Makalah Metode Istimdad dalam Kajian Usul Fiqh
April 28, 2017
Secara istilah
kata istinbat diartikan sebagai upaya menarik hukum dari Al-Quran dan sunnah dengan jalan ijtihad.[1]
Dengan demikian metode istinbat berarti cara menetapkan hukun dengan cara
ijtihad. Tidak ada satupun
permasalahan dalam dunia manusia yang tidak dijamah oleh syari’at, tidak ada
satupun perbuatan manusia kecuali ada hukumnya menurut pandangan syari’at. Karena
hukum Allah bertentangan dengan seluruh perbuatan manusia. Ilmu ushul fiqh
bersumber atau lahir dari tiga ilmu berikut ini:
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ushul fiqh tumbuh pada abad kedua
hijriah, pada abad pertama ilmu ini belum tumbuh karena belum terasa
diperlukan. Rasulullah berfatwa dan dan menjatuhkan keputusan berdasarkan
kepada Al-quran dan hadist, dan berdasar naluriah yang bersih tanpa memerlukan
ushul atau kaidah yang dijadikan sebagai hukum berdasarkan dalil nas yang dapat
mereka pahami dari aspek kebahasaan semampu mereka
Usul fiqh merupakan kata majemuk yang
berasal dari bahasa arab usul al-fiqh. Kata ini dibentuk dari dua kata yaitu:
usul dan fiqh. Makna masing-masing kata-kata tersebut memiliki kaitan yang
sangat erat dengan makna kata ushul fiqh. Ushul fiqh ialah kaidah-kaidah yang
merupakan sarana untuk mendapatkan hukumnya, perbuatan yang diperoleh dengan
jalan mengumpulkan dalil secara terinci.
Kaidah-kaidah yang terdapat dalam ushul fiqh juga berfungsi untuk
menarik dan melahirkan hukum-hukum syara’. Ushul fiqh mengandung arti:
dalil-dalil untuk menetapkan hukum fiqh, dan dalil-dalil tersebut dapat berupa
Al-quran, sunnah, al-ijma’, al qiyas dan lain-lainnya.
Objek
kajian dalam ilmu usul fiqh terdiri atas dua pembahasan yaitu dalil syara’ dan
hukum-hukum syara’, akan tetapi jika dilihat lebih rinci objek kajian usul fiqh
terdiri dari beberapa pembahasan yaitu sumber dan dalil hukum, kaidah-kaidah
dan cara menerapkan kaidah tersebut, mujtahid dan ijtihad,hukum-hukum syara’.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus
permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini dapat di rumuskan sebagai
berikut :
1. Apa arti dari istimdad ?
2. Bagaimana cara melakukan metode
istimdad ?
3. Apa tujuan utama usul fiqh dari
ushul fiqh ?
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui mengetahui arti
dari istimdad
2. Untuk mengetahui abagai cara
melakukan metode istimdad
3. Untuk
mengetahui apa tujuan utama ushul fiqh
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Istimdad
Secara istilah kata istinbat diartikan sebagai upaya
menarik hukum dari Al-Quran dan
sunnah dengan jalan ijtihad.[2]
Dengan demikian metode istinbat berarti cara menetapkan hukun dengan cara
ijtihad. Tidak ada satupun
permasalahan dalam dunia manusia yang tidak dijamah oleh syari’at, tidak ada
satupun perbuatan manusia kecuali ada hukumnya menurut pandangan syari’at. Karena
hukum Allah bertentangan dengan seluruh perbuatan manusia. Ilmu ushul fiqh
bersumber atau lahir dari tiga ilmu berikut ini:
1.
Ilmu kalam (Teologi)
Yakni
ilmu yang menerangkan hokum-hukum syara’ dalam bidang I’tiqat yang diperoleh
dari dalil-dali yang qath’I atau yang pasti, yang berdasarkan ketetapan akal,
Al-Quran dan Al-Hadist. Dengan mengetahui ilmu ini kita mengetahui adanya tuhan
Allah yang menurunkan syari’at dan adanya rasul yang membawa syari’at tersebut
yaitu syari’at Islam.[3]
2.
Ilmu bahasa Arab
Terkait
dengan Bahasa Arab karena Al-Quran itu bahasa Arab, maka kita tidak akan
mengetahui atau mengambil suatu hokum dari padanya kalau kita tidak mengetahui
bahasa Arab dalam segala seluk-beluknya, seperti nahwu, sharaf, lughat dan
lain-lain yang berhubungan dengan ini.
3.
Al-Ahkam As-Syar’iyah
Hukum-hukum syara’ dari sisi
tasyawwurnya, karena yang dimaksud adalah
menetapkan atau meniadakan hukum syara’. Hukum Syari’ penting bagi ushul
Fiqh karena materi bahasan ushul fiqh adalah hukum-hukum syar’ie, tentu orang
harus tahu terlebih dahulu hakikat hokum, sehingga ia tidak salah membahas.
Al-Quran dan As-Sunnah sebagai
sumber hukum Islam dalam mengungkap pesan hukumnya menggunakan berbagai macam
cara, adakalanya dengan tegas dan adakalanya tidak tegas, ada yang melalui arti bahasanya ada
juga dengan mengedepankan tujuan hukumnya. Dan di satu kondisi juga terdapat
pertentangan antara satu dalil dan dalil lainnya yang memerlukan
penyelesaiannya.
Ushul fiqh menampilkan berbagai macam cara dengan
berbagai aspeknya untuk menangkap pesan-pesan hukum yang ditampilkan oleh
Al-quran maupun sunnah.
B. Cara
Melakukan Metode Istimdad
Adapun cara
yang dapat dilakukan dalam melakukan metode istinbat yaitu dengan tiga
cara, anatara lain sebagai berikut:
1.
Metode istinbat melalui aspek kebahasaan.
Al-Quran menyampaikan pesan hukumnya melalui gaya bahasa
dengan berbagai tingkat kejelasannya. Para ulama ushul fiqh telah mampu
menciptakan kaidah-kaidah kebahasaan yang terpenting untuk memahami pesan hukum
Al-Quran dan sunnah dari aspek kebahasaan sebagai
berikut:
a)
‘Am dan Khas
1)
‘Am, adalah lafaz yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup
satuan-satuan yang ada dalam lafaz itu tanpa pembatasan jumlah tertentu.
2)
Khas, adalah lafaz yang menunjukkan arti satu yang telah tertentu.
b)
Amr, Nahi, Takhyir
1)
Amr, adalah perintah ataupun menuntut pekerjaan untuk dilakukan dari
orang yang derajatnya lebih tinggi kepada orang yang derajatnya lebih rendah.
2)
Nahi, adalah larangan ataupun tuntutan untuk meninggalkan perbuatan.
3)
Takhyir, adalah alternative pilihan yang ditawarkan oleh syari’, yaitu
halal atau mubah yang mana berpahala jika dikerjakan dan tidak berdosa apabila
dikerjakan.
c)
Mutlak dan muqoyyad
1)
Mutlak, ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tidak dibatasi oleh
suatu batasan yang akan mengurangi jangkauan maknanya secara keseluruhan.
2)
Muqoyyad, ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang sudah dibatasi baik
oleh sifat, syarat, dan ghayah.
d)
Mantuq dan Mafhum
1)
Mantuq, ialah lafaz yang kandunagan hukumnya dipahami dari apa yang
diucapkan.
2)
Mafhum, ialah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari apa yang
terdapat dibalik dari arti mantuq-nya.
e)
Lafaz dilihat dari kejelasan maknanya
Lafaz yang jelas dalalahnya terbagi menjadi empat
yaitu :
1)
Zahir, ialah lafaz yang menunjukkan arti secara langsung dari nas itu
tanpa memerlukan pernyerta lain yang datang dari luar untuk memahami maksud nas
itu. Akan tetapi bukan pengertian itu yang menjadi maksud utamadari
pengucapannya.
2)
Nas, ialah lafaz yang menunjukkan arti yang asli yang muncul dari lafaz
itu secara jelas tidak mungkin mengandung makna lain.
3)
Mufassar, lafaz yang menunjukkan kepada maknanya secara jelas dan
terperinci yang tidak mungkin menerima ta’wil
4)
Muhkam, ialah kalimat yang menunjukkan maknanya dengan jelas yang tidak
menerima kemungkinan ta’wil dan tidak menerima takhsis.
Sedangkan lafaz yang tidak jelas dalalahnya terbagi menjadi empat yaitu:
1)
Khafi, ialah lafaz yang maknanya jelas akan tetapi ketika diterapkan
kepada suatu kasus menimbulkan ketidak jelasan.
2)
Musykil, ialah lafaz yang tidak menunjukkan makna yang jelas, maka
diperlukan qarinah dari luar untuk menjelaskan, musykil merupakan lawan dari
nas.
3)
Mujmal, ialah lafaz yang mencakup kemungkinan segala keadaan dan hukum
yang terkandung didalamnya.
4)
Mutasyabbih, ialah lafaz yang tidak jelas maknanya dan tidak ada
indikator dari luar yang menjelaskan maknanya.[4]
f)
Lafaz dilihat dari penggunaannya
1)
Makna hakiki dan Majazi, ialah makna yang menunjukkan makna aslinya.
2)
Muradif dan Musytarak, muradif ialah sinonim dan mustarak ialah satu
lafaz yang menuunjukkan dua arti atau lebih.
g)
Ta’wil, ialah penjelasan atau uraian. Sedangkan secara istilah yaitu
memalingkan lafaz dari zahirnya karena ada dalil (indikator)
2.
Metode istimdad hukum melalui
Maqasid Syari’ah\
Ulama ushul
fiqh menyimpulkan bahwa nash Al-quran
dan hadist nabi selain menunjukkan hukummelalui bunyi bahasanyajuga
melalui maqosid al syari’ah (tujuan hukum). Berangkat dari masid syari’ah maka
istinbat hukum dapat dikembangkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang
tidak terjawab oleh kandunagn kebahasaan dalam Al-quran dan hadist melalui
qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan urf yang juga dapat disebut sebagai
dalil.
Tujuan umum
dari maqosid syari’ah yaitu untuk merealisasikan kemaslahatan hidup manusia
dengan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat.
3.
Taarud Adillah, Nasakh, dan Tarjih
a)
Taarud adillah, ialah pertentangan antara dua perkara, sedangkan secara
istilah diartikan sebagai dua dalil yang mana salah satunya menunjukkan hukum
yang berbeda dengan hukum yang dikehendaki oleh nas yang lainnya.
b)
Nasakh, ialah penghapusan atau pembatalan. Sedangkan secara terminologi
Nasakh ialah pembatalan syara’ yang ditetapkan terdahulu dari orang mukallaf
dengan hukum syara’ yang sama yan datang kemudian. Adanya nasakh yaitu untuk
memelihara kemaslahatan ummat baik di dunia maupun di akhirat.[5]
c)
Tarjih, ialah mengalahkan, ataupun usaha menguatkan salah satu dari dua
dalil yang taarud(bertentangan), sampai diketahui dalil yang paling kuat
sehingga dapat diamalkan dan digugurkan dalil lain yang lemah.
C. Tujuan
utama Ushul fiqh
Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan
bahwasannya ushul fiqh memiliki peran yang amat penting dalam menggali dan
menemukan ketentuan-ketentuan hukum islam atau fiqh dari sumber islam itu
sendiri.
Secara Methodologis, seseorang dapat dikatakan
sebagi ahli hukum islam apabila menguasai ilmu ushul fiqh, sebaliknya jika
orang hanya mengetahui ilmu fiqh tanpa menguasai ilmu ushul fiqh, dapat dengan
mudah keliru dan salah dalam menerapkan pengetahuannya pada kasus-kasus hukum
yang dihadapkan kepadanya. Sebab pengetahuan fiqihnya hanya berdasarkan hafalan
saja tanpa landasan yang kokoh dan pemahaman yang mendalam terhadap
prinsip-prinsip hukum islam. Berdasarkan uraian diatas, secara singakat dapat
dikatakan bahwasannya tujuan utama ushul fiqh yaitu untuk menerapkan
kaidah-kaidah ushul fiqh pada dalil-dalil syara’.[6]
Ushul fiqh berjuan untuk menerapkan kaidah-kaidah yang bersifat kulli terhadap
nas-nas syari’at .
Sedangakan tujuan akhir yang hendak dicapai oleh
ushul fiqh yaitu penerapan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya kepada
dalil-dalil tafsili untuk sampai kepada hukum syariat yang ditunjuk oleh
dalil-dalil tersebut. Dengan pembahasan dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam ilmu
ini dapat di fahami teks syariat dan daripanya juga dapat diketahui
hukum-hukum, dan lain sebagainya. Ilmu ini juga memberikan petunjuk tentang
pengambilan dalil atau sesuatu yang terkuat dari dua dalil yang
bertentangan.Dan dengan ilmu ini ummat islam diharapkan terhindar dari taqlid,
ikut pendapat orang lain tanpa
mengetahui alasan-alasannya.[7]
Adapun kegunaan mempelajari ushul fiqh antara lain:
1.
Meletakkan dasar yang kuat dengan mengfungsikan dalil secara benar dan
menjelaskan tata cara pengfungsian dalil secara benar.
2.
Menjelaskan batas-batasan, persyaratan dan tatakrama dalam berfatwa
sehingga kokoh dalam menghasilkan kemampuan menghasilkan kemampuan
mengeluarkana hukum-hukum syar’i dari dalil dalilnya dengan landasan yang
benar.
3.
Memberikan apresiasi lebih terhadap keputusan ijtihad baru yang relevan
dengan permasalahan masa kini, sehingga menjadiakan umat islam terlepas dari
pemikiran yang kaku dalam menghadapi setiap permasalahan.
4.
Meletakkan dasar berdiskusi dan melakukan penelitian dengan selalu melihat
kepada dalil-dali yang ada.
5.
Menjadikan kita faham dan mengerti ilmu agama, meletakkan hak dan
kewajiban pada tempatnya.
6.
Mengetahui hikmah ,rahasia dan maqosid syariah.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istinbat merupakan upaya menarik hukum dari Al-quran
dan sunnah dengan jalan ijtihad. Dengan demikian metode istinbat berarti cara
menetapkan hukun dengan cara ijtihad. Adapun cara yang dapat dilakukan dalam melakukan metode istinbat
yaitu dengan tiga cara, yaitu: Metode istinbat melalui aspek kebahasaan, metode
istinbat hukum melalui Maqasid Syari’ah, taarud Adillah, Nasakh, dan Tarjih.
Sedangakan tujuan utama ushul fiqh yaitu untuk
menerapkan kaidah-kaidah ushul fiqh pada dalil-dalil syara’. Yaitu menerapkan
kaidah-kaidah yang bersifat kulli terhadap nas-nas syari’at .
B. Saran
Kami
yakin dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mohon kepada pembaca agar dapat memberikan kritikan, saran,
dan komentarnya agar makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Shidiq,Sapiudin. Ushul Fiqh. Jakarta: Pena grafika, 2011.
Dahlan, Abd rahman. Ushul Fiqh. Jakarta: Paragotama jaya,
2014.
Koto,
Alaiddin. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2014.
Bakry,Nazar.
Fiqh & Ushul Fiqh. Jakarta: PT
Raja Grafindo, 1993.
Ali
Sabri, Fahruddin. Ushul Fiqh. Surabaya:
CV Salsabila Putra Pratama, 2013.
Rifa’ie,Muhammad. Ushul Fiqh.
Bandung: PT Al-Ma’arif,1995.
[1] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh. (Jakarta: Pena
grafika, 2011), hlm.159.
[2] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh. (Jakarta: Pena
grafika, 2011), hlm.159.
[3] Muhammad Rifa’ie, Ushul Fiqh (Bandung: PT Al-Ma’arif,1995), hlm, 11.
[4] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh. (Jakarta: Pena
grafika, 2011), hlm.246.
[5] Nazar Bakry, Fiqh & Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 1993), hlm.257.
[6] Abd
rahman dahlan, Ushul Fiqh,( jakarta: nParagotama
jaya, 2014), hlm. 19.
[7] Alaiddin
Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.( Jakarta: PT
Raja Grafindo, 2014),hlm. 10.
[8] Fahruddin Ali Sabri, Ushul Fiqh,( Surabaya: CV Salsabila
Putra Pratama, 2013), hlm. 7.