Makalah Istilah-istilah Tentang Filsafat Ketuhanan (Makalah Lengkap)
April 28, 2017
Filsafat menjelaskan Tuhan sebagai
zat yang impersonal, sedangkan teologi melihat Tuhan sebagai zat yang personal.
Filsafat Yunani dalam beberapa hal telah sampai pada kesimpulan bahwa alam
disebabkan oleh Zat yang tidak tampak, esa, kekal, dan sempurna. Namun,
pemikiran ini belum sampai pada taraf Zat yang disembah dan pencipta Agama
Yahudi, Kristen, dan Islam sepakat mengakui Zat tersebut adalah Tuhan yang
personal, yaitu Tuhan yang mencipta dan sekaligus disembah serta dapat
berhubungan dengan makhluk.
FILSAFAT
KETUHANAN
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen
Pengampu:…………………………
Disusun
Oleh :
……….
……….
……….
PROGRAM
STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN
SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
2016-2017
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan rasa syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
senantiasa mencurahkan rahmatnya kepada kita semua. Shalawat dan salam juga
senantiasa kiranya penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang telah
memberikan kesempatan waktu untuk penyelesaian makalah ini dan dengan limpahan
rahmat dan karunia Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Filsafat Umum yang berjudul “ Filsafat Ketuhanan “ guna untuk
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah ini.
Penulis
meyakini bahwa di dalam penulisan makalah ini tentu masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan maupun penguasaan materi. Saya sangat
berharap kepada seluruh pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang
membangun kemajuan dalam berfikir untuk penulis agar makalah ini dapat di buat dengan
yang lebih sempurna lagi.
Akhirnya
kepada Allah SWT juga lah penulis minta ampun, semoga dengan adanya makalah ini
dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan kita yang sudah ada sebelumnya. Amin
Pamekasan,
26 April 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Filsafat
Ketuhanan................................................................................................ 2
B.
Istilah-istilah
Tentang Filsafat Ketuhanan................................................................ 2
C.
Perkembangan
Konsep-konsep Ketuhanan........................................................... 3
D.
Hubungan
Konsepsi Ketuhanan dalam Ilmu Filsafat................................................ 4
E.
Aliran-aliran
dalam Konsep Ketuhanan.................................................................. 4
F.
Argumen-Argumen
Tentang Ketuhanan.................................................................. 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................................ 7
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang
eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat.
Contoh yang paling nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan
dapat dilihat bagaimana filosof Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak
di alam dalam membuktikan adanya penggerak yang tak terlihat. Tradisi
argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini kemudian
secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam.
Tapi tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin
suci Islam dan kemudian secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti
Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi warna
pemikiran teologi dan tasawuf dalam penafsiran Islam.
Filsafat
tidak mengkaji suatu realitas yang dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah
satu faktor dari ribuan faktor yang berpengaruh atas alam, pencarian kita
tentang Tuhan dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu
fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja
istilah-istilah tentang Filsafat Ketuhanan?
2.
Bagaimana
hubungan konsepsi Ketuhanan dalam Ilmu Filsafat?
3.
Argumen apa
sajakah yang ada dalam Filsafat Ketuhanan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat
Ketuhanan
Filsafat
sebagai proses berpikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek
material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada.
Segala yang ada mencakup “ Ada yang tampak “ dan “ Ada yang tidak tampak “. Ada
yang tampak adalah alam fisik/empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah
alam metafisika. Filsafat memahami Tuhan sebagai Penyebab Pertama dalam
semesta; Penyebab Pertama semua kesempurnaan yang ditemukan di dunia, tetapi
filsafat tidak mampu menjelaskan Tuhan dalam diri-Nya sendiri. Filsafat
ketuhanan hanya menggarisbawahi saja, bila tidak ada penyebab pertama yang
tidak disebabkan, kedudukan benda-benda yang kontingen tidak dapat dipahami
akal. Sedangkan teologi mencoba menjelaskan Tuhan dengan seluruh misterinya
berdasarkan wahyu. Kendati demikian, diakui juga bahwa, baik teologi dan
filsafat tidak pernah membahas mengenai Tuhan secara tuntas.
Filsafat
menjelaskan Tuhan sebagai zat yang impersonal, sedangkan teologi melihat Tuhan
sebagai zat yang personal. Filsafat Yunani dalam beberapa hal telah sampai pada
kesimpulan bahwa alam disebabkan oleh Zat yang tidak tampak, esa, kekal, dan
sempurna. Namun, pemikiran ini belum sampai pada taraf Zat yang disembah dan
pencipta Agama Yahudi, Kristen, dan Islam sepakat mengakui Zat tersebut adalah
Tuhan yang personal, yaitu Tuhan yang mencipta dan sekaligus disembah serta
dapat berhubungan dengan makhluk.[1]
B.
Istilah-istilah
Tentang Filsafat Ketuhanan
Berikut
beberapa yang menyangkut tentang Filsafat Ketuhanan :
1.
Teodime
Pembenaran
ajaran tentang kekuasaan dan aturan yang menyangkut masalah penderitaan dan
adanya kejahatan dalam berbagai bentuk.
2.
Theisma
Mempercayai
bahwa Theus (Penamaan Ketuhanan dalam Bahasa Yunani) ialah awal dan akhir dari
segala-galanya.
3.
Henotheism
Dikatakan sesuatu
yang paling berkuasa , bahkan satu-satunya Dewa.
4.
Trinitheisma
Istilah yang
terkenal dalam agama Hindu dengan Trimurti, dalam agama nasrani Trinitas atau
Tritunggal.
5.
Monotheisma
Murni
Tiap sifat yang
ditemukan pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk atau rupa yang ditemukan
dalam alam (termasuk dalam alam imajinasi pikiran manusia) bukan bentuk atau
rupa Tuhan.[2]
C.
Perkembangan
Konsep-konsep Ketuhanan
Manusia
pada dasarnya memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan gaib.
Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang budaya hidupnya.
Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun
menurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena itu, tradisi
sangat sulit berubahnya dan kalau berubah sangat lambat.
Dalam
sejarah kepercayaan manusia yang sudah ribuan tahun, hanya tercatat beberapa
perkembangan sistem kepercayaan kepada yang gaib, yaitu dinamisme, animisme,
politeisme, henoteisme, dan monoteisme. Kepercayaan dinamisme dan animisme,
kendati dianggap awal dari kepercayaan umat manusia, sampai sekarang
kepercayaan itu masih terdapat di berbagai lapisan masyarakat. Walaupun
kepercayaan itu tidak seperti masyarakat primitif, fenomenanya dan praktiknya
masih mirip seperti meminta pertolongan kepada dukun dan memakai cincin
tertentu agar terhindar dari berbagai bencana.
Ada
dua teori tentang perkembangan kepercayaan manusia. Teori pertama mengatakan
bahwa kepercayaan manusia pada awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju
pada kepercayaan yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan kemajuan
peradabannya. Teori kedua berpendapat bahwa kepercayaan manusia yang pertama
adalah monoteisme murni, tetapi karena perjalanan hidup manusia, maka
kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki oleh kepercayaan animisme dan
politeisme. Teori ini dapat juga disebut degradasi karena pada awalnya alam
diciptakan dalam keadaan utuh dan sempurna, lama kelamaan mengalami korosi dan
akhirnya hancur.[3]
D.
Hubungan
Konsepsi Ketuhanan dalam Ilmu Filsafat
Sebagai
alat analisis konseptual yang terkandung di dalam hal ihwal Ketuhanan. Melalui
filsafat orang mengerti bahwa kata dalam Ketuhanan tidak hanya memiliki satu
arti, melainkan bermacam-macam. Filsafat ketuhanan seperti menjawab pertanyaan
manusia mengenai Tuhannya, yang member bermacam-macam gambaran dan bukti-bukti
tidak hanya sebatas bahwa konsep ini ada, tetapi juga bukti bahwa Tuhan itu
ada. Filsafat mengajak manusia untuk berpikir, filsafat ketuhanan berarti
berpikir mengenai ketuhanan.[4]
E.
Aliran-Aliran
Dalam Konsep Ketuhanan
Aliran
mengenai konsep ketuhanan berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan Tuhan.
Kalau perkembangan konsep ketuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah dan
perubahan yang terjadi dari satu fase ke fase berikutnya, sedangkan dalam
aliran tentang konsep ketuhanan tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi
hubungan Tuhan dengan dunia dan makhluk-Nya.
Dalam
catatan sejarah ada berbagai pandangan manusia tentang Tuhan, yaitu teisme,
deisme, panteisme, dan panenteisme. Untuk memahami lebih mendalam tentang
paham-pahamtersebut, seseorang perlu menganalisis pandangan dunia tentang Tuhan
satu persatu, agar dia bisa membedakan antara satu paham dengan paham yang lain
dan sekaligus mencari titik persamaan.[5]
F.
Argumen-Argumen
Tentang Ketuhanan
1.
Argumen
Ontologis
Argumen
ontologis yang dipelapori oleh Plato (428-348 SM) dengan teori idenya.
Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam ini mesti ada idenya. Yang dimaksud
dengan ide ialah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu, Kuda
mempunyai idea tau konsep universal. Idea tau konsep universal ini berlaku bagi
setiap kuda yang lain yang ada di alam nyata, baik itu kuda kecil maupun besar,
jantan atau betina, berwarna hitam atau putih, pincang atau tidak, hidup
ataupun sudah mati, baik itu kuda Amerika, Eropa, Afrika, maupun Australia.
Manusia
juga mempunyai ide, ide manusia adalah badan hidup dan mampu berpikir. Dengan
kata lain, ide manusia ialah daya berpikir. Konsep daya berpikir bersifat
universal, berlaku untuk seluruh manusia besar, kecil, tua, muda, laki-laki,
perempuan, manusia Eropa, Cina, dsb.
Demikianlah
tiap sesuatu di alam mempunyai ide, dan ide inilah yang merupakan hakikat dari
sesuatu itu. Ide inilah yang menjadi dasar wujud sesuatu itu, ide-ide berada
dalam alam tersendiri yaitu alam ide. Alam ide berada di luar alam nyata ini
ide-ide itu akal, benda-benda yang tampak di alam nyata dan senantiasa berubah
ini, bukanlah hakikat tetapi hanya bayangan, gambaran dari ide-idenya yang ada
dalam alam ide, yaitu zat paling sempurna. Dengan kata lain, benda-benda yang
dapat ditangkap dengan panca indra dan berubah ini bukanlah benda-benda yang
asli, bukanlah hakikat tetapi hanya bayangan. Yang hakikat dan asli adalah
ide-ide yang kekal lagi tetap terdapat di alam ide. Yang sebenarnya mempunyai
wujud ialah ide-ide itu dan bukannya benda-benda yang dapat ditangkap dengan
panca indra ini. Benda-benda nyata ini adalah khayalan atau ilusi belaka,
benda-benda berwujud karena ide-ide. Dan ide-ide adalah tujuan, sebab dari
wujud benda-benda.
2.
Argumen
Teleologis
William
Paley (1743-1805), seorang teolog Inggris mengatakan bahwa mata adalah alat
yang sempurna untuk mencapai tujuan, yaitu aktivitas melihat. Paley
menganalogikan alam raya dengan sebuah jam, anggaplah asa seorang yang tidak
pernah melihat jam seumur hidupnya, demikian Paley, kemudian dia menemukan
benda itu di tengah padang pasir. Semua yang dia lihat pada jam itu adalah
struktur mekanik yang semua bagian-bagiannya saling bekerjasama. Akhirnya, dia
bisa menyimpulkan bahwa benda ini dibuat oleh seorang yang pintar dengan tujuan
tertentu. Begitu juga dengan alam raya ini, demikian Paley, alam penuh dengan
keteraturan. Langit yang tinggi dan membiru, matahari yang bersinar setiap
hari, bintang-bintang yang bertebaran dan saling bekerjasama. Bukankah di atas semuanya
itu ada Pencipta Yang Maha Kuasa.
Dalam
teleology segala sesuatu dipandang seorang organisasi yang tersusun dari
bagian-bagian yang mempunyai hubungan erta dan bekerjasama untuk tujuan
organism itu. Jadi, dunia ini bagi seorang teleology tersusun dari bahan-bahan
yang erta hubungannya satu dengan yang lain dan bekerjasama untuk tujuan
tertentu. Mulai dari manusia sebagai makhluk tertinggi sampai pada bintang,
tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain yang bernyawa semuanya mempunyai tugas dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
3.
Argumen Moral
Diantara
argument-argumen tentang Ketuhanan, argument morallah yang lebih terpenting dan
terkuat. Argumen moral ini dipelapori oleh Immanuel Kant (1724-1804), Kant berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan
moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia
mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan menjalankan
perbuatan-perbuatan yang baik. Umpamanya, seseorang mengetahui dari perasaan
yang ada dalam hati sanubarinya bahwa ia tidak boleh mencuri dan bahwa ia
berkewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk ini, Kalau masih mengerjakan
perbuatan mencuri dia tahu bahwa dia telah bersalah dan melanggar kewajiban
yang dibisikkan hati sanubarinya kepadanya. Dan perasaan berkewajiban melakukan
perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk itu tidak tergantung pada akibat
yang timbul dari perbuatan itu. Ia harus berbuat baik semata-mata karena
perintah yang dating dari hati sanubarinya untuk berbuat baik. Demikian pula ia
berkewajiban untuk menjauhi perbuatan yang buruk semata-mata karena perintah
yang timbul dalam hati sanubarinya.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Teodime, Theisma, Henotheism, Trinitheisma,
Monotheisma Murni
2. Sebagai alat analisis konseptual yang terkandung di dalam hal ihwal
Ketuhanan. Melalui filsafat orang mengerti bahwa kata dalam Ketuhanan tidak
hanya memiliki satu arti, melainkan bermacam-macam. Filsafat ketuhanan seperti
menjawab pertanyaan manusia mengenai Tuhannya, yang member bermacam-macam
gambaran dan bukti-bukti tidak hanya sebatas bahwa konsep ini ada, tetapi juga
bukti bahwa Tuhan itu ada. Filsafat mengajak manusia untuk berpikir, filsafat
ketuhanan berarti berpikir mengenai ketuhanan.
3.
Argumen
Ontologis, Argumen Teleologis, Argumen Moral.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhtiar Amsal, Filsafat Agama (Jakarta: Rajawali Pers, 2012)
Zar Sirajuddin, Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004)
Hanafi Ahmad, Pengantar Filsafat Ketuhanan (Jakarta: Tiara
Wacana, 1999)
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang,
1998)
[1] Amsal
Bakhtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hlm. 20-22
[2] Sirajuddin
Zar, Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
hlm. 72-74
[3] Ahmad Hanafi, Pengantar
Filsafat Ketuhanan (Jakarta: Tiara Wacana, 1999) hlm. 92-94
[4] Gazalba Sidi, Sistematika
Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1998) hlm. 73-76
[5] Ibid,
hlm. 81-82
[6] Amsal Bakhtiar,
Filsafat Agama, hlm. 70-73