mencari
kesekamatan itu bukan lagi dengan memperoleh sebanyak mungkin mana,sebagaimana
halnya dalam masyarakat dinamisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok
roh-roh dan dewa dewa, sebagaimana dalam masyarakat animisme dan politeisme.
Dalam monoteisme, kekuatan gaib atau super natural itu dipandang suatu zatyang
berkuasa mutlak dan bukan lagi suatu zat yang menguasai suatu fenomena natural
seperti halnya dengan paham animisme damn politeisme tidak dapat dibujuk-bujuk
dengan sajian-sajian.[5]
Disinilah, letaknya perbedaan besar antara agama primitif dan gama
monoteisme. Dalam agama-agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk
kekuassaan super natural dengan penyembahan dan sajian-sajian supaya mengikuti
kemauna manusia, sedangkan agama monoteisme, manusia sebaliknya tunduk kepada
kemauan tuahan. Tuhan dalam paham monoteisme adalah maha suci dan tuhan
menghendaki supaya manusia suci. Manusia akan kembali pada tuhan, dan yang
dapat kembali kepada sisi tuhan yang maha suci adalah orang-orang suci.
Orang-orang yang suci akan berada didekat tuhan disurga.
Jalan tetap menjadi suci ialah senantiasa berusaha supaya deat dengan
tuhan, ingat dan tidak lupa pada tuhan. Dengan senanatiasa dekat dan teringat
pada tuhan, manusia akan teringat bahwa kesenangan sebenernya bukanlah
kesenangan sementara didunia tapi kesenangan abadi diakhirat. Jalan untuk tetap
berada dekat dengan tuhan ditentukan oleh tiap-tip agama. Dalam agama kristen
beruhubungan dengan ajarannya tentang dosa warisan yang melekat pada diri
manusia, seorang tidak akan menjadi suci selama ia tidak menerima yesus kristus
sebagai juru selamat yang mengorbankan diri diatas salib untuk menebus dosa
manusia.[6]
Agama hindu atau hindu darma dengan ajarannya tentang tuhan yang Maha Esa
memandang bahwa roh manusia adalah percikan dan Sang Hyang Widhi. Persatuan roh
dengan badan menimbulakan kegelapan. Badan akan hancur, tetapi roh akan kekal.
Kebahagiaan manusia ialah bersatu dengan Sang Hyang Widi yang disebut dengan
Muksa. Muksa kan tercapai hanya kalau Atma telah menjadi suci kembali dari
kegelapan yang timbul dari persatuannya dengan badan. Cara mengadakan hubungan
dengan tuhan untuk mencapai kesucian jiwa ialah sembahyang dipura atau rumah,
merayakan hari suci,dsb.
Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal adari tuhan dan akan kembali
pada tuhan. Orang yang rohnya bersih lagi suci dan tidak berbuat jahat hidup
didunia akan masuk surga, dekat dengan tuhan. Sebaliknya orang yang rohnya
kotor dan berbuat jahat pada hidup pertama kan masuk neraka,jauh dari tuhan.
Agar hidup kekal diakhirat memperoleh kesenangan,jauh dari kesengsaraan,orang
haruslah berusaha agar mempunyai roh bersih,lagi suci dan senantiasa berbuat
baik dan menjauhi perbuatan jahat didunia.
Jelaslah bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah
membersihkan diri dan menyucikan jiwa dan roh. Tujuan gama memanglah membina
manusia baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu, agama
monoteisme erta pula dengan hubungan moral. Agama monoteisme memiliki ajaran
tentang norma akhlak tinggi. Kebersihan jiwa, tidak memetingkan diri sendiri,
cinta kebenaran, suka membantu manusia, kebesaran jiwa, suka damai, rendah
hati,dsb, adalah norma-norma yang diajarkan agama besar.[7]
Tegasnya, tujuan hidup beragama dalam agama tauhid adlah menyerahkan diri
sekuruhnya kepada tuhan pencipta semesta alam dengan patuh dari perintah dn
larangannya.
Dengan
kata lain agama tauhid dengan jarannya bermaksud untuk membina manusia yang
berjiwa bersih dan berbudi pekeri luhur. Disinilah letak sala satu arti penting
dari agama monoteisme bagi hidup kemasyarakatan manusia.
Agama-agama
yang dimasukkan ke dalam kelompok agama monoteisme, sbagaimana disebut dalam
ilmu perbandingan agama adalah islam, yahudi, kristen dengan kedua golongan
protestan dan Katholik yng terdapat didalamya dan hindu. Ketiga agama pertama
merupakan satu rumpun. Agama hindu tidak termasuk dalam rumpun ini.
Diantara
tiga agama serumpun ini, yang pertama datang ialah agama yahudi dengan nabi
Ibrahim,Ismail,Ishaq,Yusuf dan lain-lain. Kemudian agama kristen dengan Nabi
Isa, yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama yahudi. Terakhir
sekali, datang agama islam dengan Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya. Ajaran
yang beliau bawa ialah ajaran ayng diberikan kepada Nabi-nabi Ibrahim.Musa,Isa
dan Lain-lain dalam bentuk murninya.
Sebagaimana
diterangkan Oleh Al-Qur’an, ajaran murni iyu ialah Islam, menyerahkan diri
seluruhnya kepada kehendak tuhan yang Maha Esa. Allah SWT dalam Q.S Ali’Imran
Ayat 19, Berfirman
إِنَّ الدِّينَ
عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ
بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.
وَمَنْ أَحْسَنُ
دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya.
إِذْ قَالَ لَهُ
رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim
menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
مَا كَانَ
إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا
وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi
dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.
قُلْ آمَنَّا
بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ
وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ
لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan
anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan
mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya
kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri".
Dari ayat-ayat diatas , jelas bahwa agama
yahudi ,Kristen,dan islam, adalah satu asal. Sejarah juga menunjukan bahwa
ketiga agama itu memang mempunyai asal yang satu. Akan tetapi, dalam
perkembangannya , masing-masing agama
mengambil jurusan yang berlainan,sehingga timbullah perbedaan antara
ketigannya.
Pada
permulaannya,yahudi,kristen, dan islam berdasar atas keyakinan tauhid yang
serupa. Dalam istilah modern,keyakinan ini disebut monoteisme akan tetapi,
kemudian kemurnian tauhidnya hanya dipelihara oleh islam dna yahudi. Dalam
islam, satu dari kedua syahadatnya menegasakan,” Tidak ada tuhan selain Allah”.
Di dalam agama Yahudi,syahedetnya disebutkan” dengarlah israel,tuhan kita satu”
adapun kemurnian tauhid dalam agama kristen debngan adanya paham Trinitas,
sebagaimana diAkui oleh ahli-ahli pebandinagn agama, tidak dipelihara lagi.
Dengan
demikian, diantara agama besar yang ada sekarang, islam dan yahudilah yang
memelihara paham moteisme yang murni. Adapun monoteisme Kristen dengan paham
Trinitasnya dan monoteisme Hindu denga pahampoliteisme tidak dapat dikatakan
monoteisme murni.[8]
C.
Latar Belakang Kebutuhan Manusia Terhadap agama
Ada perbedaan yang jelas antara manusia dan binatang. Manusia diberi akal
oleh tuhan, sedangkan binatang tidak. Dengan akal pikiranitulah, manusia
melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam rangka menjalin hubungan
dengan manusia lainnya. Akan tetapi akal manusia bersifat nisbi dan sangat
terbatas.Oleh karena itu jelasalah bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan
petunjuk yang benar dan bernilai mutlak untuk meraih kebahagiaan hidup jasamani
dan rohani,dunia dan akhirat.
Ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia twrhadap agama
seperti yang diungkapkan oleh Abuddin Nata, Ketiga Alasan tersebut ialah :
1. Fitrah Manusia
Latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena
dalam diri manusia terdapat potensi untuk beragama. Kenyataanya bahwa masnuia
memiliki fitrah keagamaan tersebut, untuk pertama kali ditegaskan dalam ajaran
islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia. Sebelumnya manusia
tidak mengenal kenyataan ini . kemudian muncuk beberapa orang yang menyerukan
dan mepopulerkannya. Fitrah keagamaan
yang ada dalam diri manusia inilah yang melatar belakangi perlunya
manusia pada agama. Oleh karena itu, ketika datang wahyu tuhan yang menyeru
manusia agar beragama, seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnya. Dalam
konteks ini, Al-Qur’an menyebutkan :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ
لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui,
Informasi mengenai potensi beragama yang dimiliki manusia
dapat dijumpai dalam ayat berikut :
وَإِذْ أَخَذَ
رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Berdasarkan informasi tersebut , terlihat
dengan jelas bahwa manusia secara fitrah
merupakan mahluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan bahwa setiap anak yang
dilahirkan memiliki potensi beragama maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan
anak tersebut menjadi Yahudi,Nasrani,atau Majusi. Karena demikian pentingnya
menumbuh-kembangkan dan memelihara potensi keagamaan yang ada dalam diri
manusia.
Bukti
bahwa manusia sebagai mahluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat
melalui bukti historis dan antropoogis. Melalui bukti-bukti historis dan
antropologis, kita mengetahui bahwa pada
manusia primitif yang tidak pernah ada informasi mengenai tuhan, ternyata
mereka mempercayai adanya tuhan. Sungguhpun tuhan yang mereka percayai itu
terbatas pada daya khayalnya. Mereka misalnya mempertuhankan benda-benda alam
yang meninmbulkan kesan misterius dan mengagumkan. Kepercayaan demikian
selanjutnya disebut sebagai agama dinamisme. Dalam keadaan demikian, para nabi
diutus kepada mereka untuk menginformasikan bahwa tuhan yang mereka cari adalah
Allah yang memiliki sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam agama yang
disampaikan para nabi. Dengan demikian, sebutan Allah bagi tuhan, bukanlah
hasil khayalan manusia dan bukan pula hasil seminar, penelitian, dsb. Sebutan
Allah bagi tuhan disampaikan oleh tuhan sendiri.
Informasi
lainnya yang menujjukan bahwa manusia memiliki potensi beragama dekemukakan
oleh Carld Gustave Jung. Jung percaya bahwa agama termasuk hal-hal yang memang
sudah ada di dalam bawah sadar secara fitri dan alami. Selanjutnya, William
James, seoran filosof dan ilmuan terkemuka dari Amerika mengatakan “ Kendati
benar pernyataan bahwa hal-hal fisis dan material merupakan sumber tumbuhnya
sebagai keinginan batin, banyak pula keinginan yang tumbuh dari alam di balik
alam materil ini. Pada setiap keadaan dan perbuatan keagamaan, kita
selalumelihat berbagai bentuk sifat seperti ketulusan, keikhlasan dan lain
sebagainya. Gejala-gejala kejiwaan yang
bersifat keagamaan memilik berbagai kepribadian dan khasiat yang tidak selaras
dengan semua gejala umum kejiwaan manusia. Einstein menyatakan adanya
bermacam-macam kejiwaan yang telah menyebabkan pertumbuhan agama . demikian
pula, bermacam-macam faktor telah mendorong berbagai kelompok manusia untuk
berperang teguh pada agama.[9]
Adanya naluri beragama tersebut lebih lanjut semakin terjelas jika kita
mengkaji bidang tasawuf. Ketika mengkaji
paha, hulul dan Al Hajj misalnya, kita jumpai pendapatnya bahwa pada diri
manusia terdapat sifat dasar kethanan yang disebut lahut dan sifat dasar
kemanusiaan yang disebut nasut. Demikian pula. Pada diri tuhan pun terdapat
sifat lahut dan nasut. Sifat lahut tuhan mengacu oada dzat nya, sedangkan sifat
Nasut tuhan mengacu pada sifatnya. Sementara itu, sifat nasut dari manusia
mengacu pada unsur lahiriah dan fisik manusia,sedangkan sifat lahut amnsuia
mengacu pada unsur batiniah dan ilahiah. Jika manusia mampu meredam sifat
nasutnya, tampak adalah sifat lahutnya. Dalam keadaan demikian, terjadilah
pertemuan antara Nasut tuhan dan Lahut manusia, dan inilah yang dinamakan
Hulul.
Melalui
uraian panjang lebar itu, kita sampai kesimpulan, bahwa latar belakang perlunya
manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi
untuk beragama ini memerlukan pembinaan,pengarahan, dan penegembangan dan
sebagainya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
2. Kelemahan Dan Kekurangan Manusia
Faktor lain yang melatar belakangi mausia memerluka agama adalah kesempurnaan dan kekurangan
manusia. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut quraish
shihab bahwa dalam pandangan al-quran , anfs diciptakan Allah dalam keadaan
sempurna yang berfungsi menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu, sisi dalam
manusia inilah yang oleh Al-quran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih
besar, misalnya ayat :
وَنَفْسٍ وَمَا
سَوَّاهَا
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya),maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Menurut Quraish
Sihab, kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap
makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnnya untuk melakukan kebaikan dan
keburukan. Disini antara lain terlihat perbedaan pengerian kata ini menurut
Al-Qur’an dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam pengertian sufi adalah
suatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk.
Quraish sihab
mengatakan,’’Walaupun Al-Qur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan
negatif, diperolrh pula isyarat bahwa pada hakikatnya, potensi positif manusia
lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat
dari pada daya tarik kebaikan. Oleh karena itu manusia dituntut untuk
memelihara kesucian nafs, dan untuk tidak mengotorinya. Untuk menjaga kesucian
nafs ini, manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan
agama, dan disinilah letaknya kebutuhan manusia terhadap agama.
Dalam literatur
teologi islam misalnya, kita jumpai pandangan kaum Mu’tazilah yang rasionalis
karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumentasinya dari
pada pendapat wahyu. Namun demikian, mereka sepakat bahwa manusia dengan
akalnya memiliki kelemahan. Akal memang
dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, Tetapi tidak semua yang baik dan
yang buruk dapat diketahui akal. Dengan demikian kaum Muta’zilah secara tidak
langsung , memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah kehidupan
manusia yang senatiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu
dan bisikan setan. Adapun tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan
upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan
manusia dari tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,tenaga, dan pikiran
yang dimanefestaskan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya
mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita misalnya membaca ayat :
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ
فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ
وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu,
kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam
Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,
Orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membuat
orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan
terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan
membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama.
Godaan dan tantangan hidup demikian itu semakin meningkat,sehingga upaya
mengangankan masyarakat menjadi penting.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam masyarakat indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata Ad-din
yang berasal dari bahsa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Bila dilihat
dari asal katanya, “Agama” sebenarnya berasal dari kata sansakerta a dan gam. A = tidak, dan gam = pergi.
Jadi kata tersebut berarti tidak “tidak pergi”. ‘tetap ditempat’, ‘langgeng’,
diwariskan secra turun-menurun. Agama memang mempunyai sifat demikian. Adalagi
yang mengatakan bahwa agama yang berarti teks atau kitab suci, dan agama agama
memang mempucai kitab suci.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih banyak
kesalahan-kesalahan dalam penyusunannya, mohon maaf kepada dosen pengampu serta
teman-teman untuk membantu merevisi agar makalah ini lebih sempurna dan sebagai
proses pembelajaran menuju kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihon,pengantar studi islam,Bandung :Pustaka Setia, 2009
[1]
Rosihon anwar,Pengantar Studi islm,Bandung:Pustaka
Setia 2009.Hlm.97-99
[2]
Rosihon Anwar,Op.cit,Hlm.100-101
[3]
Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm.102
[4]
Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm.104
[5]
Rosihon Anwar,Op.Cit,Hlm.106
[6]
Ibid,Hlm.106
[7]
Rosihon Anwar, Op,Cit,Hlm.107
[8]
Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm.111
[9]
Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm. 117