Inovasi Pembelajaran Kontekstual

Pada perkembangan anak usia sekolah dasar, anak membutuhkan suatu pembelajaran yang konkrit atau nyata dan tentunya memiliki manfaat bagi peserta didik, dan juga harus memperhatikan keinginan siswa agar siswa tidak menjadi pasif dalam kegiatan pembelajaran.
Perlu adanya pendekatan yang mampu meningkatkan potensi peserta didik, agar peserta didik dapat berperan secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Pendekatan yang lebih mengutamakan pada keaktifan siswa didalam melakukan sesuatu, dapat memberikan pengalaman yang bernilai dan mengesankan kepada siswa. Salah satu inovasi pembelajaran kontekstual akan membahas bagaimana seorang siswa akan menjadi akrab dengan lingkungannya.

PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses dalam pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menemukan makna dari materi yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata mereka dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan.[1]
Di dalam pembelajaran kontekstual, terdapat 5 karakteristik dalam penngunaan proes pembelajaran kontekstual:
1. Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengaktifkan penegetahuan yang sudah ada, maksudnya pengetahuan yang akan dipelajari sudah pernah dipelajari sebelumnya, jadi pengetahuan yang diperoleh siswa memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
2. Pemebelajarn kontekstual merupakan belajar dalam rangka untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang dihasilkan dengan cara deduktif, yaitu mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya (umum - khusus)
3. Pemahaman pengetahuan, yaitu pengetahuan yang diperoleh untuk dipahami dan diyakini, contoh dengan meminta pendapat yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya kemudian, berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan tersebut dikembangkan.
4. Mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman tersebut, yaitu pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat dipraktekkan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilakunya.
5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengetahuan tersebut. Hai tersebut dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan srategi.[2]
B. Pendekatan dan Prinsip Pembelajarn Kontekstual
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual
Siswa dalam pembelajaran kontekstual dilihat (dipandang) sebagai individu yang sedang berkembang atau berada pada tahap-tahap perkembangan. Peran guru pada tahap ini, sebagai pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Guru berperan sebagai pemilih bahan-bahan pelajarn yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa,. Guru membantu agar siswa mampu untuk mengaitkan pengalaman baru dengan pengalaman yang didapat sebelumnya, mempermudah agar siswa mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.
Jadi, Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) lebih menekankan pada aktivitas siswa secara penuh baik fisik, maupun mental siswa. Pembelajaran kontekstual juga melihat belajar bukanlah kegiatan mengingat fakta-fakta, mendemonsrasikan latihan secara berulang-ulang, maupun menghafal, melainkan suatu proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
2. Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual
Elaine B. Jhonson menyatakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, minimal ada 3 prinsip utama yang sering digunakan, diantaranya: diferensiasi, saling ketergantungan dan pengorganisasian.
Pertama, prinsip diferensiasi, prinsip diferensiasi menunjukkan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. Jika dalam pandangan agama, kreativitas tersebut bukan pada alam semestanya melainkan, pada penciptaNya. Diferensiasi bukan hanya perubahan dan kemajuan yang tanpa batas, melainkan juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan. Apabila pendidim juga memiliki keyakinan yang sama dengan para ilmuan, bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini, tidak hanya berpengaruh pada alam semesta, melainkan jiga berpengaruh pada sistem pendidikan.
Para pendidik dituntut mendidik, melatih, mengajar, membimbing sejaln dengan prinsip diferensiasialam semesta. Dalam proses pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan lebih menekankan pada variasi, kolaborasi, keunikan dan kreativitas siswa. Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa, dan menekankan pada kreativitas dan aktivitas siswa.
Kedua, prinsip saling ketergantungan, segala yang ada di dunia ini saling ketergantungan, baik manusia maupun makhluk hidup yang lainnya saling berhubungan. Begitu pula dengan pendidikan dan pembelajaran, sekolah adalah suatu sistem kehidupan, dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan ketergantungan pada guru, kepala sekolah, tata usah, orang tua dan narasumber yang ada dilingkungan sekolah. Dalam pembelajaran, siswa berhubungan dengan sumber belajar, bahan ajar, sarana prasarana belajar, media, iklim sekolah dan lingkungan.
Saling keterkaitan ini tidak hanya sebatas pada memberikan kemudahan dan dukungan akan tetapi, juga memberikan makna tersendiri, karena makna ada jika ada hubungan yang berarti. Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajarannya menekankan pada hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dan praktik, dan antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapannya dalam kehidupan.
Ketiga, prinsip pengorganisasian diri, setiap individu dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat, yakni kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Prinsip pengorganisasian diri, menuntut para pendidik dan pengajar agar mendorong setiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya secara optimal. Pembelajaran kontekstual ditujukan untuk membantu para siswa untuk mencapai penguasaan keterampilan standar, pengembangan sikap dan moral sesuai dengan yang dihapakan masyarakat dan mencapai keunggulan akademik.[3]
C. Asas-Asas dalam Pembelajaran Kontekstual
Asas-asas atau komponen-komponen pembelajaran kontekstual memiliki 7 asas/komponen diantaranya:
1. Inkuiri
Merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sisitematis. Guru bukan untuk mempersiapkan siswa untuk menghafal sejumlah materi, melainkan menyusun pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan sendiri materi yang harus dipahami.
Pada model inquiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yakni: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan, dan membuat kesimpulan. Penerapan model inquiri dapat dilakukan di dalam pembelajaran kontekstual, dimulai dari kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan ini siswa didorong untuk dapat menenemukan masalah, apabila masalah tersebut dipahami dengan jelas, kemudian siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Hipotesis tersebut akan menuntun siswa untuk untuk melakukan observasidalam pengumpulan data, apabila data telah terkumpul maka siswa dituntut untuk menguji hipotesisi untuk merumuskan kesimpulan. Asas menemukan itu merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstial.
2. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan proses membangun suatu pengetahuan yang baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman yang diperoleh siswa. Kontruktuvisme melihat/memandang bahwa pengetahuan berasal dari luar, akan tetapi dikontruksi dari dalam diri seseorang. Pendekatan konstuktivisme merupakan salah satu pandangan mengenai proses dalam pembelajaran, yang menyatakan bahwa di dalam proses mendapatkan pengetahuan dimulai dengan terjadinya masalah kognitif, yang hanya dapat diatasi dengan pengetahuan diri. Di akhir proses belajar, pengetahuan itu akan dibangun sendiri oleh siswa dengan pengalamannya dari hasil interaktif dengan lingkungannya.
3. Masyarakat belajar
Konsep masyarakat belajar dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil dari pembelajaran diperoleh dengan melakukan kerja sama dengan orang lain. Penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan kelompok belajar (team work). Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, didalam kelompok siswa saling membelajarkan, jika perlu guru dapat menghadirkan seseorang yang memiliki keahlian khusus membelajarkan siswa. Misalkan, dokter yang berbicara mengenai kesehatan dan lai-lain.
4. Bertanya
Belajar pada dasarnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Pada proses pembelajaran kontekstual, guru tidak hanya memberikan infmasi begitu saja, akan tetapi, berusaha memancing agar anak didik menemukan sendiri. Kegiatan bertanya sangat berguna untuk: Menggali informasi mengenai kemampuan siswa terhadap penguasaan materi pembelajaran, Membangkitkan motivasi untuk belajar, Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu, Memfokuskan siswa terhadap sesuatu yang diinginkan, dan Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri.
5. Refleksi
Refleksi merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan melalui cara mengurutkan kembali peristiwa yang telah dilaluinya. Di dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap berakhirnya proses pembelajaran, guru memberi kesempatan terhadap siwa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan siswa secara bebas menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga siswa dapat menyimpulkan mengenai pengalaman belajarnya.
6. Pemodelan
Asas modeling merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Missal guru olahraga memberikan contoh model bagaimana cara bermain sepak bola dan bagaimana cara guru kesenian memainkan alat music. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstua, karena dengan modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang mengundang terjadinya verbalisme.
7. Penilaian nyata
Penilaian nyata merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi mengenai perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian ini dilaksanakan secara kontinu selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan mencangkup semua aspek domain penilaian. Oleh karena itu, penekanannya diarahkan terhadap proses belajar bukan pada hasil belajar.[4]


D. Tahapan Model Pembelajaran Kontekstual
Tahapan model pembelajaran kontekstual mencangkup 4 tahapan, diantaranya:
1. Tahap invitasi, siswa didorong untuk mengemukakan pengetahuan awalnya mengenai konsep yang dibahas. Jika perlu, guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematic tentang fenomena kehidupan sehari-hari dengan kaitan konsep-konsep yang dibahas tadi melalui pendapat yang mereka miliki.
2. Tahap eksplorasi, siswa diberikan kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep. Pada tahap ini, akan memenuhi rasa keingintahuan siswa terhadap fanomena kehidupan di lingkungan sekelilingnya.
3. Tahap penjelasan dan solusi,
4. Tahap pengambilan tindakan,
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1) Pendahuluan
Pada langkah ini guru memberikan penjelasan mengenai kompetensi yang harus dicapai dan manfaat dari proses pembelajaran serta pentingnya mengenai materi yang akan dipelajari oleh siswa, disini guru juga menjelaskan mengenai prosedur pembelajaran kontekstual: a. siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa, b. setiap kelompok diberi tugas untuk melakukan observasi, c. melalui kegiatan observasi
2) Inti
Pelaksanaan di lapangan: pertama, siswa melakukan observasi ke TPS sesuai dengan pembagian tugas pada tiap-tiap kelompok; kedua, siswa juga mencatat hal-hal yang mereka temukan saat observasi sesuai dengan alat observasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Pelaksanaan di dalam kelas: pertama, siswa mendiskusikan hasil temuan mereka kepada kelompok mereka masing-masing yang telah ditentukan; kedua, siswa melaporkan hasil diskusi mereka; ketiga, masing-masing kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
3) Penutup
Pada langkah terakhir ini: pertama, dengan bantuan guru siswa memberikan kesimpulan hasil observasi seputar masalah temuan sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai; kedua, guru memberikan tugas pada siswa tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “Pembuangan Sampah”.[5]
E. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Kelebihan dari pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
1) Pembelajarn jadi lebih bermakna dan rill. Yaitu siswa ditekankan agar dapat mengetahui hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan sehari-hari (nyata).
2) Pembelajaran yang dilakukan lebih produktif serta mampu menumbuhkan penguatan konsep terhadap siswa.
Kekurangan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
1) Guru akan lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL tugas guru mengelola kelas untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru untuk siswa.
2) Guru memberikan kesempatan terhadap peserta didik untuk menemukan sendiri ide-ide serta mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan srategi-strategi mereka sendiri dalam belajar.[6]
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses dalam pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menemukan makna dari materi yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata mereka dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan. Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual: prinsip diferensiasi, prinsip saling ketergantungan, dan prinsip pengorganisasian diri.
Asas pembelajaran dalam pembelajaran CTL (kontekstual) antara lain: inkuiri, konstruktivisme, masyarakat belajar, bertanya, refleksi, pemodelan dan penilaian nyata. Kelebihan pembelajaran kontekstual: pembelajaran jadi lebih bermakna dan rill dan pembelajaran yang dilakukan lebih produktif serta mampu menumbuhkan lebih intensif dalam membimbing dan Guru memberikan kesempatan terhadap peserta didik untuk menemukan sendiri ide-ide serta mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan srategi-strategi mereka sendiri dalam belajar.


DAFTAR PUSTAKA
Naim, Ngainun. Menjadi Guru Inspiratif: memberdayakan dan mengubah jalan hidup siswa. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2009.
Saefudin, Udin. Inovasi Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2008.
Solichin, Muchlis. Pengeloaan Pembelajaran. Surabaya: Pena Salsabila, 2013.





[1] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif: memberdayakan dan mengubah jalan hidup siswa (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2009), 189.

[2] Udin Saefudin, Inovasi Pendidikan (Bandung: ALFABETA, 2008), 163–164.

[3] Saefudin, 164–167.

[4] Saefudin, 168–171.

[5] Saefudin, 173–75.

[6] Muchlis Solichin, Pengeloaan Pembelajaran (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), 113–114.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel