Makalah tentang Pengertian dari Riba beserta Dalilnya (Makalah Lengkap)
April 27, 2017
Riba dalam bahasa: peningkatan, dan itu haram, itu adalah dosa besar, karena Allah berfirman (dan Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba) dan rasulullah saw mengatakan, (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang makan
riba, orang yang memberi makan riba, saksinya dan penulisnya).
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Riba
merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang
sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah
ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab
terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah
mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut
biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya
banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak
datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba.
Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah
SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak
terjerumus dalam Riba. Karena Riba menyebabkan tidak terwujudnya
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian dari Riba beserta Dalilnya?
2.
Apa saja Macam-macam Riba?
3.
Apa Sebab-sebab diharamkannya Riba?
4.
Apa Hikmah di Larangnya Riba?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Apa Pengertian dari Riba
beserta Dalilnya.
2.
Untuk Mengetahui Apa saja Macam-macam Riba.
3.
Untuk Mengetahui Apa Sebab-sebab diharamkannya
Riba.
4.
Untuk Mengetahui Apa Hikmah di Larangnya Riba.
D.
Manfaat
Penulisan
1.
Bisa Mengetahui Apa Pengertian dari Riba beserta
Dalilnya.
2.
Bisa Mengetahui Apa saja Macam-macam Riba.
3.
Bisa Mengetahui Apa Sebab-sebab diharamkannya
Riba.
4.
Bisa Mengetahui Apa Hikmah di Larangnya Riba.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Riba
Riba dalam bahasa: peningkatan, dan itu haram, itu adalah dosa besar, karena
Allah berfirman (dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)
dan rasulullah saw mengatakan, (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang makan
riba, orang yang memberi makan riba, saksinya dan penulisnya).
Dan riba tidak haram kecuali dalam kontrak penjualan dan pinjaman,
dan dalam lingkaran uang tertentu: uang dan jenis makanan.[1]
Riba secara bahasa bermakna:
ziyadah (tambahan). Dalam hal ini riba di haramkan bahkan Allah SWT berfirman:
واحل الله
البيع وحرم الربا
“dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Dan dalam hadits Nabi di jelaskan,
لعن رول الله صلى الله عليه وسلم اكن الربا ومؤكله
وشاهديه وكاتبه
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melaknat orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, saksinya dan
penulisnya”[2]
Sedangkan menurut istilah riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Mengenai riba ini banyak sekali ayat-ayat dan Dalil-Dalil yang menjelaskan
tentang keharaman riba. Di antaranya adalah:
Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala
berfirman:[3]
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُون
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
(QS. Ar-Ruum: 39)
Ayat tersebut tidak mengandung ketetapan hukum pasti tentang
haramnya riba. Karena kala riba memang belum diharamkan. Riba baru diharamkan
di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kota Al-Madinah. Hanya saja ini
mempersiapkan jiwa kaum muslimin agar mampu menerima hukum haramnya riba yang terlanjur
membudaya kala itu.
Dalam surat Ali Imran Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)
Ayat di atas mejelaskan bahwa riba diharamkan karena dikaitkan
dengan suatu tambahan yang berlipat ganda. para ahli tafsir berpendapat behwa
pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang
banyak di praktekan pada masa tersebut tapi bukan menjadi persyaratan
diharamkanya riba
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari as-Sunnah di antaranya adalah sebagai berikut:[4]
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari as-Sunnah di antaranya adalah sebagai berikut:[4]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya:
“Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah,
sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak
yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah
karena kelengahan mereka”.
Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dari Samurah bin Jundub
radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda:
رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا
“Tadi malam aku melihat dua orang lelaki, lalu keduanya mengajakku
pergi ke sebuah tanah yang disucikan. Kamipun berangkat sehingga sampai ke satu
sungai yang berair darah. Di situ terdapat seorang lelaki sedang berdiri. Di
tengah sungai terdapat seorang lelaki lain yang menaruh batu di hadapannya. Ia
menghadap ke arah lelaki yang ada di sungai. Kalau lelaki di sungai itu mau
keluar, ia melemparnya dengan batu sehingga terpaksa lelaki itu kembali ke
dalam sungai (dalam kedaan) berdarah. Demikianlah seterusnya setiap kali lelaki
itu hendak keluar, lelaki yang di pinggir sungai melempar batu ke mulutnya
sehingga ia terpaksa kembali lagi seperti semula. Aku bertanya: “Apa ini?”
Salah seorang lelaki yang bersamaku menjawab: “Yang engkau lihat dalam sungai
darah itu adalah pemakan riba.”[5]
B. Macam-Macam Riba
1. Riba Fadl (Riba Tambahan dalam Jual Beli)
Islam melarang riba (bunga) atas jual beli atau perniagaan,
pengertian riba tambahan dalam jual beli (riba fadl) adalah jual beli satu
jenis barang dari barang-barang ribawi dengan barang sejenisnya dengan nilai
(harga) lebih, misalnya: misalnya, jual beli satu kwintal beras dengan satu
seperempat kwintal beras sejenisnya, atau jual beli satu sha’ kurma dengan satu
setengah sha’ kurma, atau jual beli satu ons perak dengan satu ons perak dan
satu dirham.
2. Riba Nasi’ah (Riba Dalam Utang Piutang)
Riba dalam utang piutang (nasi’ah) terbagi ke dalam dua bagian,
yaitu sebagai berikut:
a) Riba jahiliyah, riba inilah yang
diharamkan Allah dalam firmannya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا
مُضَاعَفَةً
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan
berlipat ganda (QS. Ali Imran [3]: 130).
Hakikat pengertian riba adalah contohnya seperti ini, si A
mempunyai piutang pada si B yang akan dibayar pada suatu waktu. Ketika telah
jatuh tempo, si A berkata kepada si B, “engkau melunasi utangmu atau aku beri
tempo waktu dengan uang tambahan”. Jika si B tidak melunasi utangnya pada
waktunya, si A meminta uang tambahan dan memberi tempo lagi. Begitulah hingga
akhirnya, dalam beberapa waktu, utang si B menumpuk berkali-kali lipat dari
utang awalnya.[6]
Di antara bentuk lain riba jahiliyah ialah si A meminjamkan uang
sebesar Rp 100.000,- kepada si B hingga waktu tertentu dan si B harus
mengembalikan hutangnya plus uang tambahan (riba) sebesar Rp. 150.000,-.
b) Riba nasi’ah berasal dari kata fi’il
madli nasa’a yang berarti menunda, menangguhkan, menunggu, atau merujuk pada
tambahan waktu yang diberikan pada pinjaman dengan memberikan tambahan atau
nilai lebih. Dengan demikian, riba nasi’ah identik dengan bunga dan pinjaman.[7]
C. Sebab-sebab diharamkannya Riba
Diantara sebab-sebab yang menyebabkan keharaman riba di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Praktek riba berarti mengambil harta orang
lain dengan tanpa kompensasi (pengganti), dan ini termasuk perbuatan zalim.
b. Ketergantungan kepada riba dapat melemahkan
semangat orang untuk berusaha/bekerja keras (bahkan malas dan meremehkan
kerja). Ini akan memutus dinamika kehidupan yang positif—dinamika perdagangan,
inovasi skill, perusahaan, pembangunan, dan lain-lain.
c. Menjadi sebab terputusnya kemaslahatan
dalam interaksi sosial menyangkut praktek pinjam meminjam; rasa saling menolong
melemah, termasuk simpati dan empati terhadap orang yang membutuhkan (berganti
rasa kejam dan sadis yang tak berperikemanusiaan), akhirnya ketika kesenjangan
sosial meningkat dapat menumbuhsuburkan kedengkian dan sakit hati, sehingga
dapat terjadi permusuhan, kecemburuan sosial, dan saling benci.
d. Riba adalah pemerasan terhadap orang-orang
yang lemah untuk kepentingan orang kuat; yang kaya semakin kaya.[8]
D.
Hikmah
dilarangnya Riba
Diantara hikmah di larangya riba adalah:
a. Riba menyebabkan permusuhan antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya dan menghilangkan jiwa
tolong-menolong diantar mereka. padahal semua agama terutama Islam sangat
mendorong sikap tolong-menolong (taawun) dan mementingkan orang lain, serta
melawan sifat ego (mementingkan diri sendiri) dan mengeksploitasi orang lain.
b.
Riba mendorong terbentuknya
kelas elite, yang tanpa kerja keras mereke mendapat harta, seperti benalu yang
setiap saat mengisap orang lain. padahal islam sangat mengagungkan kerja dan
menghormati orang-orang yang bekerja, serta menjadikan kerja sebagai salah satu
bentuk usaha yang utama.
c. Riba merupakan wasilah atau perantara
terjadinya penjajahan dibidang ekonomi, di mana orang-orang kaya mengisap dan menindas
orang-orang miskin.
d. Dalam hal ini Islam mendorong umatnya
agar mau meberikan pinjaman kepada orang lain yang membutuhkan dengan model
“qardhul hasan” atau pinjaman tanpa bunga.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Macam- macam riba
1.
Riba Fadl
2.
Riba Nasi’ah
sebab-sebab yang menyebabkan keharaman riba di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Praktek riba berarti mengambil harta orang
lain dengan tanpa kompensasi (pengganti), dan ini termasuk perbuatan zalim.
2. Ketergantungan kepada riba dapat melemahkan
semangat orang untuk berusaha/bekerja keras (bahkan malas dan meremehkan
kerja).
3. Menjadi sebab terputusnya kemaslahatan
dalam interaksi sosial menyangkut praktek pinjam meminjam; rasa saling menolong
melemah, termasuk simpati dan empati terhadap orang yang membutuhkan (berganti
rasa kejam dan sadis yang tak berperikemanusiaan), akhirnya ketika kesenjangan
sosial meningkat dapat menumbuhsuburkan kedengkian dan sakit hati, sehingga
dapat terjadi permusuhan, kecemburuan sosial, dan saling benci.
4. Riba adalah pemerasan terhadap orang-orang
yang lemah untuk kepentingan orang kuat; yang kaya semakin kaya.
hikmah di larangya riba adalah:
1. Riba menyebabkan permusuhan antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya dan menghilangkan jiwa
tolong-menolong diantar mereka.
2.
Riba mendorong terbentuknya
kelas elite, yang tanpa kerja keras mereke mendapat harta, seperti benalu yang
setiap saat mengisap orang lain. padahal islam sangat mengagungkan kerja dan
menghormati orang-orang yang bekerja, serta menjadikan kerja sebagai salah satu
bentuk usaha yang utama.
3. Riba merupakan wasilah atau perantara terjadinya penjajahan dibidang
ekonomi, di mana orang-orang kaya mengisap dan menindas orang-orang miskin.
4. Dalam hal ini Islam mendorong umatnya
agar mau meberikan pinjaman kepada orang lain yang membutuhkan dengan model
“qardhul hasan” atau pinjaman tanpa bunga.
B. Saran
Semoga dengan terselesainya makalah ini
kita dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan kita dapat menghindari
perbuatan riba dalam kehidupan kita. Amin yarabbal alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad, Bahruddin . Batasan Penting dalam
Fiqh . Kediri: Lirboyo Press, 2004.
Mahjuddin, Masailul Fiqhyiyah. Jakarta:
Kalam Mulia, 2003.
Syafe’I, Rachmat. Fiqh Muamalah. Bandung:
Pustaka Setia, 2001.
Zuhaili, Wahbah. Muamalah al-Maliyah
al-Maasyiroh. mekkah: Darul Fikr,…….
آ.د,وهبة الزحيلي المعا ملات المانية المعا
صرة.
[1] آ.د,وهبة
الزحيلي المعا ملات المانية المعا صرة. ٤٦–٤٧
[2] Wahbah Zuhaili, Muamalah al-Maliyah al-Maasyiroh (mekkah: Daruln
Fikr,…….), hlm. 46.
[3] Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001),
hlm. 259.
[4] Ibid., 260.
[5] Ibid., 260-261.
[6] Mahjuddin, Masailul Fiqhyiyah (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), hlm.
76.
[7] Ibid., 77.
[8] Bahruddin Fuad, Batasan Penting dalam Fiqh (Kediri: Lirboyo
Press, 2004), hlm. 34.
[9] Syafe’I, Fiqh Muamalah,hlm. 268.