Konsep Pendidikan dalam Perspektif Hasyim Asy’ari (Makalah Lengkap)
November 13, 2019
Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus
akan ilmu agama (islam). Untuk mengobati kehausannya itu, kyai Hasyim berkelana
berbagai terkenal di jawa saat itu. Tidak hanya itu, kyai Hasyim juga
menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami islam di tanah suci ( mekkah dan
madinah). Dapat dikatakan, kyai Hasyim termasuk dari sekian santri yang
benar-benar secara serius menerapkan falsafah jawa, “luru ilmu kanti lelaku”
(mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau santri kelana. Untuk lebih jelasnya,
silahkan lanjut baca makalah ini sampai selesai.
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan hendaknya mampu mengantarkan umamt
manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan
hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebijakan
norma-norma islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat islam
harus maju dalam berbagai keilmuan agar kita tidak dibodohi oleh bangsa atau
umatnyang tidak searah dengan kita. Umat islam harus sejalan dengan sesuai
nilai dan norma-norma islam.
Menurut K.H Hasyim Asy’ari merupakan ibadah
untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi KH Hasyim Asy’ari?
2.
Apa
saja pemikiran-pemikiran tentang pendidikan menurut Hasyim Asy’ari?
3.
Apa
saja karya-karya KH Hasyim Asy’ari?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui dan mempelajari biografi KH Hayim Asy’ari
2.
Untuk
mengetahu dan mempelajari tentang pendidikan menurut Hasyim Asy’ari
3.
Untuk
mengetahu dan mempelajari karya-karya KH Hasyim Asy’ari
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari
Lahir
pada bulan februari 1287 H. /1871 M. di gedang jombang, jawa timur. Hasyim
Asy’ari menghabiskan sebagian nmasa kecilnya di lingkungan santri. Ayahnya,
kyai ASy’ari berasal dari demak, jawa tengah, memiliki sebuah pesantren besar.
Ayahnya adalah keturunan kedelapan dari penguasa kerajaan islam demak, jaka
tinggir, sultan pajang pada tahun 1568, yang merupakan putra brawijaya VI, penguasa
majapahit pada seperempat pertama abad VXI di jawa.
Sebagaimana
santri lain pada masanya, hasyim Asy’ari
mengenyam pendidikan pesantren sejak usia dini. Sebelum dia berumur 6 tahun,
Kyai usman (kakeknya) yang merawatnya. Hingga mencapai usianya 15 tahu, ayahnya
memberinya dasar-dasar islam, khususnya membaca dan menghafal Al-Quran. Jenjang
pendidikan selanjutnya di tempuh di berbagai pesantren. Pada awalnya, ia
menjadi santri di pesantren wonopojo di probolinggo, kemudia pindah di
pesantren langitan, tuban. Selanjutnya, ia menimba ilmu di bangkalan, di sebuah
pesantren yang diasuh oleh kyai kholil. Terakhir sebelum belajar ke mekkahia
sampai nyantri di pesantren siwalan panji, sidoarjo. Pada pesantren yang
terakhir inilah ia dijadikan menantu oeh kyai ya’qub, pengasuh pesantren
tersebut.
Ia
juga pernah belajar di mekkah selama 7 tahun, dan berburu pada sejumlah ulama’,
diantaranya syeikh ahmad amin al-athhar, sayyid sultan ibn hasyim, sayyid ahmad
ibn hasan al-athhar, syaikh yamay, sayyid alawi bn ahmad al-syaqqaf, sayyid
abbas maliki, dan sebagainya.[1]
Pada
tahun 1899/1990, ia kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayahnya,
baru kemudia mendirikan pesantren sendiri di sekitar daerah Cukir, pesantren
tebu ireng, pada tanggal 6 februari 1906. Di pesantren inilah Hasyim Asy’ari
banyak melakukan aktivitas kemanusiaan sehingga ia tidak hanya berperan sebagai
pimpinan pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat secara
informal.
Aktivitas
Hasyim Asy;ari di budang sosial lainnya adalah mendirikan Organisasi Nhdatul
Ulama’ besar di jawa lainnya, seperti Ayekh Abdul Wahab dan Syekh Bishri
Syansuri, pada tanggal 31 januari 1926 atau 16 rajab 1344 H. memang pada
awalnya, Organisasi ini dikembangkan untuk merespon wacana Khilafah dan
gerakan purifikasi yang ketika nitu dikembangkan Rasyid Ridha di Mesir., tetapi
pada perkembangannya organisasi itu melakukan rekontruksi sosial keagamaan yang
lebih umum.[2]
KH.Hasyim
Asy’ari wafat pada tanggal 25 juli 1947 M, bertepatan dengan 7 ramadhan 1366 H
pada pukul 03.45, beliau ditetapkan sebagai pahlawan pergerakan nasional dengan
surat keputusan presiden RI no. 284/TK/tahun 1964, tangal 17 november 1964. Dimasa
hidupnya beliau mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan, khususnya di
lingkungan pesantren, baik dari segi ilmu maupun garis keturunan. Sedangkan
dalam perjuangannya dalam rangka merebut kemerdekaan melawan belanda,beliau
gigih dan punya semangat pantang menyerah serta jasa-jasanya kepada bangsa dan
negara sehingga beliau diakui sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. Komplek
pesantren tebu ireng menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi kyai Hasyim
Asy’ari.
Kyai
Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus akan ilmu agama (islam). Untuk mengobati
kehausannya itu, kyai Hasyim berkelana berbagai terkenal di jawa saat itu.
Tidak hanya itu, kyai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami
islam di tanah suci ( mekkah dan madinah). Dapat dikatakan, kyai Hasyim
termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah
jawa, “luru ilmu kanti lelaku” (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau
santri kelana.
Karena
berlatar belakang keluarga pesantren, pertama kali beliau secara serius di
didik dan di bimbing mendalami pengetahuan islam oleh ayahnya sendiri bahkan,
kyai hasyim mendapat bimbingan dari ayahnya dalam jangka waktu yang cukup lama
mulai masa kanak-kanak hingga berumur 15 tahun. Melalui ayahnya, kyai Hasyim
mulai mengenal dan mendalami tauhid, tafsir, hadist, bahasa arab dan kajian
keislaman lainnya. Dalam bimbingan ayahnya tersebut, kecerdasan kyai Hasyim
cukum menonjol. Belum genap berumur 13 tahun kyai Hasyim telah mampu menguasai
berbagai bidang kajian islam dan di percaya untuk mengajar para santri di
pesantren yang dimiliki ayahnya.[3]
B. Pemikiran-Pemikiran Hasyim Asy’ari Tentang
Pendidikan
Salah
satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah
kitab adab al-alim wa al-muta’allim fima yahtaj ilaih al-muta’allim fi ahwal
ta’allumih wa ma yatawaqqaf al-muallim fi maqamad taallimih. Sebagaimana
umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih di tekankan
pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikkan beberapa aspek
pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadist ikut pula mewarnai isi
kitab tersebut. Sebagai bukti adalah dikemukakannya beberapa hadist sebagai
dasar penjelasannya, disamping beberapa ayat Al-Quran dan pendapat para ulama’.
Untuk memahami pokok pikirannya dalam kitab tersebut, perlu pula diperhatika
latar belakang di tulisnya kitab tersebut, penyususn karya ini boleh jadi di
dorong oleh situasi pendidikan yang pada saat itu mengalami perubahan dan
pengembangan yang pesat, dan kebiasaan lama (tradisional) yang sudah mapan
kedalam bentuk baru (modern) akibat dari sistem pendidikan barat (imperialis
belanda) yang diterapkan di indonesia.
Kecenderungan
pemikiran Hasyim Asy’ari adalah mengetengahkan nilai-nilai estesis yang bernafaskan
sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasannya, misalnya
dalam keutamaan menurut ilmu. Untuk mendukung itu, dapat dikemukakan bahwa bagi
Hasyim Asy’ari keutamaan ilmu yang sangat istemewa adalah bagi orang-orang yang
benar-benar di Li allah ta’ala. Kemudian, ilmu dapat diraih jika orang
yang dicari ilmu tersebut suci dan bersih dari segala sifat yang jahat dan
aspek-aspek keduniawan. Kecenderungan ini merupakan wacana umum bagi
literature-literatur kitab kuning yang tidak bisa di hindari dari
persoalan-persoalan sufistik, yang secara umum merupakan bentuk replica atas
prinsip-prinsip sufisme Al-ghazali.
Maka
dari itu, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menurut ilmu, yaitu :
pertama, bagi peserta didik hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu jangan
sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau
menyepelekan. Kedua, bagi pendidik dalam mengajarkan ilmunya hendaknya
meluruskan niatanya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata disamping
itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang di perbuat.
Dalam
penjelasannya, dia tidak memberikan definisi secara khusus tentang pengertian
belajar. Dalam hal ini, yang menjadi titik tekanan adalah apada pengertian
bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha allah yang mengantarkan
seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Karenanya, belajar harus
diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya
sekedar menghilangkan kebodohan. Lebih lanjut untuk memperoleh ilmu yang
bermanfaat, Hasyim Asy’ari menyarankan kepada peserta didik untuk memperhatikan
sepuluh etika yang mesti dicamkan ketika belajar. Kesepuluh etika itu
diantaranya adalah membersihkan hati dari berbagai penyakit hati dan keimanan,
memiliki niat yang tulus-bukan mengharapkan sesuatu yang material-memanfaatkan
waktu yang baik, bersabar memiliki sifat qana’ah, pandai membagi waktu, tidak
terlalu banyak makan dan minum, bersikap hati-hati, tidak memperbanyak tidur,
dan menghindari dari hal-hal yang kurang bermanfaat.[4]
Salah
satu karya manumentak K.H. Hasyim Asy’ri yang berbicara tentangpendidikan
adalah kitab adab al-Alim wa al mutaallim fina yahtajila al Muta’allim fi
ahuwal Ta’allum wa ma yaaqaff al-Mu’allim fi maqamat ta’limi, yang dicetak pertama
kali pada 1415 KH. Hasyim Asy’ari ini didasari oleh kesadaran akan perlunya
inveratur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahua.
Menurut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang
mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula. Dengan demikian,
literatus yang menyajukkan etika-etika belajar merupakan keniscayaan.
Kitab
ini secara keseluruhan terdiri atas 8 bab yang masing-masing membahas tentang
keutamaan ilmu dan ilmuwan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan dalam
belajar etika seorang murid terhdap guru, etika murid terhadap pelajaran dan
hal-hal yang harus dipedomi bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi
guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya,
etika membangun literature dan alat-alat yang di gunakan dalam belajar. Ke
delapan bab tersebut sesungguhnya dapat di klarifikasikan menjadi tiga bagian penting
yaknin signifikasi pendidikan, tanggung jawab, dan tugas murid, serta tangung
dan tugas guru.
Menurut
Lathifathul Khuluq, kesuksesan K.H Hasyim Asy’ari dalam membangun dan mendidik
para murid di pesantrennya disebabkan paling tidak tujuh faktor : pertama,
metode pengajarannya sangatlah menarik disebabkan kedalam ilmunya dan
pengalamannya dalam mengajar, khususnya karena ia telah mulai mengajar sejak
usia muda. Kedua, K.H. Hasyim Asy’ari member perhatian yang lebih kepada
siswa-siswi yang mempunyai kemampuan dan bakat khusus yang diperkirakan akan
dapat menjadi ulama besar di masa yang akan mendatang. Ketiga, pengetahuan non
agama juga di ajarkan di pesantren tebu ireng di samping pengetahuan agama.
Keempat, K.H.Hasyim Asy’ari juga mengajarkan para santrinya dengan kemampuan
khusus dalam bidang managemen dan organisasi. Kelima, selama hidup Hasyim
Asy’ari, pesantren tebu ireng menjadi pusat pendidikan tinggi. Keenam,
K.H.Hasyim Asy’ari member kesempatan bagi putra putrid nya dan keluarga dekat
lain untuk melanjutkan pelajaran agama mereka ke pesantren-pesantren, dan
bahkan ada yang melanjutkan ke hijaz untuk mempersiapkan mereka melanjutkan
tongkat kepemimpinan tebu ireng. Ketujuh, dukungan dan rasa hormat dari banyak
kiai di jawa membantu K.H. Hasyim Asy’ari meningkatkan perkembangan pesantrennya.[5]
Salah
satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah
kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim, pembahasan terhadap
masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan,
meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya.[4] Di
antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
a. Signifikasi
pendidikan
Signifikasi pendidikan menurut KH Hasyim
Asy’ari adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa
taqwa kepada Allah SWT, dengan benar benar mengamalkan segala perintahnya dan
menegakkan keadilan dimuka bumi, beramal shaleh dan maslahat, pantas menyandang
predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari
segala jenis makhluk Allah yang lainnya.
b. Tujuan
pendidikan
Tujuan pendidikan meurut Hasyim Asy’ari
adalah (1) menjadi insane yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, (2)
insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.[6]
c. Karakteristik
guru
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan karakteristik
yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain.[7]
1) Menjaga
diri dari hal hal yang menurunkan martabat
2) Pandai
mengajar.
3) Berwawasan
luas
4) Mengamalkan
ajaran Al- Qur’an dan Al-Hadist
5) Cakap
dan professional
6) Kasih
saying
7) Berwibawa
8) Takut
pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusyu’
d. Tugas
dan Tanggung Jawab Murid
Etika dalam belajar
|
Etika terhadap guru
|
Etika terhadap pelajaran
|
Membersihkan hati
|
Memperhatikan guru
|
Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu
‘ain
|
Membersihkan niat
|
Mengikuti jejak guru
|
Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para
ulama
|
Pandai mengatur waktu
|
Memuliakan guru
|
Bercita cita tinggi
|
Menyederhanakan makan dan minum
dan Berhati-hati |
Bersabar terhadap kekerasan guru
|
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
|
Menyedikitkan tidur
|
Duduk dengan rapi
|
Menanyakan apa yang tidak difahami
|
Menghindari kemalasan
|
Berbicara sopan
|
Selalu membawa catatan
|
Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah
|
Tidak menyela guru
|
Belajar secara continue, dan menanamkan
rasa antusias belajar.[7]
|
e. Sistem
pendidikan
Dalam system pendidikan KH Hasyim Asy’ari
berlandaskan Al-qur’an sebagai paradigma nya dalam hal ini, karena dengan
berlandaskan dengan wahyu tuhan terwujud suatu sitem pendidikan yang
koomperhensif yaitu meliputi tiga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
f. Kurikulum
pendidikan
Kurikulum yang ditetapkan oleh KH Hasyim
Asy’ari adalah; Al-Qur’an dan Hadist, fiqih, ushul fiqih, nahwu, shorof, dan
cenderung menerapkan system kurikulum pendidikan yang mengajarkan kitab kitab
klasik.
g. Metode
pengajaran
Dalam menentukan pilihan metode pembelajaran
harus disesuaikan dan mempertimbangkan tujuan, materi, maupun lingkungan
pendidikan, bila mengacu pada pesantren maka metode yang digunakan adaalah
metode yang konvensional yaitu sistem sorogan, bandongan, wetonan, dengan
kajian pokok kitab kitab klasik.
h. Proses
belajar mengajar
Sesungguhnya keberhasilan dalam proses
belajar mmengajar sangat dipengarui oleh berbagai faktor di antaranya; guru,
murid, tujuan pendidikan, kurikulum dan metode, dalam hal ini pemikiran KH
Hasyim Asy’ari bisa dikatakan masih bersifat tradisionalis, karena dia
memposisikan guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek, guru tidak hanya
sebagai transmitor pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga sebagai pihak
yang memberi pengaruh secara signifikan terhadap pembentukan prilaku (etika)
peserta didik.[8]
i. Evaluasi
Menurut KH Hasyim Asy’ari dalam proses
evaluasi tidak hanya untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengusaan murid
terhadap materi namun juga untuk mengetahui sejauh mana upaya internalisasi
nilai nilai dalam peserta didik bias diserap dalam kehidupan sehari hari.
Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan
seorang guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih ditekankan kepada
pengamatan kehidupan santri sehari harinya. Sehingga mengenai hal evaluasi
tidak menggunakan standarisasi nilai, namun mereka sudah dianggap baik bila
mereka sudah bisa mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari hari.[9]
C. karya-karya KH Hasyim Asy’ari
Adapun karya-karya kiyai
Hasyim Asy’ari yang berhasil didokumentasikan, terutama oleh cucunya, almarhum
Isham Hadziq, adalah sebagai berikut:
1. Al-Tibyan
fi al-Nahly ’an Muqatha’at al-Arhamwa al-Aqaribwa al-Ikhwan
2. Muqoddimah
al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyatNahdhatulUlama
3. Risalah
fi Ta’kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah
4. Mawa’idz
5. Arba’inaHaditsanTata’allaqu
bi Mabadi’jam’iyyatNahdhotulUlama
6. Al-Nur
al-Mubin fi MahabbatiSayyid al-Mursalin.
7. Al-Tanbihat
al-WajibatLimanYashna al-Mawlid bi al-Munkarat
8. RisalahAhl
al-Sunnahwa al-Jama’ahfuHadits al-MawtawaSyuruth al-Sa’ahwaBayaniMafhum
al-Sunnahwa al-Bid’ah
9. ZiyadatTa’liqat
‘alaMandzumahSyaikh ’Ab-dullah bin Yasin al-Fasuruani
10. Dhaw’ilMisbah
fi Bayan Ahkam al-Nikah
11. Al-Dzurrah
al-Muntasyirah fi MasailTis’aAsyarah
12. Al-Risalah
fi al-Aqaid
13. Al-Risalah
fi al-Tasawuf
14. Adab
al-’Alimwa al-Muta’allim fi ma YahtajuIlayh al-Muta’allim fi AhwalTa’limihiwa
ma Yatawaqqafu ’alayhi al-Mu’allim fi MaqamatiTa’limihi.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
KH. Hasyiim Asy’aru adalah seorang ulama yang
memiliki tingkat intelektual yang sangat tinggi. Hal ini di pengaruhi oleh perjalanan
hidupnya yang selalu diwarnai dengan menuntut ilmu. Dalam perjalanan pencarian
ilmunya tampak sekali bahwa gencaloni intelektual keilmuan KH. Hasyim Asy’ari
berasal dari pakar-pakar agama yang memiliki kualitas internasional sehingga
kyai Hasyim sangat ahli dalam Al-Qur’an dan Hadis. Beliau juga di beri gelar
Hadratus Syaikh yang artinya “maha guru” selain itu beliau seorang perintis
pesantren tebuireng yang merupakan lembaga pendidikan islam tradisional. Dan
tak kalah hebatnya Hasyim Asy’ari juga adalah seorang pengarang kitab agama
yang sangat produktif.
2.
Sejarah terikat Qadiriyah
wa Naqshabandiyah juga tidak lepas
dari adanya islamisasi para tkoh-tokoh sufi yang berperan dalam menyebarkan
agama islam di Nusantara di indonesia.terekat tesebut di bawa oeh kyai Khalil
menantu Kyai Tamim Ramli yang mendapat bai’at dari syeikh Ahmad Hasbullah
Khalifah dari Syeikh Abdul Karim Banten. Setelah itu kemimpinan terekat kepada
anak kyai tammim yaiu KH. Ramli dan selanjutnya diserahkan kepaada putranya KH.
Musta’in Ramlii akan tetapi pada masanya kemimpinan KH. Musta’in Ramli terekat
mengalami goncangan poitik karena KH.Mustta’in Ramli berafilisasi ke golkar dan
menyebabkan muncul terekat baru didaerah cukir. Di Jombang tarekat terpecah
menjadi dua kubu, yaitu Rejoso yang di piiimpin KH.Musta’in Ramli dan di cukir oleh KH.Adlan Aly.
3.
Pemikiran KH.Hasyim sangat sunnisme, beliau juga
mengikuti pandangan Al-Ghazali yang menolak pernyataan kewalian seseorang.
Menurut kyai Hasyim menyimpang dari ajaran islam. Beliau menentang pernyataan
seseorang tentang kewalian mursyud
terekat melainkan beliau menolak dan tidak kenal kompromi terhadaap
pernyataan kewalian seseorang mursyid(guru) terekat, karena menurut beliau hal
semacam itu menyimpang dai syariat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran
Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena Salsabila, 2015) hlm., 173-174
Siswanto, Pendidikan Islam Dalam
Perspektif Filosofis, (Pamekasan : Keben Perdana Malang, 2009) hlm.,
120-121
Rozikin Badiatul , 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia,
(Yogyakarta : e-Nusantara, 2009) hlm., 246.
Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran
Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena Salsabila, 2015) hlm., 176-178.
Kurniawan samsul dan Mahrus Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta
: Ar Ruzz Media, 2011) hlm., 211-212.
Rohinah M nor, K.H Hasyim Asy’ari
memordenisasikan NU Dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Grafindo Khazanah
Ilmu, 2010) hlm., 18-19
Surwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan
Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004) hlm., 153.
http://habibah-kolis.blogspot.com/2008/01/hasyim
-asyari.html
http://habibah-kolis.blogspot.com/2008/01/hasyim
-asyari.html
Zuhairi Misrawi, Hadrasatussyaikh Hasyim
Asy’ari, (Jakarta : PT. Kompas
Media Nusantara, 2010) hlm., 96-99.
[1]
Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena
Salsabila, 2015) hlm., 173-174.
[2]
Siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, (Pamekasan :
Keben Perdana Malang, 2009) hlm., 120-121
[3]
Badiatul Rozikin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta :
e-Nusantara, 2009) hlm., 246.
[4]
Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena
Salsabila, 2015) hlm., 176-178.
[5]
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta
: Ar Ruzz Media, 2011) hlm., 211-212.
[6]
Rohinah M nor, K.H Hasyim Asy’ari memordenisasikan NU Dan Pendidikan Islam, (Jakarta
: Grafindo Khazanah Ilmu, 2010) hlm., 18-19.
[7]
Surwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2004) hlm., 153.
[10]
Zuhairi Misrawi, Hadrasatussyaikh Hasyim Asy’ari, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2010)
hlm., 96-99.