Makalah Penyelesaian Sengketa Bisnis dalam Kajian Pengantar Ilmu Hukum Bisnis
Mei 22, 2017
Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang tua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan maksimal.
Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
Halaman sampul............................................................................................................. i
Kata pengantar............................................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................................................ iii
Bab i
pendahuluan
a. Latar belakang........................................................................................................ 1
b. Rumusan masalah.................................................................................................. 1
c. Tujuan....................................................................................................................... 1
Bab ii
pembahasan
a. Sengketa bisnis...................................................................................................... 2
b. Cara penyelesaian sengketa bisnis..................................................................... 3
c. Bentuk
upaya penyelesaian sengketa.................................................................. 6
Bab iii
penutup
a. Kesimpulan............................................................................................................. 9
b. Saran.....................................................................................................................
Daftar pustaka................................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini
aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai
bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar
penopang dalam upaya pendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan. Dalam melakukan bisnis tidak mungkin
pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum sangat berperan dalam berbisnis
agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada
pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut, maka dari itu
penting untuk kita mengetahui darimana saja sumber hukum bisnis itu, apa saja
ruang lingkup hukum itu beserta aspeknya dan bagaimana cara kita menjadi
seorang yang menggeluti dunia bisnis sesuai dengan hukum bisnis dan apa saja
fungsi dari hukum bisnis.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sengketa bisnis?
2. Bagaimana cara penyelesaian sengketa bisnis?
3. Bentuk upaya apa saja yang bisa menyelesaikan sengketa
bisnis?
4.
C. TUJUAN
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen dalam mata kuliah Pengantar
Ilmu Hukum Bisnis. Makalah ini juga bisa digunakan untuk menambah
pengetahuan bagi pelajar, baik dalam belajar maupun kehidupan. Membahas
penyelesaian sengketa bisnis terhadap dunia hukum bisnis dan menambah ilmu
pengetahuan mengenai hukum bisnis. Pembaca bisa juga menggunakan makalah ini
untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya
tercipta sumber daya manusia yang unggul.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SENGKETA BISNIS
1. Pengertian
Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a
commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or
transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa
Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya
oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek
permasalahan.[2]
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sengketa
adalah perilaku pertentangan antara kedua orang tua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.[3]
Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah
yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara
para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam
berbagai macam kegiatan bisnis atatu perdagangan dinamakan sengketa bisnis.
Secara rinci segketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut.
a. Sengketa perniagaan
b. Sengketa perbankan
c. Sengketa keuangan
d. Sengketa penanaman modal
e. Sengketa perindustrian
f. Sengketa HKI
g. Sengketa konsumen
h. Sengketa kontrak
i. Sengketa pekerjaan
j. Sengketa perburuhan
k. Sengketa perusahaan
l. Sengketa hak
m. Sengketa property
n. Sengketa pembangunan konstruksi[4]
2. Penyebab Timbulnya Sengketa Bisnis
1. Scarce Resource, kelangkaan sumber-sumber yang signafikan terhadap
eksistensi partisipan konflik. Pada kondisi ini, pendekatan yang paling sering
digunakan adalah kompetisi yang bermuara pada zero-sum game (satu
pihak menang, yang lain kalah).
2. Ambiguous Jurisdictions, kondisi dimana batas-batas (kewenangan atau hak) saling
dilanggar, sehingga satu pihak mengambil keuntungan yang seharusnya juga
menjadi bagian dari keuntungan pihak lain.
3. Intimacy, keterdekatan yang seringkali bermuara padakonflik memndalam jika
perbedaan-perbedaan yang terjadi tidak dikelola dengan matang. Konflik berbasis
intimacy biasanya bersifat lebih mendalam dibanding partisipan yang
tidak memiliki pengalaman “kenal” satu sama lain.
4. We-They Distinctions, terjadi dalam kondisi dimana orang menciptakan
diskriminasi yang sifatnya berseberangan.[5]
B. CARA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
1. Dari sudut pandang pembuat keputusan:
a. Adjukatif: mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana
kewenangan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para
pihak.
b. Konsensual/Kompromi: cara penyelesaian sengketa secara
kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.
c. Quasi Adjukatif : merupakan kombinasi antara unsur
konsensual dan adjukatif.[6]
2. Dari sudut pandang prosesnya
a. Litigasi
1) Pengadilan Umum
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis,
dan mempunyai karakterisitik:
a) Prosesnya sangat formal
b) Kuputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
negara (hakim)
c) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
d) Sifat keputusan memaksa dan mengikut
e) Persidangan bersifat terbuka
2) Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di
lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan
memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga Mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
a) Prosesnya sangat formal
b) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
negara (hakim)
c) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
d) Sifat keputusan memaksa dan mengikat
e) Orientasi pada fakta umum
f) Proses persidangan bersifat terbuka
g) Waktu singkat.[7]
b. Non Litigasi
Selain itu, banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian
diantaranya yaitu dengan Arbitrase, Negoisasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Ketiga
cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian dapat segera teratasi
bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik-baik diantara kedua pihak
yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara
mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika
tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka
membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah
tersebut, cara ini disebut dengan Litigasi. Secara keseluruhan cara-cara
tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat terselesaikan.[8]
Lembaga penyelesaian Non Litigasi melalui mekanisme:
l Arbitrase
Istilah Arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa
Latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan.[9]
Selain itu, pengertian Arbitrase juga termuat dalam pasal
1 angka 8 UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Nomor 30 tahun
1999. “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan
hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa”.[10]
Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat
(seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua
pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan
Arbitrase nasional tersebut.[11]
l Negoisasi
Negoisasi dalah proses yang melibatkan upaya seseorang
untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain. Tujuannya
untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari
pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan
yang berbeda satu dengan yang lain. Negoisasi termasuk suatu bentuk pertemuan
antara dua pihak dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik,
demi kepentingan kedua pihak.[12]
l Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang
tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri
utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses
musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau
menolak suatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung.
Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.[13]
l Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak
yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun. UU Nomor 30
tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari
konsiliasi. Akan tetapi, rumusan itu dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 10 dan
alinea 9 penjelasan umum, yakni konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk
menyelesaikan sengketa.[14]
C. BENTUK UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA
1. Upaya Administratif
a. Pengertian
Upaya administratif adalah seperti yang disebutkan dalam
penjelasan Pasal 48 ayat 1, yaitu suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh
seseorang atatu badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu
Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam kepustakaan hukum Tata Usaha Negara
ditemukan beberapa istilah yang lazim digunakan untuk menyebut istilah upaya
administratif, antara lain administratif beroep, quasi rechtspraak atau
peradilan administrasi semu.[15]
b. Bentuk Upaya Administratif
Dari penjelasan Pasal 48 ayat 1 dapat diketahui bahwa
bentuk dari upaya administratif dapat berupa:
1) Keberatan, yaitu prosedur yang dapat ditempuh oleh
seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap Keputusan Tata
Usaha Negara, yang penyelesaian sengketa TataUsaha Negara sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud.[16]
2) Banding Administratif, yaitu prosedur yang dapat ditempuh
oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap Keputusan Tata
Usaha Negara, yang penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, dilakukan oleh atasan dari
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara atau instansi lain dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.[17]
2. Upaya Gugatan
Disamping melalui upaya Administratif, penyelesaian
sengketa Tata Usaha Negara dilakukan melalui gugatan. Penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara melalui upaya administratif relatif lebih sedikit jika
dibandingkan dengan penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui gugatan,
karena penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui upaya administratif
hanya terbatas pada beberapa sengketa TUN tertentu saja. Dengan adanya
ketentuan tentang penyelesaian sengketa TUN melalui upaya administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 dan 2.[18]
Pasal 56 menentukan gugatan harus memuat nama, kewarganegaraan,
tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kusanya, nama jabata dan tempat
tinggal tergugat, dasar gugatan-gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan
oleh pengadilan. Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa
penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah. Gugatan sedapat
mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan oleh
penggugat.[19]
Syarat-syarat gugatan untuk sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dalam pasal 56 ayat 1 diatas, untuk perkara perdata di dalam HIR
atau RBG tidak ada ketentuannya, sehingga terpaksa syarat-syarat gugatan untuk
perkara perdata berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
angka 3.[20]
Dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 56 ayat 1 dapat
diketahui bahwa syarat-syarat yang harus dimuat dalam surat gugatan adalah
sebagai berikut:
a.
Identitas
dari penggugat dan tergugat
b.
Dasar
gugatan
c.
Hal
yang diminta untuk diputus oleh pengadilan.
Syarat-syarat gugatan tersebut harus mendapat perhatian,
karena jika tidak dipenuhi, akan menjadi alasan dari Ketua pengadilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memutus dengna penetapan bahwa
gugatan tidak diterima atau tidak berdasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat 1 huruf b.[21]
3. Perdamaian
Gugatan untuk penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara
adalah gugatan tentang sah atau tidak sahnya Keputusan Tata Usaha Negara yang
menimbulkan terjadinya sengketa Tata Usaha Negara. Mengingat gugatan untuk
penyelesaian sengketa menyangkut tentang sah atau tidak sahnya keputusan, maka
sebenarnya untuk penyelesaian sengketa tidak dikenal adanya perdamaian, yang
terbukti dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 sendiri, tidak ada ketentuan tentang
perdamaian seperti yang terdapat dalam penyelesaian perkara perdata.[22]
Oleh karena itu, sudah tepat jika Mahkamah Agung
memberikan petunjuk bahwa kemungkina adanya perdamaian antara para pihak-pihak
hanya terjadi diluar persidangan. Jika antara para pihak dalam sengketa di luar
pemeriksaan sidang Pengadilan sampai terjadi perdamaian, Surat Edaran Mahkamah
Agung RI tersebut memberikan petunjuk lebih lanjut sebagai berikut:
a. Penggugat mencabut gugatannya secara resmi dalam sidang
terbuka untuk umum dengan menyebutkan alasan pencabutannya.
b. Apabila pencabutan gugatan dimaksud dikabulkan, maka hakim
memerintahkan agar panitera mencoret gugatan tersebut dari register perkara.
c. Perintah pencoretan tersebut diucapkan dalam persidangan
yang terbuka untuk umum.[23]
Yang menarik pehatian
dari petunjuk Mahkamah Agung tersebut adalah pencabutan gugatan oleh penggugat
dalam sidang terbuka untuk umum tersebut harus mendapat persetujuan dari
pengadilan, maksudnya agar pengadilan dapat mengadakan penelitian apakah dalam
pencabutan gugatan oleh penggugat ini terdapat unsur paksaan, mengelirukan atau
tipuan yang dilakukan oleh tergugat.[24]
Jika sampai ternyata
dijumpai adanya unsur tersebut, dengan sendirinya pengadilan tidak akan
mengabulkan pencabutan gugatan yang akan dilakukan oleh penggugat. Petunjuk
dari Mahkamah Agung RI tersebut dapat dimengerti, karena dalam penyelesaian
sengketa, kedudukan tergugat lebih dominan jika dibandingkan dengan kedudukan
penggugat.[25]
Menegakkan keadilan itu tidak hanya dituntut dalam hal yang berkaitan
dengan perbuatan dan ucapan atau kedua-duanya sekaligus, tetapi juga
diperintahkan dalam transaksi bisnis, sebagaimana termaktub dalam firman Allah
yang artinya:
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu.” (QS.
Ar-Rahman : 55).
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Isra’:17).[26]
Pada setiap hal keadilan memang harus ditegakkan, termasuk dalam transaksi
bisnis sehingga tidak merugikan pihak lain. Seorang pebisnis wajib untuk tidak
menakar dengan dua takaran atau menimbang dengan dua timbangan, yaitu satu
timbangan hanya digunakan utnuk membeli, dan satunya lagi khusus digunakan
untuk menjual. Karena mengurangi timbangan dan takaran merupakan tindakan yang
pernah dilakukan oleh kaum Nabi Syu’aib dan akhirnya Allah memusnahkan mereka.[27]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sengketa bisnis adalah perilaku pertentangan antara kedua
orang tua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya
dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya yang melakukan
bisnis atau kerjasama.
Cara menyelesaikan sengketa bisnis tersebut bisa dilalui
dengan cara Adjukatif, Konsensual/Kompromi, Quasi Adjukatif, Litigasi, Non
Litigasi.
Bentuk upaya menyelesaikan sengketa bisnis terdiri dari
Upaya Administratif, Upaya Gugatan, Perdamaian.
B. SARAN
Demikianlah makalah
yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat
yang kurang jelas. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan, dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
di hati dan kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR RUJUKAN
1. http://www.academia.edu/6429290/PENDAHULUAN_HUKUM_BISNIS,
diakses 23 Maret 2017, 10:15 WIB
2. Samadani Adil, Dasar-dasar Hukum Bisnis, Jakarta: MitraWacana Media,
2013
3. Wiyono R, Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2010
4. Kadir A, Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran, Amzah
[1] http://www.academia.edu/6429290/PENDAHULUAN_HUKUM_BISNIS,
diakses 23 Maret 2017, 10:15 WIB
[2] H.U. Adil Samadani, Dasar-dasar Hukum Bisnis, (Jakarta:
MitraWacana Media, 2013), 199
[3] Ibid. 200
[4] Ibid.
[5] Ibid. 201
[6] Ibid. 203
[7] Ibid. 209
[8] Ibid. 210
[9] Ibid. 215
[10] Ibid. 215-216
[11] Ibid. 216
[12] Ibid. 219
[13] Ibid. 221
[14] Ibid. 223
[15] R. Wiyono, Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2010), 108
[16] Ibid. 110
[17] Ibid. 111
[18] Ibid. 116-117
[19] Ibid. 120
[20] Ibid.
[21] Ibid. 121
[22] Ibid. 127
[23] Ibid. 128
[24] Ibid.
[25] Ibid
[26] A. Kadir, Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran, (Amzah),
81
[27] Ibid. 82