Awal Berdirinya Masa Abbasiyah dan Kemajuan Abbasiyah (Artikel Lengkap)
April 25, 2017
Pemerintahan Bani Abbasiyah dinisbahkan
kepada Abbas bin Abdil Muthalib, paman Rasulullah, dengan khalifah pertamanya
adalah Abdullah As-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Abbas bin Abdil
Muthalib.
Sebelum berdirinya Bani Abbasiyah,
terdapat tiga atau empat yang merupakan pusat kegiatan politik, yaitu Humaimah,
Kufah, dan Khurasan. Ketiga tempat itu digunakan keluarga Abbas secara
sembunyi-sembunyi untuk membangun cikal bakal Bani Abbasiyah.
A. Awal
Berdirinya Masa Abbasiyah I
Masa
Abbasiyah I adalah masa yang gemilang bagi dakwah. Pada masa ini, kota Baghdad,
Bashrah, dan Kufah menjadi pusat kegiatan dakwah dan pusat kegiatan kebudayaan
islam. Selain itu, Baghdad juga sebagai ibu kota kekhalifahan. Kota tersebut
merupakan kota internasional yang makmur, mewah dan sangat maju.
Bani
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 Hijriyah (750 M) oleh Abu Al-Abbas As-saffah
yang sekaligus menjadi khaalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung
dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad (132-656 H/ 750-1258).
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh bani Hasyim setelah meninggalnya Rasulullah dengan
mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan beliau.
Pemerintahan
Bani Abbasiyah dinisbahkan kepada Abbas bin Abdil Muthalib, paman Rasulullah,
dengan khalifah pertamanya adalah Abdullah As-Saffah bin Muhammad bin Ali bin
Abdillah bin Abbas bin Abdil Muthalib.
Sebelum
berdirinya Bani Abbasiyah, terdapat tiga atau empat yang merupakan pusat
kegiatan politik, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Ketiga tempat itu
digunakan keluarga Abbas secara sembunyi-sembunyi untuk membangun cikal bakal
Bani Abbasiyah.
1. Humaimah merupakan tempat yang
tentram. Bani hasyim bermukim di kota itu, baik dari kalangan pendukung Ali
maupun pendukung keluarga Abbas
2. Kufah adalah wilayah yang
pendukungnya menganut Syiah yang selalu ditindas oleh Bani Umaiyah
3. Khurasan merupakan wilayah yang
penduduknya tidak mudah terpengaruh oleh kepercayaan yang menyimpang. Disanalah
dakwah Bani Abbasiyah mendapat dukungan.
[1]
B. Kemajuan
Abbasiyah I
Panjangnya
masa kekuasan Abbasiyah, para sejarawan memetakan masa pemerintahanya pada
pemetaan yang berbeda. Ada yang memetakannya menjadi tiga periode, empat
periode, lima periode pemetaan tersebut didasarkan pada sistem pemerintahan
yang digunakan perubahan politik, sosial dan budaya.[2]
Menurut B.G. Stryzewki membagi masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu :
1. Periode
pertama (132 H./750 M. s.d 232 H./ 847 M.), disebut periode pengaruh Persia
Pertama.
2. Periode
kedua (232 H./847 M. s.d. 334 H./945 M.), disebut periode pengaruh Turki
Pertama
3. Periode
ketiga (334 H./945 M. s.d. 447 H./1105 M.), masa kekuasaan Dinasti buwaihi
dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga pengaruh
Persia Kedua;
4. Periode
keempat (447 H./1105 M. s.d. 590 H./1195 M.), masa kekuasaan Dinasti saljuk
yang biasa disebut dengan masa pengaruh Turki Kedua;
5. Periode
kelima (590 H./1194 M. s.d 656 H./1258 M.) masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di Baghdad.[3]
Dari lima periode di
atas, kekhalifahan Abbasiyah mencapai puncak keemasanya justru pada periode
pertama. Pada periode ini para khalifah betul betul mencurahkan perhatianya
pada perkembangan peradaban islam. Secara politis khalifah betul-betul tokoh
yang kuat dan merupakan centra
kekuasaan politik dan kekuasaan agama sekaligus tingkat kemakmuran mereka
terjamin.[4]
Dalam
masa ini terjadi tahapan penyusunan dan penulisan kitab-kitab,pengaturan ilmu-ilmu
islam yang disebut juga Al-Ulumil Naqliyah,Dan penerjemah dari bahasa
asing.
Tahap
terendah dalam menyusun dan menulis kitab ialah mencatat pemikiran atau hadis
dan sebagainya pada lembaran kertas yang tersendiri.Tahap pertengahan adalah
membukukan pemikiran-pemikiran yang sama,atau hadist Rassul SAW dalam satu buku
(dewan).Maka terkumpullah hukum-hukum fiqh dalam satu buku, atau sekumpulan
hadist, Atau berita-berita sejarah,dan sebagainya.
Tahap
tertinggi lebih teliti lagi dalam membukukannya. Penyusunan lebih teratur,
berdasarkan bab dan pasal-pasal tertentu. Di antaranya Al-Muwaththa’
Imam Malik yang merupakan kitab hadist tertua yang dibukukan pada masa itu,
tepatnya pada masa khalifah Al-Mansur.[5]
Dalam
hal pengaturan ilmu-ilmu Islam, lahir tafsir Al-Quran, yang dipisahkan dari
hadits. Pada masa ini, para imam fikih pendiri mazhab menyusun kitabnya. Mereka
itu adalah Abu Hanifah, Malik, Al-Syafi’i, dan Achmad ibnu Hambal. Pada saat
itu pula lahir Ilmu Nahwu dan Ilmu Tarih. Sedangkan hadits
menjadi “ibu” bagi Ilmu Tafsir dan Ilmu Sirah (Tarikh Rasul SAW).
[6]
Para khalifah pada
masa Abbasiyah I, pada hakikatnya ulama yang mencintai ilmu. Putra-putra mereka
diberi pendidikan khuses didalam istana agar kelak juga menjadi ulama.
Kebebasan berpikir dan bersikap demokratis merupakan ciri khas dari zaman ini.
Hal ini terlihat dari beragamnya aliran agama yang dianut oleh para penjabat
istana, seperti khalifah Al-Ma’mun yang beraliran syiah, Perdana menteri Yahya
bin Aksam yang beraliran Ahlus Sunnah, dan Menteri Ahmad bin abi Dawud yang
beraliran Mu’tazilah. Hal yang serupa juga terjadi pada Abu Ja’di yang memiliki
enam orang anak. Setiap orang diantara mereka beraliran Syiah, Murji’ah dan
Khawarij.
Ciri khas lain pada zamani ini yaitu meningkatnya upaya
penerjemahan. Buku-buku filsafat , kedokteran, astronomi, fisika, dan senimusik
diterjemahkan ke dalam nahasa arab. Ilmu-ilmu yang dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu ilmu arab asli , seperti ilmu bahasa, syair dan retorika, ilmu islam,
seperti ilmutafsir, ilmu hadist, ilmu fiqh, ilmu hikmah, ilmu kalam, dan ilmu
tasawuf, serta ilmu baru, seperti filsafat, eksakta, dan seni musik.[7]
a.
Keadaan kota Baghdad sebagai
Pusat dakwah
Pada mulanya ibu kota kekhalifahan
adalah Al-HamsPada mulanya ibu kota kekhalifahan adalah Al-Hamsyimiyah, dekat
Kufah. Namun untuk menjaga stabilitas jalannya pemeintahan, pada tahun 762 M
Al-Manshur memindahkanya ke Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon.
Baghdad terletak dipinggir sungai
Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dij
adikan
ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan
mempelajarilokasi.[8]
Bahkan,
ada beberapa orang diantara mereka yang diperintahkan tinggal beberapa hari
ditempat itu pada musim yang berbeda. Selanjutnya, para ahli tersebut
melaporkan keadaan udara, tanah, dan lingkunganya. Setelah melakukan penelitian
secara seksama, akhirnya wilayah ini ditetapkan sebagai ibu kota.
Sejak awal berdirinya,kota ini sudah
menjadi pusar peradaban islam dankebangkitan ilmu penetahuan. Itu sebabnya
philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, Baghdad
merupakan profesor masyarakat Islam.di Baghdad terdapat Baitul Hikmah, yaitu
pusat pengkajian ilmu dan perpustakaan. Selain itu, Baghdad juga sebagai pusat
penerjemah buku ke dalam bahasa Arab.
Sebagai ibu kota,Baghdad mencapai
puncaknya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid,walaupun kota itu belum lima
puluh tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dalam istana khalifah
yang luasnya sepertiga dari kota Baghdad. Istana itu memiliki bangunan-bangunan
sayap dan aula yang di lengkapi dengan ornamen-ornamen indah. Kemewahan istana
itu muncul terutama dalam upacara penobatan khalifah,pernikahan,dan
keberangkatan haji, dan jamuan untuk para duta negara asing.
b.
Perluasan Wilayah Dakwah
Pada masa Abbasiyah 1, tidak banyak
usaha untuk memperluas wilayah dakwah.para penguasa menitik beratkan pada
pembinaan wilayah-wilayah yang telah ada dalam segala bidang,terutama bidang
politik,ekonomi,dan ilmu pengetahuan.
Pada
masa ini pula,pergolakan politik sering terjadi. Namun, usaha pemantapan
sasaran dakwah berjalan dengan baik, terutama dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
1)
Dakwah di Afrika Utara
Mesih telah menjadi wilayah dakwah
semenjak zaman Khulafaur Rasyidin. Negeri itu dijadikan basis dakwah untuk
daerah-daerah bekas jajahan Romawi Timur di sekitar laut Tengah. Dengan membina
ibu kota yang baru, kota Fustat diganti dengan kota Askar yang kemudian menjadi
pusat kegiatan dakwah.[9]
Sementara itu, wilayah Afrika
Utaralainnya telah didakwahi sejak pemerintah Bani Umaiyah. Panglima aqabah bin
Nafi membangun benteng di kota Qairawan (sekarang tunisia) pada tahun 51
Hijriyah. Apa yang telah ada itu, selanjutnya dibina oleh Bani Abbasiyah.
Adapun penduduk asli Afrika Utara, Barbar, yang talah masuk islam [10]menggabungkan
diri ke dalam kekuasaan Bani Abbasiyah. Hal ini menjadi simbol tuntasnya
penaklukan seluruh Afrika Utara.[11]
2)
Dakwah di Andalusia
Setelah Bani Umaiyah digantikan dengan
Bani Abbasiyah, di Andalusia terjadi kekacauan. Jabatan gubernur diperebutkan
antara suku Madhariyah dan suku Yamaiyah. Oleh sebab itu, selama empat bulan
Andalusia tidak memiliki gubernur.
Kekacauan politik yang melanda
Andalusia itu memberi peluang kepada Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bin
Abdil Malik atau lebih di kenal dengan Abdurrahman Ad-Dakhil, salah seorang
keturunan Bani Umaiyah, yang dapat meloloskan diri dari kejaran Bani Abbasiyah.
Ia membangun kembali Bani Umaiyah di Andalusia dan menjadi khalifah yang
memerintah sejak tahun 138 hingga 172 Hijriyah (756-788 Masehi). Walaupun
demikian, wilayah Andalusia pada hakikatnya adalah bagian dari Bani Abbasiyah.
Kemajuan yang dicapai Bani Umaiyah di Andalusia ini dapat menyaingi Bani
Abbasiyah. Oleh sebab itu, kekhalifahan ini menjadi sumber inspirasi peradaban
Eropa modern.
Setelah Cordova menjadi ibu kota
Andalusia, kota tersebut menjadi saingan Baghdad. Cordova yang terletak di Barat
dan Baghdad yang terletak di Timur, Menjadi pusat kegiatan dakwah dan
kebudayaan Islam.
3) Dakwah
di Wilayah kekuasaan Romawi Timur
Usaha untuk mendakwahi wilayah-wilayah
kekuasaan Romawi Timur dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah setelah pada masa Bani
Umaiyah gagal ketika merebut kota
Konstantinopel.
Dalam memperluas wilayah dakwah,
berkali-kali terjadi perang dengan Romawi Timur dan kota Konstantinopel masih
belum dapat ditaklukkan. Meskipun demikian, Bani Abbasiyah yang berada di bawah
kepemimpinan Khalifah Al-Mu’tashim, berhasil merebut sebagian besar Asia kecil
4) Dakwah
di India
Dakwah ke wilayah India yang beragama
Hindu, telah dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin, Upaya ini terus berlanjut
hingga kekuasaan Bani Abbasiyah. Khalifah Al-Manshur mengangkat Hisyam bin Amru
sebagai gubernur India. Ia mampu menjadikan Kashmir dan sekitar pegunungan
Himalaya sebagai Wilayah dakwah. Sementara itu pada masa Khalifah Al-Mahdi
(158-169H/775-785 M), dakwah meluas di India dan terus berlanjur hingga masa
kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun (198-218H/813-833 M). Selanjutnya pada masa
Khalifah Al-Mu’tashim (218-227H/833-842M), dakwah berkembang terus dengan
pesatnya hingga ke negeri-negeri yang terletak antara Kabul,Kashmir,dan Miltan.[12]
c. Berkembangnya
Ilmu Pengetahuan
Jurji Zaidan melukiskan kemajuan yang dicapai
masa Abbasiyah 1sebagai masa yang marak dengan bertumbuhnya ilmu pengetahuan.
Pada masa ini pula lahir pujangga,penyair,dan fuqaha mazhab empat.[13]
Munculnya pusat-pusat kajian ilmu, baik ilmu
agama maupun ilmu keduniaan, menunjukkan pesatnya perkembangan dakwah dalam
bidang ilmu pengetahuan. Para da’i adalah pecinta ilmu, sehingga dengan
munculnya pusat-pusat ilmu pengetahuan menjadikan dakwah sangat berkembang.[14]
C. Kemunduran
Abbasiyah I
Faktor-faktor
Penyebab Kemunduran
a. Faktor Intern
1) Kemewahan hidup di kalangan
penguasa
perkembanganperadaban
dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode
pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung
mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pada pendahulunya.
Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profisional asal Turki untuk
mengambil alih kendali pemerintahan.
2) Perebutan kekuasaan antara
keluarga Bani Abbasiyah
Perebutan
kekuasaan di mulai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan
masuknya unsur Turki dan Parsi. Setelah Al-Mutawakkil wafat, bergantian
khalifah terjadi secara tidak wajar. Dari ke dua belas khalifah pada periode ke
dua dinasti Abbasiyah, hanya empat orang khalifaf yang wafat dengan wajar.
Selebihnya, para khalifah itu wafat karena dibunuh atau diracun dan diturunkan
secara paksa.[15]
3) Konflik keagamaan
Sejak
terjadinya konflik antara Muawiyah dan Khalifah Ali yang berakhir dengan
lahirnya tiga kelompok umat: pengikut Muawiyah, Syi’ah, dan Khawarij, ketiga
kelompok ini senntiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh pada masa
kekhalifahan Muawiyah maupun masa kekhalifahan Abbasiyah adalah kelempok sunni
dan kelempok Syi;ah. Walaupun pada masa-masa tertentu antara kelompok sunni dan
Syi’ah saling mendukung, misalnya pada masa pemerintahan Buwaihi, antara kedua
kelompok tidak pernah ada satu kesepakatan.
b. Faktor Ekstern
1) Banyaknya pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai
oleh khalifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan kepada pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam, secara real, daerah-daerah itu berada dibawah
kekuasaan gubernur-gubernur yang bersangkutan. Akibatnya, provinsi-provinsi
tersebut banyak yang melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas. Adapun
cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah: Pertama,
seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh
kemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayyah di spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua,
seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin
bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti daulat Aglabiyah di Tunisiya
dan Thahiriyah di Kurasan.
2) Dominasi Bangsa Turki
Sejak Abad ke 9 kekuasaan militer
Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa abbasiyah
mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara
turki, kemudian mengangkatnya menjadi panglima-panglima. Pengangkat anggota
militer inilah, dalam perkembangan selanjutnya, yang mengancam kekuasaan
khalifah. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun khalifah
dipegang oleh bani abbas, ditangan mereka, khalifah bagaikan boneka yang tidak
bisa berbuat apa-apa bahkan, merekalah memilih dan menjatuhkan khalifah yang
sesuai dengan politik mereka.[16]
Khalifah dinasti abbasiyah yang berkuasa
pada masa kekuasaan bangsa turki 1, mulai khalifah ke 10, khalifah
Al-Mutawwakil ( Tahun 232 H. ) hingga khalifah ke 22, khalifah Al Mustagfi
billah (Abdullah Suni – Qasim Tahun 33 H). Pada masa kekuasaan bangsa turki ke
2 (Banu Saljuk). Mulai dari khalifah ke 27, khalifah muqtadi bin Muhammad(Tahun
467 H). Hingga khalifah ke 27, khalifah Musta’sim bin Mustanshir (tahun 656 H).
3) Dominasi Bangsa Persia
Masa kekuasaan bangsa parsi (Banu
Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun. Pada masa ini, kekuasaan pusat di Baghdad
dilucuti dan diberbagai daerah muncul negara-negara baru yang berkuasa dan
membuat kemajuan dan perkembangan baru.
Pada awal pemerintah Bani Abbasiyah,
keturunan parsi bekerjasama dalam mengelola pemerintahan dan dinasti Abbasiyah
mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode ke
2,saat kekhalifahan Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian khalifah, yaitu
dari khalifah muttaqi(khalifah ke 22) kepada khalifah Muthie’ (khalifah ke 23)
tahun 334H. Banu Buyah (Parsi) berhasil merebut kekuasaan.
Pada mulanya mereka berkhidmat
kepada pembesar-pembesar dari para khalifah, sehingga banyak dari mereka yang
menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka
memiliki kedudukan yang kuat, para khalifah Abbasiyah berada dibawah telunjuk
mereka dan seluruh pemerintahan berada ditangan mereka. Khalifah Abbasiyah
hanya tinggal namanya saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar,
bertanda tangan di dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis
atas mata uang, dinar dan dirham
Sebab-sebab
kehancuran Dinasti Abbasiyah :
1. Faktor
Intern
a)
Lemahnya semangat priptarisme negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan
islam tidsk berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam
maupun dari luar.
b)
Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan
moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung negara
selama ini.
c)
Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi berbagai pemberontakan,
khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya kekuatan asing tersebut
memanfaatkan kelemahan khalifah.[17]
d)
Fanatik Madzhab persaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiyah dan
Alawiyah menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, bahkan hancur
berkeping-keping.
Perang ideologi antara Syi’ah dari
fatimah melawan Ahlu Sunnah dari Abbasiyah, banyak menimbulkan korban. Aliran
Qaramithah yang sangat Ektrem dalam tindakan-tindakannya yang dapat menimbulkan
bentrokan di masyarakat. Kelompok Hashshashian yang dipimpin oleh Hasan Bin
Shabah yang berasal dari Thus di Parsi merupakan aliran Ismailiyah, salah satu
Sekte syi’ah adalah kelompok yang sangat dikenal kekejamannya, yang sering
melakukan pembunuhan terhadap penguasa Banni Abbasiyah yang beraliran Sunni.
Pada saat terakhir dan hayatnya
Abbasiyah, tentara Tartar yang datang dari luar dibantu dari dalam dan
dibukakan jalannya oleh golongan Awaliyin yang dipimpin oleh Alqamiy.
2. Faktor
Ekstern
Di Sintegrasi, akibat
kebijakan untuk lebih mengutamakan bembinaan peradaban dan
kebudayaan
Islam daripada politik, provensi-provensi tertentu di pinggiran mulai
melepaskan dari genggaman penguasa bumi Abbasiyah. Mereka bukan sekedar memisahkan
diri dari kekuasaan Khalifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut pusat
kekuasaan di Baghdad. Hal ini dimafaatkan oleh pihak dan banyak mengorbankan
umat, yang berarti juga menghancurkan sumber daya manusia (SDM).
(Provensi-provensi yang melepaskan diri dari Dinasti Abbasiyah, dijelaskan
selanjutnya). Yang paling membahayakan adalah pemerintahan tandingan Fatimah di
Mesir walaupun pemerintahan lainnyapun cukup menjadi perhitungan para Khalifah
di Baghdad. Pada akhirnya pemerintah-pemerintah tandingan ini dapat ditaklukkan
atas bantuan Bani Saljuk atau Buyah.[18]
KESIMPULAN
1.Bani
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 Hijriyah (750 M) oleh Abu Al-Abbas As-saffah
yang sekaligus menjadi khaalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung
dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad (132-656 H/ 750-1258).
2.
Kemajuan Abbasiyah disaat pada:
Ø Keadaan
kota Baghdad sebagai Pusat dakwah
Ø Perluasan
Wilayah Dakwah:
§ Dakwah
di Afrika Utara
§ Dakwah
di Andalusia
§ Dakwah
di Wilayah kekuasaan Romawi Timur
§ Dakwah
Di India
Ø Berkembangnya
Ilmu Pengetahuan
3.Penyebab
Kemundurab Abbasiyah I dibedakan menjadi 2 faktor:
Ø Faktor
Intern
§ Kemewahan
hidup dikalanagan Penguasa
§ Perebutan
kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
§ Konflik
Agama
Ø Faktor
Ekstern
§ Banyaknya
Pemberontakan
§ Dominasi
Bangsa Turki
§ Dominasi
Bangsa Persia
DAFTAR PUSTAKA
Suhandang
Kustadi, Ilmu Dakwah,2013,PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung.
Supriyadi
Dedi, Sejarah Peradaban Islam,2008, Pustaka Setia, Surabaya
Hasan
Nor, Sejarah Peradaban Islam,2013,Pena Salsabila, Surabaya
Samsul
Munir Amin, Sejarah Dakwah, 2014,Cahaya Prima Sentosa, Jakarta
Hasjmy
A, Sejarah Kebudayaan Islam, 1993, Bulan Bintang, Jakarta
[1]Samsul Munir
Amin, Sejarah Dakwah (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014) hal.94-98
[2]Nor Hasan,Sejarah
Peradaban Islam (Surabaya: Pena Salsabilla,2013). hal.110
[3]Dedy Supriyadi,Sejarah
Peradaban Islam(Bandung:Pustaka Setia,2008). hal.127
[4]Nor Hasan,Sejarah
Perdaban Islam(Surabaya:Pena Salsabilla,2013). hal.110-111
[5]Kustandi
Suhandang,Ilmu Dakwah(Bandung.PT. Remaja Rosdakarya,2013). hal.58
[6] Kustandi
Suhandang, Ilmu Dakwah(Bandung:Remaja Rosdakarya,2013). hal.58
[7]A. Hasjmy, Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,1993). hal.213
[8]Ibid,. hal.9
[9] Ibid. Hal.95
[10] Ibid., hal
95-96
[12] Ibid. hal.96
[13] Ibid: 96
[14] Ibid., hal.96
[15] Dedy
Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam(Surabaya:Pustaka
Setia,2008).hal.139-140
[16]Dedy Supriyadi,Sejarah
Peradaban Islam (Surabaya: Pustaka Setia, 2008). hal.136-137
[17]Dedy Supriyadi,
Sejarah Peradaban Islam (Surabaya:Pustaka Setia, 2008). hal.139-140
[18] Dedy
Supriyadi, Sejarah Perdaban Islam (Surabaya:Pustaka Setia, 2008).
hal.140