Awal Berdirinya Masa Abbasiyah dan Kemajuan Abbasiyah (Artikel Lengkap)

Pemerintahan Bani Abbasiyah dinisbahkan kepada Abbas bin Abdil Muthalib, paman Rasulullah, dengan khalifah pertamanya adalah Abdullah As-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Abbas bin Abdil Muthalib.

Sebelum berdirinya Bani Abbasiyah, terdapat tiga atau empat yang merupakan pusat kegiatan politik, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Ketiga tempat itu digunakan keluarga Abbas secara sembunyi-sembunyi untuk membangun cikal bakal Bani Abbasiyah.

A.   Awal Berdirinya Masa Abbasiyah I
            Masa Abbasiyah I adalah masa yang gemilang bagi dakwah. Pada masa ini, kota Baghdad, Bashrah, dan Kufah menjadi pusat kegiatan dakwah dan pusat kegiatan kebudayaan islam. Selain itu, Baghdad juga sebagai ibu kota kekhalifahan. Kota tersebut merupakan kota internasional yang makmur, mewah dan sangat maju.
            Bani Abbasiyah didirikan pada tahun 132 Hijriyah (750 M) oleh Abu Al-Abbas As-saffah yang sekaligus menjadi khaalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad (132-656 H/ 750-1258). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan beliau.
            Pemerintahan Bani Abbasiyah dinisbahkan kepada Abbas bin Abdil Muthalib, paman Rasulullah, dengan khalifah pertamanya adalah Abdullah As-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Abbas bin Abdil Muthalib.
            Sebelum berdirinya Bani Abbasiyah, terdapat tiga atau empat yang merupakan pusat kegiatan politik, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Ketiga tempat itu digunakan keluarga Abbas secara sembunyi-sembunyi untuk membangun cikal bakal Bani Abbasiyah.
1. Humaimah merupakan tempat yang tentram. Bani hasyim bermukim di kota itu, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas
2. Kufah adalah wilayah yang pendukungnya menganut Syiah yang selalu ditindas oleh Bani Umaiyah
3. Khurasan merupakan wilayah yang penduduknya tidak mudah terpengaruh oleh kepercayaan yang menyimpang. Disanalah dakwah Bani Abbasiyah mendapat dukungan.
[1]
B.   Kemajuan Abbasiyah I
Panjangnya masa kekuasan Abbasiyah, para sejarawan memetakan masa pemerintahanya pada pemetaan yang berbeda. Ada yang memetakannya menjadi tiga periode, empat periode, lima periode pemetaan tersebut didasarkan pada sistem pemerintahan yang digunakan perubahan politik, sosial dan budaya.[2]
Menurut B.G. Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu :

1.    Periode pertama (132 H./750 M. s.d 232 H./ 847 M.), disebut periode pengaruh Persia Pertama.
2.    Periode kedua (232 H./847 M. s.d. 334 H./945 M.), disebut periode pengaruh Turki Pertama
3.    Periode ketiga (334 H./945 M. s.d. 447 H./1105 M.), masa kekuasaan Dinasti buwaihi dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga pengaruh Persia Kedua;
4.    Periode keempat (447 H./1105 M. s.d. 590 H./1195 M.), masa kekuasaan Dinasti saljuk yang biasa disebut dengan masa pengaruh Turki Kedua;
5.    Periode kelima (590 H./1194 M. s.d 656 H./1258 M.) masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di Baghdad.[3]
Dari lima periode di atas, kekhalifahan Abbasiyah mencapai puncak keemasanya justru pada periode pertama. Pada periode ini para khalifah betul betul mencurahkan perhatianya pada perkembangan peradaban islam. Secara politis khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan             merupakan centra kekuasaan politik dan kekuasaan agama sekaligus tingkat kemakmuran mereka terjamin.[4]
Dalam masa ini terjadi tahapan penyusunan dan penulisan kitab-kitab,pengaturan ilmu-ilmu islam yang disebut juga Al-Ulumil Naqliyah,Dan penerjemah dari bahasa asing.
Tahap terendah dalam menyusun dan menulis kitab ialah mencatat pemikiran atau hadis dan sebagainya pada lembaran kertas yang tersendiri.Tahap pertengahan adalah membukukan pemikiran-pemikiran yang sama,atau hadist Rassul SAW dalam satu buku (dewan).Maka terkumpullah hukum-hukum fiqh dalam satu buku, atau sekumpulan hadist, Atau berita-berita sejarah,dan sebagainya.
Tahap tertinggi lebih teliti lagi dalam membukukannya. Penyusunan lebih teratur, berdasarkan bab dan pasal-pasal tertentu. Di antaranya Al-Muwaththa’ Imam Malik yang merupakan kitab hadist tertua yang dibukukan pada masa itu, tepatnya pada masa khalifah Al-Mansur.[5]
Dalam hal pengaturan ilmu-ilmu Islam, lahir tafsir Al-Quran, yang dipisahkan dari hadits. Pada masa ini, para imam fikih pendiri mazhab menyusun kitabnya. Mereka itu adalah Abu Hanifah, Malik, Al-Syafi’i, dan Achmad ibnu Hambal. Pada saat itu pula lahir Ilmu Nahwu dan Ilmu Tarih. Sedangkan hadits menjadi “ibu” bagi Ilmu Tafsir dan Ilmu Sirah (Tarikh Rasul SAW). [6]
Para khalifah pada masa Abbasiyah I, pada hakikatnya ulama yang mencintai ilmu. Putra-putra mereka diberi pendidikan khuses didalam istana agar kelak juga menjadi ulama. Kebebasan berpikir dan bersikap demokratis merupakan ciri khas dari zaman ini. Hal ini terlihat dari beragamnya aliran agama yang dianut oleh para penjabat istana, seperti khalifah Al-Ma’mun yang beraliran syiah, Perdana menteri Yahya bin Aksam yang beraliran Ahlus Sunnah, dan Menteri Ahmad bin abi Dawud yang beraliran Mu’tazilah. Hal yang serupa juga terjadi pada Abu Ja’di yang memiliki enam orang anak. Setiap orang diantara mereka beraliran Syiah, Murji’ah dan Khawarij.
          Ciri khas lain pada zamani ini yaitu meningkatnya upaya penerjemahan. Buku-buku filsafat , kedokteran, astronomi, fisika, dan senimusik diterjemahkan ke dalam nahasa arab. Ilmu-ilmu yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ilmu arab asli , seperti ilmu bahasa, syair dan retorika, ilmu islam, seperti ilmutafsir, ilmu hadist, ilmu fiqh, ilmu hikmah, ilmu kalam, dan ilmu tasawuf, serta ilmu baru, seperti filsafat, eksakta, dan seni musik.[7]
a.            Keadaan kota Baghdad sebagai Pusat dakwah
          Pada mulanya ibu kota kekhalifahan adalah Al-HamsPada mulanya ibu kota kekhalifahan adalah Al-Hamsyimiyah, dekat Kufah. Namun untuk menjaga stabilitas jalannya pemeintahan, pada tahun 762 M Al-Manshur memindahkanya ke Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon.
          Baghdad terletak dipinggir sungai Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dij
adikan ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajarilokasi.[8]
Bahkan, ada beberapa orang diantara mereka yang diperintahkan tinggal beberapa hari ditempat itu pada musim yang berbeda. Selanjutnya, para ahli tersebut melaporkan keadaan udara, tanah, dan lingkunganya. Setelah melakukan penelitian secara seksama, akhirnya wilayah ini ditetapkan sebagai ibu kota.
            Sejak awal berdirinya,kota ini sudah menjadi pusar peradaban islam dankebangkitan ilmu penetahuan. Itu sebabnya philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, Baghdad merupakan profesor masyarakat Islam.di Baghdad terdapat Baitul Hikmah, yaitu pusat pengkajian ilmu dan perpustakaan. Selain itu, Baghdad juga sebagai pusat penerjemah buku ke dalam bahasa Arab.
          Sebagai ibu kota,Baghdad mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid,walaupun kota itu belum lima puluh tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Baghdad. Istana itu memiliki bangunan-bangunan sayap dan aula yang di lengkapi dengan ornamen-ornamen indah. Kemewahan istana itu muncul terutama dalam upacara penobatan khalifah,pernikahan,dan keberangkatan haji, dan jamuan untuk para duta negara asing.
b.            Perluasan Wilayah Dakwah
          Pada masa Abbasiyah 1, tidak banyak usaha untuk memperluas wilayah dakwah.para penguasa menitik beratkan pada pembinaan wilayah-wilayah yang telah ada dalam segala bidang,terutama bidang politik,ekonomi,dan ilmu pengetahuan.
Pada masa ini pula,pergolakan politik sering terjadi. Namun, usaha pemantapan sasaran dakwah berjalan dengan baik, terutama dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
1)    Dakwah di Afrika Utara
          Mesih telah menjadi wilayah dakwah semenjak zaman Khulafaur Rasyidin. Negeri itu dijadikan basis dakwah untuk daerah-daerah bekas jajahan Romawi Timur di sekitar laut Tengah. Dengan membina ibu kota yang baru, kota Fustat diganti dengan kota Askar yang kemudian menjadi pusat kegiatan dakwah.[9]
          Sementara itu, wilayah Afrika Utaralainnya telah didakwahi sejak pemerintah Bani Umaiyah. Panglima aqabah bin Nafi membangun benteng di kota Qairawan (sekarang tunisia) pada tahun 51 Hijriyah. Apa yang telah ada itu, selanjutnya dibina oleh Bani Abbasiyah. Adapun penduduk asli Afrika Utara, Barbar, yang talah masuk islam [10]menggabungkan diri ke dalam kekuasaan Bani Abbasiyah. Hal ini menjadi simbol tuntasnya penaklukan seluruh Afrika Utara.[11]



2)    Dakwah di Andalusia
          Setelah Bani Umaiyah digantikan dengan Bani Abbasiyah, di Andalusia terjadi kekacauan. Jabatan gubernur diperebutkan antara suku Madhariyah dan suku Yamaiyah. Oleh sebab itu, selama empat bulan Andalusia tidak memiliki gubernur.
          Kekacauan politik yang melanda Andalusia itu memberi peluang kepada Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abdil Malik atau lebih di kenal dengan Abdurrahman Ad-Dakhil, salah seorang keturunan Bani Umaiyah, yang dapat meloloskan diri dari kejaran Bani Abbasiyah. Ia membangun kembali Bani Umaiyah di Andalusia dan menjadi khalifah yang memerintah sejak tahun 138 hingga 172 Hijriyah (756-788 Masehi). Walaupun demikian, wilayah Andalusia pada hakikatnya adalah bagian dari Bani Abbasiyah. Kemajuan yang dicapai Bani Umaiyah di Andalusia ini dapat menyaingi Bani Abbasiyah. Oleh sebab itu, kekhalifahan ini menjadi sumber inspirasi peradaban Eropa modern.
          Setelah Cordova menjadi ibu kota Andalusia, kota tersebut menjadi saingan Baghdad. Cordova yang terletak di Barat dan Baghdad yang terletak di Timur, Menjadi pusat kegiatan dakwah dan kebudayaan Islam.
3)    Dakwah di Wilayah kekuasaan Romawi Timur
          Usaha untuk mendakwahi wilayah-wilayah kekuasaan Romawi Timur dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah setelah pada masa Bani Umaiyah gagal ketika merebut  kota Konstantinopel.
          Dalam memperluas wilayah dakwah, berkali-kali terjadi perang dengan Romawi Timur dan kota Konstantinopel masih belum dapat ditaklukkan. Meskipun demikian, Bani Abbasiyah yang berada di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Mu’tashim, berhasil merebut sebagian besar Asia kecil
4)    Dakwah di India
          Dakwah ke wilayah India yang beragama Hindu, telah dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin, Upaya ini terus berlanjut hingga kekuasaan Bani Abbasiyah. Khalifah Al-Manshur mengangkat Hisyam bin Amru sebagai gubernur India. Ia mampu menjadikan Kashmir dan sekitar pegunungan Himalaya sebagai Wilayah dakwah. Sementara itu pada masa Khalifah Al-Mahdi (158-169H/775-785 M), dakwah meluas di India dan terus berlanjur hingga masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun (198-218H/813-833 M). Selanjutnya pada masa Khalifah Al-Mu’tashim (218-227H/833-842M), dakwah berkembang terus dengan pesatnya hingga ke negeri-negeri yang terletak antara Kabul,Kashmir,dan Miltan.[12]

c. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan
Jurji Zaidan melukiskan kemajuan yang dicapai masa Abbasiyah 1sebagai masa yang marak dengan bertumbuhnya ilmu pengetahuan. Pada masa ini pula lahir pujangga,penyair,dan fuqaha mazhab empat.[13]
Munculnya pusat-pusat kajian ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu keduniaan, menunjukkan pesatnya perkembangan dakwah dalam bidang ilmu pengetahuan. Para da’i adalah pecinta ilmu, sehingga dengan munculnya pusat-pusat ilmu pengetahuan menjadikan dakwah sangat berkembang.[14]

C. Kemunduran Abbasiyah I
Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
          a. Faktor Intern
1) Kemewahan hidup di kalangan penguasa
perkembanganperadaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pada pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profisional asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.
2) Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Perebutan kekuasaan di mulai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masuknya unsur Turki dan Parsi. Setelah Al-Mutawakkil wafat, bergantian khalifah terjadi secara tidak wajar. Dari ke dua belas khalifah pada periode ke dua dinasti Abbasiyah, hanya empat orang khalifaf yang wafat dengan wajar. Selebihnya, para khalifah itu wafat karena dibunuh atau diracun dan diturunkan secara paksa.[15]
3) Konflik keagamaan
Sejak terjadinya konflik antara Muawiyah dan Khalifah Ali yang berakhir dengan lahirnya tiga kelompok umat: pengikut Muawiyah, Syi’ah, dan Khawarij, ketiga kelompok ini senntiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh pada masa kekhalifahan Muawiyah maupun masa kekhalifahan Abbasiyah adalah kelempok sunni dan kelempok Syi;ah. Walaupun pada masa-masa tertentu antara kelompok sunni dan Syi’ah saling mendukung, misalnya pada masa pemerintahan Buwaihi, antara kedua kelompok tidak pernah ada satu kesepakatan.
b. Faktor Ekstern
1) Banyaknya pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan kepada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, secara real, daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan gubernur-gubernur yang bersangkutan. Akibatnya, provinsi-provinsi tersebut banyak yang melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah: Pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayyah di spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti daulat Aglabiyah di Tunisiya dan Thahiriyah di Kurasan.
2) Dominasi Bangsa Turki
            Sejak Abad ke 9 kekuasaan militer Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara turki, kemudian mengangkatnya menjadi panglima-panglima. Pengangkat anggota militer inilah, dalam perkembangan selanjutnya, yang mengancam kekuasaan khalifah. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun khalifah dipegang oleh bani abbas, ditangan mereka, khalifah bagaikan boneka yang tidak bisa berbuat apa-apa bahkan, merekalah memilih dan menjatuhkan khalifah yang sesuai dengan politik mereka.[16]
Khalifah dinasti abbasiyah yang berkuasa pada masa kekuasaan bangsa turki 1, mulai khalifah ke 10, khalifah Al-Mutawwakil ( Tahun 232 H. ) hingga khalifah ke 22, khalifah Al Mustagfi billah (Abdullah Suni – Qasim Tahun 33 H). Pada masa kekuasaan bangsa turki ke 2 (Banu Saljuk). Mulai dari khalifah ke 27, khalifah muqtadi bin Muhammad(Tahun 467 H). Hingga khalifah ke 27, khalifah Musta’sim bin Mustanshir (tahun 656 H).
3) Dominasi Bangsa Persia
            Masa kekuasaan bangsa parsi (Banu Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun. Pada masa ini, kekuasaan pusat di Baghdad dilucuti dan diberbagai daerah muncul negara-negara baru yang berkuasa dan membuat kemajuan dan perkembangan baru.
            Pada awal pemerintah Bani Abbasiyah, keturunan parsi bekerjasama dalam mengelola pemerintahan dan dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode ke 2,saat kekhalifahan Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian khalifah, yaitu dari khalifah muttaqi(khalifah ke 22) kepada khalifah Muthie’ (khalifah ke 23) tahun 334H. Banu Buyah (Parsi) berhasil merebut kekuasaan.
            Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar dari para khalifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat, para khalifah Abbasiyah berada dibawah telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada ditangan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal namanya saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar, bertanda tangan di dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang, dinar dan dirham

Sebab-sebab kehancuran Dinasti Abbasiyah :
1.    Faktor Intern
a) Lemahnya semangat priptarisme negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan islam tidsk berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam maupun dari luar.
b) Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung negara selama ini.
c) Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi berbagai pemberontakan, khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya kekuatan asing tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.[17]

d) Fanatik Madzhab persaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiyah dan Alawiyah menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, bahkan hancur berkeping-keping.
            Perang ideologi antara Syi’ah dari fatimah melawan Ahlu Sunnah dari Abbasiyah, banyak menimbulkan korban. Aliran Qaramithah yang sangat Ektrem dalam tindakan-tindakannya yang dapat menimbulkan bentrokan di masyarakat. Kelompok Hashshashian yang dipimpin oleh Hasan Bin Shabah yang berasal dari Thus di Parsi merupakan aliran Ismailiyah, salah satu Sekte syi’ah adalah kelompok yang sangat dikenal kekejamannya, yang sering melakukan pembunuhan terhadap penguasa Banni Abbasiyah yang beraliran Sunni.
            Pada saat terakhir dan hayatnya Abbasiyah, tentara Tartar yang datang dari luar dibantu dari dalam dan dibukakan jalannya oleh golongan Awaliyin yang dipimpin oleh Alqamiy.
2.    Faktor Ekstern
Di Sintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan bembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada politik, provensi-provensi tertentu di pinggiran mulai melepaskan dari genggaman penguasa bumi Abbasiyah. Mereka bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan Khalifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad. Hal ini dimafaatkan oleh pihak dan banyak mengorbankan umat, yang berarti juga menghancurkan sumber daya manusia (SDM). (Provensi-provensi yang melepaskan diri dari Dinasti Abbasiyah, dijelaskan selanjutnya). Yang paling membahayakan adalah pemerintahan tandingan Fatimah di Mesir walaupun pemerintahan lainnyapun cukup menjadi perhitungan para Khalifah di Baghdad. Pada akhirnya pemerintah-pemerintah tandingan ini dapat ditaklukkan atas bantuan Bani Saljuk atau Buyah.[18]

KESIMPULAN
1.Bani Abbasiyah didirikan pada tahun 132 Hijriyah (750 M) oleh Abu Al-Abbas As-saffah yang sekaligus menjadi khaalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad (132-656 H/ 750-1258).
2. Kemajuan Abbasiyah disaat pada:
Ø Keadaan kota Baghdad sebagai Pusat dakwah
Ø Perluasan Wilayah Dakwah:
§  Dakwah di Afrika Utara
§  Dakwah di Andalusia
§  Dakwah di Wilayah kekuasaan Romawi Timur
§  Dakwah Di India
Ø Berkembangnya Ilmu Pengetahuan
3.Penyebab Kemundurab Abbasiyah I dibedakan menjadi 2 faktor:
Ø  Faktor Intern
§  Kemewahan hidup dikalanagan Penguasa
§  Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
§  Konflik Agama
Ø  Faktor Ekstern
§  Banyaknya Pemberontakan
§  Dominasi Bangsa Turki
§  Dominasi Bangsa Persia


DAFTAR PUSTAKA
Suhandang Kustadi, Ilmu Dakwah,2013,PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam,2008, Pustaka Setia, Surabaya
Hasan Nor, Sejarah Peradaban Islam,2013,Pena Salsabila, Surabaya
Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah, 2014,Cahaya Prima Sentosa, Jakarta
Hasjmy A, Sejarah Kebudayaan Islam, 1993, Bulan Bintang, Jakarta




[1]Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014) hal.94-98
[2]Nor Hasan,Sejarah Peradaban Islam (Surabaya: Pena Salsabilla,2013). hal.110
[3]Dedy Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam(Bandung:Pustaka Setia,2008). hal.127
[4]Nor Hasan,Sejarah Perdaban Islam(Surabaya:Pena Salsabilla,2013). hal.110-111
[5]Kustandi Suhandang,Ilmu Dakwah(Bandung.PT. Remaja Rosdakarya,2013). hal.58
[6] Kustandi Suhandang, Ilmu Dakwah(Bandung:Remaja Rosdakarya,2013). hal.58
[7]A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,1993). hal.213
[8]Ibid,. hal.9
[9] Ibid. Hal.95
[10] Ibid., hal 95-96

[12] Ibid. hal.96
[13] Ibid: 96
[14] Ibid., hal.96
[15] Dedy Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam(Surabaya:Pustaka Setia,2008).hal.139-140
[16]Dedy Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam (Surabaya: Pustaka Setia, 2008). hal.136-137
[17]Dedy Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya:Pustaka Setia, 2008). hal.139-140
[18] Dedy Supriyadi, Sejarah Perdaban Islam (Surabaya:Pustaka Setia, 2008). hal.140

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel