Konsep Pendidikan dalam Perspektif Hasyim Asy’ari (Makalah Lengkap)


Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus akan ilmu agama (islam). Untuk mengobati kehausannya itu, kyai Hasyim berkelana berbagai terkenal di jawa saat itu. Tidak hanya itu, kyai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami islam di tanah suci ( mekkah dan madinah). Dapat dikatakan, kyai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah jawa, “luru ilmu kanti lelaku” (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau santri kelana. Untuk lebih jelasnya, silahkan lanjut baca makalah ini sampai selesai.


BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan hendaknya mampu mengantarkan umamt manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebijakan norma-norma islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat islam harus maju dalam berbagai keilmuan agar kita tidak dibodohi oleh bangsa atau umatnyang tidak searah dengan kita. Umat islam harus sejalan dengan sesuai nilai dan norma-norma islam.
Menurut K.H Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya untuk sekedar  menghilangkan kebodohan.

B. Rumusan Masalah
           1.      Bagaimana biografi KH Hasyim Asy’ari?
           2.      Apa saja pemikiran-pemikiran tentang pendidikan menurut Hasyim Asy’ari?
           3.      Apa saja karya-karya KH Hasyim Asy’ari?
                  
C. Tujuan Penulisan
           1.      Untuk mengetahui dan mempelajari biografi KH Hayim Asy’ari
           2.      Untuk mengetahu dan mempelajari tentang pendidikan menurut Hasyim Asy’ari
           3.      Untuk mengetahu dan mempelajari karya-karya KH Hasyim Asy’ari

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari
            Lahir pada bulan februari 1287 H. /1871 M. di gedang jombang, jawa timur. Hasyim Asy’ari menghabiskan sebagian nmasa kecilnya di lingkungan santri. Ayahnya, kyai ASy’ari berasal dari demak, jawa tengah, memiliki sebuah pesantren besar. Ayahnya adalah keturunan kedelapan dari penguasa kerajaan islam demak, jaka tinggir, sultan pajang pada tahun 1568, yang merupakan putra brawijaya VI, penguasa majapahit pada seperempat pertama abad VXI di jawa.
            Sebagaimana santri lain pada masanya,  hasyim Asy’ari mengenyam pendidikan pesantren sejak usia dini. Sebelum dia berumur 6 tahun, Kyai usman (kakeknya) yang merawatnya. Hingga mencapai usianya 15 tahu, ayahnya memberinya dasar-dasar islam, khususnya membaca dan menghafal Al-Quran. Jenjang pendidikan selanjutnya di tempuh di berbagai pesantren. Pada awalnya, ia menjadi santri di pesantren wonopojo di probolinggo, kemudia pindah di pesantren langitan, tuban. Selanjutnya, ia menimba ilmu di bangkalan, di sebuah pesantren yang diasuh oleh kyai kholil. Terakhir sebelum belajar ke mekkahia sampai nyantri di pesantren siwalan panji, sidoarjo. Pada pesantren yang terakhir inilah ia dijadikan menantu oeh kyai ya’qub, pengasuh pesantren tersebut.
            Ia juga pernah belajar di mekkah selama 7 tahun, dan berburu pada sejumlah ulama’, diantaranya syeikh ahmad amin al-athhar, sayyid sultan ibn hasyim, sayyid ahmad ibn hasan al-athhar, syaikh yamay, sayyid alawi bn ahmad al-syaqqaf, sayyid abbas maliki, dan sebagainya.[1]
            Pada tahun 1899/1990, ia kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayahnya, baru kemudia mendirikan pesantren sendiri di sekitar daerah Cukir, pesantren tebu ireng, pada tanggal 6 februari 1906. Di pesantren inilah Hasyim Asy’ari banyak melakukan aktivitas kemanusiaan sehingga ia tidak hanya berperan sebagai pimpinan pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat secara informal.
            Aktivitas Hasyim Asy;ari di budang sosial lainnya adalah mendirikan Organisasi Nhdatul Ulama’ besar di jawa lainnya, seperti Ayekh Abdul Wahab dan Syekh Bishri Syansuri, pada tanggal 31 januari 1926 atau 16 rajab 1344 H. memang pada awalnya, Organisasi ini dikembangkan untuk merespon wacana Khilafah dan gerakan purifikasi yang ketika nitu dikembangkan Rasyid Ridha di Mesir., tetapi pada perkembangannya organisasi itu melakukan rekontruksi sosial keagamaan yang lebih umum.[2]
            KH.Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 juli 1947 M, bertepatan dengan 7 ramadhan 1366 H pada pukul 03.45, beliau ditetapkan sebagai pahlawan pergerakan nasional dengan surat keputusan presiden RI no. 284/TK/tahun 1964, tangal 17 november 1964. Dimasa hidupnya beliau mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pesantren, baik dari segi ilmu maupun garis keturunan. Sedangkan dalam perjuangannya dalam rangka merebut kemerdekaan melawan belanda,beliau gigih dan punya semangat pantang menyerah serta jasa-jasanya kepada bangsa dan negara sehingga beliau diakui sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. Komplek pesantren tebu ireng menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi kyai Hasyim Asy’ari.
            Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus akan ilmu agama (islam). Untuk mengobati kehausannya itu, kyai Hasyim berkelana berbagai terkenal di jawa saat itu. Tidak hanya itu, kyai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami islam di tanah suci ( mekkah dan madinah). Dapat dikatakan, kyai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah jawa, “luru ilmu kanti lelaku” (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau santri kelana.
            Karena berlatar belakang keluarga pesantren, pertama kali beliau secara serius di didik dan di bimbing mendalami pengetahuan islam oleh ayahnya sendiri bahkan, kyai hasyim mendapat bimbingan dari ayahnya dalam jangka waktu yang cukup lama mulai masa kanak-kanak hingga berumur 15 tahun. Melalui ayahnya, kyai Hasyim mulai mengenal dan mendalami tauhid, tafsir, hadist, bahasa arab dan kajian keislaman lainnya. Dalam bimbingan ayahnya tersebut, kecerdasan kyai Hasyim cukum menonjol. Belum genap berumur 13 tahun kyai Hasyim telah mampu menguasai berbagai bidang kajian islam dan di percaya untuk mengajar para santri di pesantren yang dimiliki ayahnya.[3]
B. Pemikiran-Pemikiran Hasyim Asy’ari Tentang Pendidikan
            Salah satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab adab al-alim wa al-muta’allim fima yahtaj ilaih al-muta’allim fi ahwal ta’allumih wa ma yatawaqqaf al-muallim fi maqamad taallimih. Sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih di tekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikkan beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadist ikut pula mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti adalah dikemukakannya beberapa hadist sebagai dasar penjelasannya, disamping beberapa ayat Al-Quran dan pendapat para ulama’. Untuk memahami pokok pikirannya dalam kitab tersebut, perlu pula diperhatika latar belakang di tulisnya kitab tersebut, penyususn karya ini boleh jadi di dorong oleh situasi pendidikan yang pada saat itu mengalami perubahan dan pengembangan yang pesat, dan kebiasaan lama (tradisional) yang sudah mapan kedalam bentuk baru (modern) akibat dari sistem pendidikan barat (imperialis belanda) yang diterapkan di indonesia.
            Kecenderungan pemikiran Hasyim Asy’ari adalah mengetengahkan nilai-nilai estesis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasannya, misalnya dalam keutamaan menurut ilmu. Untuk mendukung itu, dapat dikemukakan bahwa bagi Hasyim Asy’ari keutamaan ilmu yang sangat istemewa adalah bagi orang-orang yang benar-benar di Li allah ta’ala. Kemudian, ilmu dapat diraih jika orang yang dicari ilmu tersebut suci dan bersih dari segala sifat yang jahat dan aspek-aspek keduniawan. Kecenderungan ini merupakan wacana umum bagi literature-literatur kitab kuning yang tidak bisa di hindari dari persoalan-persoalan sufistik, yang secara umum merupakan bentuk replica atas prinsip-prinsip sufisme Al-ghazali.
            Maka dari itu, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menurut ilmu, yaitu : pertama, bagi peserta didik hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi pendidik dalam mengajarkan ilmunya hendaknya meluruskan niatanya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata disamping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang di perbuat.
            Dalam penjelasannya, dia tidak memberikan definisi secara khusus tentang pengertian belajar. Dalam hal ini, yang menjadi titik tekanan adalah apada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Karenanya, belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya sekedar menghilangkan kebodohan. Lebih lanjut untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, Hasyim Asy’ari menyarankan kepada peserta didik untuk memperhatikan sepuluh etika yang mesti dicamkan ketika belajar. Kesepuluh etika itu diantaranya adalah membersihkan hati dari berbagai penyakit hati dan keimanan, memiliki niat yang tulus-bukan mengharapkan sesuatu yang material-memanfaatkan waktu yang baik, bersabar memiliki sifat qana’ah, pandai membagi waktu, tidak terlalu banyak makan dan minum, bersikap hati-hati, tidak memperbanyak tidur, dan menghindari dari hal-hal yang kurang bermanfaat.[4]
            Salah satu karya manumentak K.H. Hasyim Asy’ri yang berbicara tentangpendidikan adalah kitab adab al-Alim wa al mutaallim fina yahtajila al Muta’allim fi ahuwal Ta’allum wa ma yaaqaff al-Mu’allim fi maqamat ta’limi, yang dicetak pertama kali pada 1415 KH. Hasyim Asy’ari ini didasari oleh kesadaran akan perlunya inveratur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahua. Menurut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula. Dengan demikian, literatus yang menyajukkan etika-etika belajar merupakan keniscayaan.
            Kitab ini secara keseluruhan terdiri atas 8 bab yang masing-masing membahas tentang keutamaan ilmu dan ilmuwan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan dalam belajar etika seorang murid terhdap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomi bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya, etika membangun literature dan alat-alat yang di gunakan dalam belajar. Ke delapan bab tersebut sesungguhnya dapat di klarifikasikan menjadi tiga bagian penting yaknin signifikasi pendidikan, tanggung jawab, dan tugas murid, serta tangung dan tugas guru.
            Menurut Lathifathul Khuluq, kesuksesan K.H Hasyim Asy’ari dalam membangun dan mendidik para murid di pesantrennya disebabkan paling tidak tujuh faktor : pertama, metode pengajarannya sangatlah menarik disebabkan kedalam ilmunya dan pengalamannya dalam mengajar, khususnya karena ia telah mulai mengajar sejak usia muda. Kedua, K.H. Hasyim Asy’ari member perhatian yang lebih kepada siswa-siswi yang mempunyai kemampuan dan bakat khusus yang diperkirakan akan dapat menjadi ulama besar di masa yang akan mendatang. Ketiga, pengetahuan non agama juga di ajarkan di pesantren tebu ireng di samping pengetahuan agama. Keempat, K.H.Hasyim Asy’ari juga mengajarkan para santrinya dengan kemampuan khusus dalam bidang managemen dan organisasi. Kelima, selama hidup Hasyim Asy’ari, pesantren tebu ireng menjadi pusat pendidikan tinggi. Keenam, K.H.Hasyim Asy’ari member kesempatan bagi putra putrid nya dan keluarga dekat lain untuk melanjutkan pelajaran agama mereka ke pesantren-pesantren, dan bahkan ada yang melanjutkan ke hijaz untuk mempersiapkan mereka melanjutkan tongkat kepemimpinan tebu ireng. Ketujuh, dukungan dan rasa hormat dari banyak kiai di jawa membantu K.H. Hasyim Asy’ari meningkatkan perkembangan pesantrennya.[5]
            Salah satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya.[4] Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
a.       Signifikasi pendidikan
Signifikasi pendidikan menurut KH Hasyim Asy’ari adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa taqwa kepada Allah SWT, dengan benar benar mengamalkan segala perintahnya dan menegakkan keadilan dimuka bumi, beramal shaleh dan maslahat, pantas menyandang predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk Allah yang lainnya.
b.      Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan meurut Hasyim Asy’ari adalah (1) menjadi insane yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, (2) insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.[6]
c.       Karakteristik guru
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain.[7]
1)      Menjaga diri dari hal hal yang  menurunkan martabat
2)      Pandai mengajar.
3)      Berwawasan luas
4)      Mengamalkan ajaran Al- Qur’an dan Al-Hadist
5)      Cakap dan professional
6)      Kasih saying
7)      Berwibawa
8)      Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusyu’

d.      Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Etika dalam belajar
Etika terhadap guru
Etika terhadap pelajaran
Membersihkan hati
Memperhatikan guru
Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
Membersihkan niat
Mengikuti jejak guru
Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
Pandai mengatur waktu
Memuliakan guru
Bercita cita tinggi
Menyederhanakan makan dan minum
dan Berhati-hati
Bersabar terhadap kekerasan guru
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
Menyedikitkan tidur
Duduk dengan rapi
Menanyakan apa yang tidak difahami
Menghindari kemalasan
Berbicara sopan
Selalu membawa catatan
Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah
Tidak menyela guru
Belajar secara continue, dan menanamkan rasa antusias belajar.[7]
e.       Sistem pendidikan
Dalam system pendidikan KH Hasyim Asy’ari berlandaskan Al-qur’an sebagai paradigma nya dalam hal ini, karena dengan berlandaskan dengan wahyu tuhan terwujud suatu sitem pendidikan yang koomperhensif yaitu meliputi tiga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
f.       Kurikulum pendidikan
Kurikulum yang ditetapkan oleh KH Hasyim Asy’ari adalah; Al-Qur’an dan Hadist, fiqih, ushul fiqih, nahwu, shorof, dan cenderung menerapkan system kurikulum pendidikan yang mengajarkan kitab kitab klasik.
g.      Metode pengajaran
Dalam menentukan pilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dan mempertimbangkan tujuan, materi, maupun lingkungan pendidikan, bila mengacu pada pesantren maka metode yang digunakan adaalah metode yang konvensional yaitu sistem sorogan, bandongan, wetonan, dengan kajian pokok kitab kitab klasik.
h.      Proses belajar mengajar
Sesungguhnya keberhasilan dalam proses belajar mmengajar sangat dipengarui oleh berbagai faktor di antaranya; guru, murid, tujuan pendidikan, kurikulum dan metode, dalam hal ini pemikiran KH Hasyim Asy’ari bisa dikatakan masih bersifat tradisionalis, karena dia memposisikan guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek, guru tidak hanya sebagai transmitor pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga sebagai pihak yang memberi pengaruh secara signifikan terhadap pembentukan prilaku (etika) peserta didik.[8]
i.        Evaluasi
Menurut KH Hasyim Asy’ari dalam proses evaluasi tidak hanya untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengusaan murid terhadap materi namun juga untuk mengetahui sejauh mana upaya internalisasi nilai nilai dalam peserta didik bias diserap dalam kehidupan sehari hari.
Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan seorang guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih ditekankan kepada pengamatan kehidupan santri sehari harinya. Sehingga mengenai hal evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun mereka sudah dianggap baik bila mereka sudah bisa mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari hari.[9]
C. karya-karya KH Hasyim Asy’ari
Adapun karya-karya kiyai Hasyim Asy’ari yang berhasil didokumentasikan, terutama oleh cucunya, almarhum Isham Hadziq, adalah sebagai berikut:
1.         Al-Tibyan fi al-Nahly ’an Muqatha’at al-Arhamwa al-Aqaribwa al-Ikhwan
2.         Muqoddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyatNahdhatulUlama
3.         Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah
4.         Mawa’idz
5.         Arba’inaHaditsanTata’allaqu bi Mabadi’jam’iyyatNahdhotulUlama
6.         Al-Nur al-Mubin fi MahabbatiSayyid al-Mursalin.
7.         Al-Tanbihat al-WajibatLimanYashna al-Mawlid bi al-Munkarat
8.         RisalahAhl al-Sunnahwa al-Jama’ahfuHadits al-MawtawaSyuruth al-Sa’ahwaBayaniMafhum al-Sunnahwa al-Bid’ah
9.         ZiyadatTa’liqat ‘alaMandzumahSyaikh ’Ab-dullah bin Yasin al-Fasuruani
10.     Dhaw’ilMisbah fi Bayan Ahkam al-Nikah
11.     Al-Dzurrah al-Muntasyirah fi MasailTis’aAsyarah
12.     Al-Risalah fi al-Aqaid
13.     Al-Risalah fi al-Tasawuf
14.     Adab al-’Alimwa al-Muta’allim fi ma YahtajuIlayh al-Muta’allim fi AhwalTa’limihiwa ma Yatawaqqafu ’alayhi al-Mu’allim fi MaqamatiTa’limihi.[10]


BAB III
PENUTUP

       A.    Kesimpulan
1.      KH. Hasyiim Asy’aru adalah seorang ulama yang memiliki tingkat intelektual yang sangat tinggi. Hal ini di pengaruhi oleh perjalanan hidupnya yang selalu diwarnai dengan menuntut ilmu. Dalam perjalanan pencarian ilmunya tampak sekali bahwa gencaloni intelektual keilmuan KH. Hasyim Asy’ari berasal dari pakar-pakar agama yang memiliki kualitas internasional sehingga kyai Hasyim sangat ahli dalam Al-Qur’an dan Hadis. Beliau juga di beri gelar Hadratus Syaikh yang artinya “maha guru” selain itu beliau seorang perintis pesantren tebuireng yang merupakan lembaga pendidikan islam tradisional. Dan tak kalah hebatnya Hasyim Asy’ari juga adalah seorang pengarang kitab agama yang sangat produktif.
2.      Sejarah terikat Qadiriyah wa Naqshabandiyah juga tidak lepas dari adanya islamisasi para tkoh-tokoh sufi yang berperan dalam menyebarkan agama islam di Nusantara di indonesia.terekat tesebut di bawa oeh kyai Khalil menantu Kyai Tamim Ramli yang mendapat bai’at dari syeikh Ahmad Hasbullah Khalifah dari Syeikh Abdul Karim Banten. Setelah itu kemimpinan terekat kepada anak kyai tammim yaiu KH. Ramli dan selanjutnya diserahkan kepaada putranya KH. Musta’in Ramlii akan tetapi pada masanya kemimpinan KH. Musta’in Ramli terekat mengalami goncangan poitik karena KH.Mustta’in Ramli berafilisasi ke golkar dan menyebabkan muncul terekat baru didaerah cukir. Di Jombang tarekat terpecah menjadi dua kubu, yaitu Rejoso yang di piiimpin KH.Musta’in  Ramli dan di cukir oleh KH.Adlan Aly.
3.      Pemikiran KH.Hasyim sangat sunnisme, beliau juga mengikuti pandangan Al-Ghazali yang menolak pernyataan kewalian seseorang. Menurut kyai Hasyim menyimpang dari ajaran islam. Beliau menentang pernyataan seseorang tentang kewalian mursyud  terekat melainkan beliau menolak dan tidak kenal kompromi terhadaap pernyataan kewalian seseorang mursyid(guru) terekat, karena menurut beliau hal semacam itu menyimpang dai syariat islam.

DAFTAR PUSTAKA

Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena Salsabila, 2015) hlm., 173-174
Siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, (Pamekasan : Keben Perdana Malang, 2009) hlm., 120-121
Rozikin Badiatul , 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta : e-Nusantara, 2009) hlm., 246.
Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena Salsabila, 2015) hlm., 176-178.

Kurniawan samsul dan Mahrus Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : Ar Ruzz Media, 2011) hlm., 211-212.

Rohinah M nor, K.H Hasyim Asy’ari memordenisasikan NU Dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu, 2010) hlm., 18-19
Surwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004) hlm., 153. 
http://habibah-kolis.blogspot.com/2008/01/hasyim -asyari.html
http://habibah-kolis.blogspot.com/2008/01/hasyim -asyari.html
Zuhairi Misrawi, Hadrasatussyaikh Hasyim Asy’ari, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2010) hlm., 96-99.


[1] Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena Salsabila, 2015) hlm., 173-174.
[2] Siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, (Pamekasan : Keben Perdana Malang, 2009) hlm., 120-121
[3] Badiatul Rozikin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta : e-Nusantara, 2009) hlm., 246.
[4] Siswanto, Filsafat Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya : Pena Salsabila, 2015) hlm., 176-178.

[5] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : Ar Ruzz Media, 2011) hlm., 211-212.
[6] Rohinah M nor, K.H Hasyim Asy’ari memordenisasikan NU Dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu, 2010) hlm., 18-19.
[7] Surwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004) hlm., 153.
[8] http://habibah-kolis.blogspot.com/2008/01/hasyim -asyari.html

[9] http://habibah-kolis.blogspot.com/2008/01/hasyim -asyari.html
[10] Zuhairi Misrawi, Hadrasatussyaikh Hasyim Asy’ari, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2010) hlm., 96-99.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel