Pengertian Jujur disertai dengan Ayat Al-Qur’an dan Hadits
April 25, 2017
Jujur adalah
mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah menyatakan
sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Ada pula yang
berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan harus
terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada,
maka di katakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak maka di katakan dusta.
A.
Jujur
a.
Pengertian
jujur
Dalam bahasa Arab, merupakan terjemahan dari kata siddiq
yang artinya benar, dapat di percaya. Dengan kata lain jujur adalah perkataan
dan perbuatan sesuai kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat terpuji (makhmudah).
Jujur juga di sebut dengan benar atau sesuai dengan kenyataan seperti yang tertera
dalam QS. At-Taubah ayat 119 :
ياأيهاالذين
أمنوااتقوالله وكونوامع الصادقين
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah bersama-sama orang yang jujur”
(Al-Taubah:119)
Jujur
adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah
menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Ada pula yang
berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan harus
terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada,
maka di katakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak maka di katakan dusta.
Menurut Ibnu Katsir QS. Al-Taubah ayat 119 mengajarkan kepada kita
untuk berlaku jujurlah dan terus berpegang dengan sikap jujur.
Bersungguh-sungguhlah kalian menjadi orang jujur, jauhilah perilaku dusta yang
dapat mengantarkan pada kebinasaan. Semogakalian mendapatkan kelapangan dan
jalan keluar atas perilaku jujur tersebut.[1]
Di antara ciri benar
atau jujur menurut al-Muhasibi adalah mengharapkan ke ridhoan Allah SWT. semata
dalam semua perbuatan, tidak mengharapkan imbalan dari mahluk, dan benar dalam
ucapan. Apa yang dituturkan al-Muhasibi sejalan dengan apa yang di katakan
al-Ghazali. Ia menegaskan bahwa benar atau jujur yang sempurna adalah hendaklah
seseorang menghilangkan sifat riya’ dari dirinya, sehingga bagi dirinya tidak
ada perbedaan antara orang yang memuji dan mencelanya. Sebab, ia tahu bahwa
yang memberikan manfaat atau bahaya hanyalah Allah SWT. Semata, sementara
mahluk tidak memberikan apa-apa.[2]
Dasar perintah berlaku benar atau jujur
adalah:
عن ا
بن مسعود رضي الله عنه٬ عن النبي صلى الله عليه وسلم قال (ان الصدق يهدي الى البر٬
وان البر يهدي الى الجنة٬ وان الرجل ليصدق حتى يكتب عندالله صديقا٬ وان الكذب يهدي
الى الفجور٬ وان الفجوريهد الى النار٬ وان الرجل ليكذب حتى يكتب عندالله كذابا)
متفق عليه.
Artinya: “Sesungguhnya
kata benar itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan
kepada surga dan sesungguhnya seseorang itu niscayalah berkata benar, sehingga
dicatatlah ia di sisi Allah sebagai seorang yang ahli berkata benar. Dan
sesungguhnya kata dusta itu menunjukkan kepada kecurangan dan sesungguhnya
kecurangan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seseorang itu
niscayalah berkata dusta sehingga dicatatlah ia di sisi Allah sebagai seorang
yang ahli berkata dusta." (Muttafaq 'alaih).
Hadist
diatas menjelaskan keharusan berlaku jujur dan dampaknya yaitu kejujuran akan
membawa seseorang untuk selalu berbuat baik dan sudah barang tentu kebaikan
adaklah jalan untuk masuk surga. Dan menjelaskan keharusan untuk
meninggalkanperbuatan dusta dan menelaskan pula dampaknya. Yaitu perbuatana
dusta akan selalu membawa kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka.
Rasulullah SAW.
bersabda:
دع
مايريبك ٳلى مالايريبك فٳن الصدق طمٲنينة والكذب ريبة. (رواه الترمذى)
Artinya:
“tinggalkan apa yang engkau ragu-ragukan pada apa yang tidak engkau ragu-ragukan.
Sesungguhnya kebenaran itu membawa pada ketenangan dan dusta itu menimbulkan
keragu-raguan.”
Jika kebenaran dan kejujuran telah membudaya dalam suatu
masyarakat, akan terlihat suatu kehidupan yang serasi (harmonis), aman, dan
damai dalam masyarakat itu. Seseorang yang benar-benar mukmin selalu berkata
benar dan berpegang teguh pada apa yang di ucapkan dan Allah SWT. akan
meneguhkan pendiriannya.
b.
Bentuk-bentuk
kejujuran
Adapun bentuk macam pengelompokan kejujuran
adalah sebagai berikut:
1)
Jujur
niat dan kemauan
Niat adalah melakukan sesuatu yang dilandasi
motifasi dalam kerangka hanya mengharap ridha Allah SWT. Nilai sebuah amal
dihadapan Allah SWT, sangat ditentukan oleh niat atau motifasi seseorang.
Rasulullah SAW dalam sebuah hadist yang sangat populer menyatakan bahwa
sesungguhnya segala amal manusia ditentukan oleh niatnya. Selain itu, seorang
muslim harus senantiasa menimbang dan menilai segala sesuatu yang akan di
lakukan apakah benar dan bermanfaat. Apabila sudah yakin akan kebenaran dan
kemanfaatan sesuatu yang akan di lakukan, maka tanpa ragu-ragu lagi akan di
lakukan
2)
Jujur
dalam perkataan
Jujur dalam pertuturan kata adalah
bentuk kejujuran yang paling populer di tengah masyarakat. Orang yang selalu
berkata jujur akan di kasihi oleh Allah SWT dan di percaya oleh orang lain.
Sebaliknya, orang yang berdusta meski Hanya sekali apabila sering berdusta maka
akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
3)
Jujur
ketika berjanji
Seorang muslim yang jujur akan senantiasa
menepati janji-janjinya kepada siapapun,meskipun terhadap anak kecil. Sementara
itu, Allah memberi pujian orang-orang yang jujur dalam berjanji. Dia menguji
Nabi Ismail a.s. yang menepati janjinya sebagai berikut.
واذكرفى
الكتب ٳسمعيل ٳنه كا ن صادق الوعدوكا ن رسولانبيا.
Artinya:”dan
ceritakanlah (hai Muhammad) kisah ismail di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang jujur janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi” (Qs.
Maryam[19]:54)
4)
Jujur
dalam bermu’amalah
Jujur dalam niat, lisan dan jujur dalam
berjanji akan sempurna jika tidak di lengkapi dengan jujur ketika berinteraksi
atau bermu’amalah dengan orang lain. Seorang muslim tidak pernah menipu,
memalsu, dan berkhianat sekalipun tehadap non muslim. Ketika menjual tidak akan
mengurangi takaran dan timbangan. Pada saat membeli tidak akan memperberat
timbangan dan menambah takaran.
5)
Jujur
dalam berpenampilan sesuai dengan kenyataan
Seseorang yang jujur akan senantiasa
menampikan diri apa adanya sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.[3]
B.
Menepati
Janji
1)
Pengertian
menepati janji
Dalam islam, janji merupakan utang.
Utang harus dibayar (ditepati). Kalau kita mengadakan suatu perjanjian pada
hari tertentu, kita harus menunaikannya tepat pada waktunya. Janji mengandung
tanggung jawab. Apabila tidak kita penuhi atau tidak kita tunaikan dalam pandangan
Allah SWT. kita termasuk orang yang berdosa. Adapun dalam pandangan manusia,
mungkin kita tidak dipercaya lagi, dianggap remeh, dan sebagainya. Akhirnya,
kita merasa canggung, merasa rendah diri, jiwa gelisah, dan tidak tenang.
Disamping sebagai perintah agama,
menepati janji dalam pandangan Al-Mawardi (386-450 H) merupakan salah satu
kewajiban seorang pemimpin, bahkan menjadi tonggak berdirinya pemerintahan yang
dipimpinnya. Sebab, jika seorang pemimpin tidak dapat dipercaya dengan janjinya
terjadi banyak pembangkangan dari rakyat. Dengan demikian, tonggak pemerintah
pun terancap roboh.
Rasulullah SAW. bersabda:
عن
ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ايةالمنافق ثلاث٬٬
اذاحدث كذب واذاوعداخلف٬ واذٲتمن خان٬ؘ٬متفق عليه. زادفي رواية المسلم٬٬ وان
صاموصلى وزعم انه مسلم ٬٬
Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tandanya orang
munafik itu ada tiga,yaitu: jikalau ia berbicara berdusta, jikalau ia berjanji
menyalahi dan jikalau ia dtpercaya berkhianat." (Muttafaq 'alaih).la
menambahkannya dalam riwayat Imam Muslim: "Sekalipun orang
itu berpuasa dan
bersembahyang dan mengaku bahwa
dirinya adalah seorang Muslim".
Firman Allah dal surat al-Isra’:34
ولاتقربوامالاليتيمالابالتيهيٲحسن
حتى يبلغ اشده واوفوابالعهد ۚ ان العهد كان
مسئولا
Artinya:”dan janganlah kamu mendekati harta
anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa,
dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya”
Dan Rasulullah bersabda:
وعن عبد الله بن العاهى رضي الله عنه
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:اربع من كن فيه كان منا فقا خالصىا٬ ومن كا نت فيه
خصلة. منهن كا نت فيه خصلة من النفاق حتى بدعها :اذاؤتمن خان ٬واذاحدثكدب واذاعاهد
غدر واذاخاهم فجر٬٬ متفق عليه
Artinya:”Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Ada empat perkara,
barangsiapa yang empat perkara itu semuanya ada di dalam dirinya, maka orang
itu adalah seorang munafik yang murni - yakni munafik yang sebenar- benarnya -
dan barangsiapa yang di dalam dirinya ada satu perkara dari empat perkara
tersebut, maka orang itu memiliki pula satu macam perkara dari kemunafikan
sehingga ia meninggalkannya, yaitu: jikalau dipercaya berkhianat, jikalau
berbicara berdusta, jikalau berjanji bercidera yakni tidak menepati dan jikalau
bertengkar maka ia berbuat kecurangan yakni tidak melalui jalan yang benar
lagi." (Muttafaq 'alaih).
Keterangan: Nifaq atau kemunafikan
adalah suatu sifat yang ada di dalam hati manusia dan tidak dapat diketahui
oleh orang lain. Kemunafikan adalah suatu penyakit rohani yang tidak dapat
disembuhkan kecuali oleh orang itu sendiri. Kita dapat mengetahui seseorang itu
dihinggapi oleh penyakit kemunafikan, hanyalah semata-mata dari tanda-tandanya
yang lahiriyah belaka.
2)
Macam-macam menempati janji
Sayyid
Ridha dalam tafsir al-Manar, membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu:
1.
Janji kepada Allah SWT.
Ketika
kita menjalankan shalat pada do’a iftitah kita mengucapkan:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan
matiku, hanyalah untuk Allah tuhan semesta Alam”. Ini adalah merupakan janji
manusia yang harus ditepati. Yakni dengan jalan melaksanakan perintahnya dan
menjauhi larangannya. Yang menurut syari’ah dinamakan taat, karena manusia
ataupun jin diciptakan manusia untuk beribadah kepadanya.
2.
Janji kepada diri sendiri
Misalnya:
seorang mahasiswa mengatakan, “jika saya lulus ujianku, aku akan menyembelih
kambing untuk diberikan kepada orang lain”.
Seorang yang sakit yang serius,
kala itu dia mengucapkan jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa
tiga hari”. Kedua hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang
harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan
karena Allah telah berfirman: “ Dan hendaklah menyempurnakan(memenuhi) nadzar
mereka”. (Qs.al-Hajj:29). Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar
yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang
mengatakan, “kalau saya lulus ujian, saya akan potong tangan Ibuku”. Itu haram
dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri
sendiri ataupun orang lain.
3.
Janji terhadap manusia
Ini
banyak ragamnya. Ada yang berjanji dengan seseorang untuh hidup semati, ada
yang janji mau membayar hutang setelah rumahnya laku terjual, ada yang janji
memberangkatkan haji kepada orang tuanya nanti setelah proyeknya selesai dll.
Dan
janji ini berlaku dalam berbagai segi kehidupan, sejak di lingkungan keluarga,
kehidupan dalam masyarakat hingga urusan kenegaraan. Yang jelas, selagi orang
bergaul dan saling membutuhkan dan sementara apa yang di butuh kan belum
terwujud, maka janjilah yang dianggap sebagai solusi sementaranya.
C.
Hikmah berprilaku jujur dan
menepati janji
a.
Beberapa hikmah menepati janji
1.
Dengan menepati janji, kita
terhindar dari sifat munafik. Sebab, prilaku orang yang munafik salah satunya
adalah ingkar janji.
2.
Dengan menepati janji dapat menjadi
jalan untum masuk surga firdaus. Surga firdaus ini hanya untuk diperuntukkan
bagi orang yamg memiliki sifat-sifat baik.
3.
Dengan menepati janji kita akan
terbebas dari tuntutan baik dunia maupun di akhirat.setiap janji akan di minta
pertanggung jawabannya.
4.
Dengan menepati janji, kita
meneladani sifat Allah, yang tidak pernah mengingkari janji-Nya.
5.
Dengan menepati janji, kita akan
dipercayai orang lain. Salah satu sifat Nabi SAW. yang mengantarkannya dipilih
Allah menjadi Nabi dan Rasul-Nya adalah karena ia
adalah orang yang terpercaya.
6.
Dengan menepati janji, kita akan
menjadi pribadi yang berwibawa, tidak di lecehkan, dan akan mendapatkan
prasangka baik dari orang lain.
7.
Dengan menepati janji kita akan
terhindar dari dosa besar dan akan meraih keutamaan. Mengingkari janji antara
sesama muslim hukumnya haram, sekalipun terhadap orang kafir, lebih-lebih
terhadap sesama muslim. Jadi, memenuhi janji termasuk keutamaan, sedangkan
mengingkarinya dosa besar.
8.
Dengan menepati janji, jalinan
antar invidu akan terjalin harmonis dan semakin erat. Menepati janji merupakan
wujud dari memuliakan, menghargai, dan menghormati manusia.
9.
Dengan menepati janji, kita di
golongkan menjadi golongan Nabi Muhammad SAW.
b.
Ada beberapa hikmah perilaku jujur
yang dapat kita petik antara lain sebagai berikut:
1.
Perasaan nyaman dan hati teneng,
jujur akan membuat kita menjadi tenag, nyaman, tidak takut akan di ketahui
kebohongannya karna memang tidak berbohong.
2.
Memperoleh kemudahan dalam
hidupnya.
3.
Selamat dari azab dan bahaya
4.
Di jamin masuk surga
5.
Di cintai oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya.
Kita
harus menanamkan kesadaran pada diri kita untuk selalu berprilaku jujur baik
kepada Allah SWT., orang lain, maupun diri sendiri. Jika kita sudah terbiasa
berprilaku jujur, kita akan mendapatkan hikmah yang luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari. Mungkin memang sulit, tapi harus kita lakukan agar hidup kita menjadi
berkah baik di dunia maupun di akhirat.
[1]Mengenai Saya,” Makalah tentang perilaku jujur”, Maklahku, di akses
dari maklahku.blogspot.co.id/2017/01/makalah-tentang-perilaku-jujur.html?=1,
pada tanggal 16 Maret 2017 jam 13:45
[2]Rosihon Anwar, AkhlakTasawuf(Bandung: CV PustakaSetia, 2010),
hlm. 102.
[3]Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, meneladani akhlak nabi membangun
kepribadian muslim(Bandung: Rosdakarya, 2006), hlm. 189-191.