Makalah Studi Islam di Barat dan Tendensi dan Karakteristik Studi Islam di Negara Barat (Kanada, Spanyol, Dll)
Juni 08, 2017
Kajian tentang keislaman di Barat sudah ada sejak Abad ke-19, yaitu
ketika para sarjana Barat mulai tertarik mempelajari dunia
Timur, khususnya dunia Islam.
Memang pada mulanya, kajian Islam di Barat dipelopori oleh para ahli
ketimuran (orientalis). Bahkan, kalau ditarik lebih jauh lagi ke belakang,
sejarah perjumpaan Barat-lslam dimulai sejak abad ke-13, ketika sebuah
universitas di Perancis beroperasi gencar mempelajari karya-karya sarjana Islam
universitas yang menjadi cikal bakal Universitas Paris-Sorbonne seperti karya
para filosof seperti Ibnu Sina, al-Farabi, Ibn Rusyd dan muslim lainnya.
Sehingga mereka membentuk sebuah kelompok studi yang disebut sebagai Averroisme. Tentu saja, kajian keislaman pada waktu itu berbeda dengan kajian keislaman Barat pada masa modern. Dulu, kajian-kajian keislaman dilebih fokuskan kepada bidang filsafat dan ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh akademisi Barat pada awal-awal Renaissance yang merupakan karya-karya para filosof dan saintis Muslim
Sehingga mereka membentuk sebuah kelompok studi yang disebut sebagai Averroisme. Tentu saja, kajian keislaman pada waktu itu berbeda dengan kajian keislaman Barat pada masa modern. Dulu, kajian-kajian keislaman dilebih fokuskan kepada bidang filsafat dan ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh akademisi Barat pada awal-awal Renaissance yang merupakan karya-karya para filosof dan saintis Muslim
BAB
I
PENDAHULAN
A.
Latar Belakang
Dewasa
ini, dunia Barat telah mencapai kemajuan yang pesat terutama di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Barat dianggap mampu menyajikan berbagai temuan baru
secara dinamis dan varian, sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap science
dan teknologi modern saat ini. Namun demikian, meskipun Barat sekarang ini
dianggap maju, fakta sejarah menunjukkan bahwa kemajuan yang mereka peroleh
tidak terlepas dari perkembangan intelektual yang begitu pesat pada masa
sebelumnya, yakni masa-masa kejayaan dunia Islam. Ketika itu dunia Barat masih
berada pada masa kegelapan akibat doktrin gereja. Sementara itu, di belahan
Timur umat Islam telah membentuk suatu peradaban gemilang yang dilatar
belakangi oleh semangat ilmiah yang berkembang dengan pesat.
Kemajuan
yang diperoleh umat Islam pada saat itu juga dirasakan oleh masyarakat non Muslim, termasuk dunia Barat. Namun, seiring dengan
kemunduran yang dialami oleh umat Islam di abad pertengahan, sentuhan dunia
Islam dengan dunia Barat ini pada akhirnya memunculkan transformasi intelektual
dari dunia Islam ke dunia Barat, sehingga melahirkan gerakan renaissance,
reformasi, rasionalisme dan aufklarung di dunia Barat. Dengan demikian,
kemajuan science dan teknologi serta semangat inteltualisme yang
berkembang begitu pesat di Barat pada saat ini, tidak terlepas dari kontribusi
kemajuan umat Islam pada masa sebelumnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pada abad
keberapakah kajian tentang keislaman di Barat sudah ada?
2.
Apa saja pendekatan yang dilakukan dalam studi Barat?
3.
Apa saja tujuan Studi
Islam di Kanada?
C.
Tujuan
Melalui makalah ini, kami berharap dapat berbagi pengetahuan
tentang Pengantar Studi Islam di Barat sehingga bisa menambah wawasan kita .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
STUDI ISLAM DI NEGARA BARAT
Kajian tentang
keislaman di Barat sudah ada sejak Abad ke-19, yaitu
ketika para sarjana Barat mulai tertarik mempelajari dunia
Timur, khususnya dunia Islam.
Memang pada mulanya, kajian Islam di Barat dipelopori oleh para ahli
ketimuran (orientalis). Bahkan, kalau ditarik lebih jauh lagi ke belakang,
sejarah perjumpaan Barat-lslam dimulai sejak abad ke-13, ketika sebuah
universitas di Perancis beroperasi gencar mempelajari karya-karya sarjana Islam
universitas yang menjadi cikal bakal Universitas Paris-Sorbonne seperti karya
para filosof seperti Ibnu Sina, al-Farabi, Ibn Rusyd dan muslim lainnya. Sehingga mereka
membentuk sebuah kelompok studi yang disebut sebagai Averroisme.
Tentu saja, kajian keislaman pada waktu itu berbeda dengan kajian keislaman Barat pada masa
modern. Dulu, kajian-kajian keislaman dilebih fokuskan kepada bidang filsafat
dan ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh akademisi Barat pada awal-awal Renaissance
yang merupakan karya-karya para filosof dan saintis Muslim.[1]
Kita ketahui terlebih dahulu tentang perbedaan mendasar tradisi kejayaan
islam di Timur dan di Barat (Islam) yaitu terletak pada pendekatan yang
digunakan. Di Timur, pendekatan yang digunakan lebih berorientasi pada
penguasaan substansi materi dan penguasaan atas khazanah keislaman klasik.
Adapun di Barat (Islamic studies), kajiannya lebih berorientasi pada
Islam sebagai realitas atau fenomina sosial, yakni Islam yang telah menyejarah,
meruang dan mewaktu.[2]
B.
TENDENSI DAN KARAKTERISTIK STUDI ISLAM DI BARAT
Secara umum, kajian Islam di Barat pendekatan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Menggunakan metode-metode ilmu yang masuk
dalam kelompok humanities, seperti filsafat, filologi, dan sejarah.
2. Menggunakan metode dalam disiplin ilmu
teologi, studi bibel dan sejarah gereja dalam mengkaji Islam.
Pendekatan ini biasanya digunakan oleh para orientalis calon misionaris.
3. Menggunakan metodologi ilmu sosial, seperti
antropologi, sosiologi dan ilmu politik.
4. Menggunakan pendekatan yang dilakukan di
jurusan-jurusan, pusat-pusat, atau hanya commmitee untuk area studies.[3]
Menguatnya pemikiran dan sikap bersahabat di kalangan orientalis
tersebut telah menimbulkan kesan simpatik, saleh-alim, pro-Islam pada benak dan
alam sadar kaum muslim. Kondisi yang sedemikian, menyebabkan kalangan Islam
juga bersahabat bahkan sangat menghormatinya sehingga mereka oleh kalangan yang
pernah belajar Islam di universitas-universitas Barat diakui otoritas dan
kredibilitas dalam akademisnya sehingga dijunjung tinggi, bahkan mereka diberi
label sebagai “kiai” atau “kiyai bule”.[4]
Pada
dasarnya Studi Islam dan Sains Islam ada
perbedaan dan persamaan. Persamaan studi dan sains adalah sama-sama objek
kajiannya adalah ilmu pengetahuan agama. Sedangkan perbedaannya, Studi
Islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran islam
yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedangkan Sains
Islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang mencakup berbagai pengetahuan
modern seperti kedokteran, astronomi, matematika, fisika, dan sebagainya yang
dibangun atas arahan nilai-nilai islami.[5]
C. ISLAM DI SPANYOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP
RENAISANS DI EROPA
1. Masuknya Islam Ke Spanyol
Umat Islam
menduduki Spanyol pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang
khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan
Spanyol, uamat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai
salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas
Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah
Abdul Malik mengangkat Hasan Ibn Nu’man Al-Ghassani menjadi Gubernur di daerah
itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, ke khalifaan Hasan Ibn Nu’man sudah
digantikan oleh Musa Ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa Ibn Nushair
memperluas wilayah kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga
mereka mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan
seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika
Utara itu pertama kali dikalahkan sampai mejadi salah satu propinsi dari
Khalifah Bani Umayyah memakan waktu selama 53 tahun, yakni mulai tahun 30 H
(masa pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid).[6]
Dalam proses
penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling
berjasa memimpin pasukan-pasukan ke sana, mereka adalah Tharif Ibn Malik,
Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat disebut juga sebagai
perintis dan penyidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan
benua Eropa dengan satu pasukan perang 500 orang, di antaranya
tentara berkuda. Mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.[7]
Kemenangan-kemenangan
yang dicapai oleh umat islam nampak begitu. Hal ini tidak dipisahkan dari
adanya faktor internnal dan eksternal yang menguntunkan. Adapun yang
dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh
penguasa. Tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang
terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah
tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri.
Sedangkan faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam
negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik dan ekonomi wilayah tersebut yang berada dalam keadaan
menyedihkan.
2. Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejak pertama kali Islam menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga
jatunya kerajaan Islam disana, Islam memainkan peranan yang sangat besar yang
berlangsung selama tujuh setengah abad. Sepanjang panjang tersebut dilalui umat
Islam di Spanyol itu dibagi dalam enam periode, yaitu:
I.
Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pimpinan para wali kerajaan yang
diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Namun pada
periode ini stabilitas politik negeri
Spanyol belum tercapai secara sempurna, ada beberapa gangguan yang terjadi baik
dari dalam maupun dari luar.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh
dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan
datangnya Abd Al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H / 755 M.
II. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan seorang yang
bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat
pemerintahan Islam yang ketika itu di pegang oleh Abbasiyah di Baghdad. Amir
yang pertama adalah Abdurrahman I, masuk ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
Al-Dakhil. Ia berhasil mendirikan dinasti Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa
Spanyol pada periode ini adalah Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd
Al-Rahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abd Al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan
Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini umat Islam Spanyol memperoleh kemajuan-kemajuan, baik
dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd Al-Rahman Al-Dakhil
mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol.
Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di
Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta
ilmu.
III. Periode ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Al-Rahman III yang
bergelar “An-Nasir” sampai munculnya raja-raja kelompok yang dikenal dengan
sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh
penguasa yang bergelar khalifah, penggunaan gelar tersebut bermula dari
berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir khalifah daulat
Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia di bunuh oleh pengawalnya sendiri. Ia
berpendapat bahwa saat itulah yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah
yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena
itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khlifah-khalifah besar yang
memerintah pada periode ini ada tiga orang, diantaranya Abd Al-Rahman Al-Nasir
(912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dari
kejayaan, menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman
Al-Nashir mendirikan Universitas Cordova.
Awal dari kehancuran khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika
Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu, kekuasaan aktual
berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi Amir
sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang
berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan
menyingkirkan rekan-rekan saingannya. Atas keberhasilannya ia mendapat gelar
Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya
Al-Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan, beliau wafat
pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi
jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja negara yang tadinya makmur dilanda
kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah
mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak
ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan menteri
yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah
terpecah dalam banyak negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
IV. Periode Keempat (1013-1086 M)
Periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil
dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang
terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam
Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi
perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu meminta bantuan
kepada raja-raja kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan
politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini
mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik tidak
stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain.
V. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, meskipun Spanyol Islam terpecah dalam beberapa negara,
tetapi terdapat satu kekuatan yang masih domina, yaitu kekuatan dinasti
Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti
Murahbithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf
ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah
kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan
penguasa-penguasa Islam disana yang tengah memikul berat perjuangan
mempertahankan negeri-negerinya dari serangan orang-orang Kristen. Ia masuk ke
Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Akan tetap, penguasa-penguasa setelah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang
lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara
maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa itu,
Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya pada tahun 1118 M. Sepeninggal
dinasti ini, muncullah kembali dinasti-dinasti kecil di Spanyol, tapi hanya
berlangsung tiga tahun. Barulah pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun
yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini yang di didirikan oleh
Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol dibawah pimpinan
Abd Al-Mun’im mulai tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim Cordova, Almeria,
dan Granada jatuh kebawah kekuasannya. Dalam beberapa dekada tersebut, dinasti
ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur.
Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun
1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas De Tolesa.
Pada tahun 1235 M Muwahhidun memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke
Afrika Utara. Keadaan Spanyol kembali runyam, pada tahun 1238 M Cordova jatuh
ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol
kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.
VI. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah
pimpinan dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan
seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti ini
hanya berkuasa di wilayah kecil saja. Kekuasaan Islam merupakan pertahanan
terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam
merebut kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya,
karena menunjuk anaknya tang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia
memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya
terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta
bantuan kepada Ferdenand dan Issabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa
Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdenand dan Issabella yang mempersatukan kerajaan besar Kristen
melalui perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan
terakhir islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan
orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Ferdenand dan Issabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Umat
islam dihadapkan dengan dua pilihan, yakni masuk Kristen atau pergi
meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat
Islam di daerah ini. [8]
D.
Study
Islam di Eropa dan Amerika
Di Eropa kajian masalah timur di Universitas terpisah menjadi suatu
kedisiplinan abad ke-19. Di Perancis dan Inggris motivasi kajian timur tengah
adalah untuk kepentingan politik, karena wilayahnya itu merupakan incaran untuk
dijadikan daerah jajahan. Melalui
kajian timur tengah pada abad ke-19 tentang sejarah dan bahasanya. Jika
mengkaji secara orientalis, mulai perang dunia II kekuasaanya mulai pindah dari
Eropa ke Amerika Serikat. Universitas-universitas di Amerika Serikat dan
Kanada, jurusan Religius Studies yang meliputi kajian teks dan ekpresi tingkah
laku keberagaman pada abad ke-20. Perbandingannya abad ke-19 kajiannya lebih
banyak dengan cara polemik namun pada abad ke-20 membuka dialog antar
satu sama lain. Islamic Studies yang dilakukan di barat menggunakan pendekatan
dan metode sebagai berikut:
· Metode ilmu-ilmu yang masuk dalam kategori humanistis
· Metode dalam disiplin theology
· Metode dari displin ilmu-ilmu sosial
Di amerika,
studi-studi Islam pada umumnya memang menekankan pada studi sejarah
Islam,bahasa-bahasa Islam selain bahasa arab,sastra dan ilmu-ilmu sosial,berada
dipusat studi Timur Tengah atau Timur dekat. Di UCLA studi Islam dibagi kepada
komponen-komponen. Pertama, mengenai doktrin agama Islam, termasuk sejarah
pemikiran Islam. Kedua, bahasa arab termasuk teks-teks klasik mengenai sejarah,
hukum dan lain-lain. Ketiga, bahasa-bahasa non arab yang muslaim, sperti Turki,
Urdu, Persia, dan sebagainya. Sebagai bahasa yang dianggap telah ikut
melahirkan kebudayaan Islam. Kempat, ilmu-ilmu sosial, sejarah, bahasa arab,
sosiologi dan semacamnya. Selain itu, ada kewajiban menguasai secara pasif satu
atau dua bahasa eropa.
Di London, studi Islam digabungkan dalam school of oriental and african
studies, fakultas mengenai studi ketimuran dan afrika, yang memiliki berbagai
jurusan bahasa dan kebudayaan asia dan afrika. Salah satu progrm studi
didalamnya adalah program MA tentang masyarakat dan budaya Islam yang dapat
dilanjutkan kejenjeng doktor.
Di Kanada, studi Islam bertujuan : pertama, menekuni kajian budaya dan
peradaban Islam dari zaman Nabi Muhammad hingga masa kontemporer. Kedua,
memehami ajaran Islam dan masyarakat muslim di seluruh dunia. Ketiga,
mempelajari beberapa bahasa muslim.
Di Belanda, menurut salah satu ilmuwan disana menyatakan bahwa studi Islam
di Belanda sampai setelah perang dunia II, masih merupakan refleksi dari akar
anggapan seperti Islam bermusuhan dengan kristen, dan pandangan Islam sebagai
agama yang tidak patut di anut. Baru belakangan ada sifat yang lebih objektif
seperti apa yang tertulis dalam berbagai brosur, studi-studi Islam dibelanda
lebih menekankan kepada kajian Islam di Indonesia tertentu, kurang menekankan
pada aspek sejarah Islam itu sendiri.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kajian tentang
keislaman di Barat sudah ada sejak Abad ke-19, yaitu
ketika para sarjana Barat mulai tertarik mempelajari dunia
Timur, khususnya dunia Islam.
Memang pada mulanya, kajian Islam di Barat dipelopori oleh para Ahli
ketimuran (orientalis). Bahkan, kalau ditarik lebih jauh lagi ke belakang,
sejarah perjumpaan Barat-lslam dimulai sejak abad ke-13, ketika sebuah
universitas di Perancis beroperasi gencar mempelajari karya-karya sarjana Islam
Universitas Yang Menjadi cikal bakal Universitas Paris-Sorbonne seperti karya
para filosof seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibn Rusyd Dan muslim lainnya.
Secara umum, ada beberapa pendekatan yang
digunakan dalam kajian Islam di Barat , diantaranya:
1. Menggunakan metode-metode ilmu yang masuk
dalam kelompok humanities.
2. Menggunakan metode dalam disiplin ilmu
teologi, studi bibel dan sejarah gereja dalam mengkaji islam.
3. Menggunakan metodologi ilmu sosial, seperti
antropologi, sosiologi dan ilmu politik.
4. Menggunakan pendekatan yang dilakukan di
jurusan-jurusan, pusat-pusat, atau hanya commmitee untuk area studies.
Tujuan studi
Islam di Kanada adalah: pertama, menekuni kajian budaya dan peradaban Islam dari zaman
Nabi Muhammad hingga masa kontemporer. Kedua, memehami ajaran Islam dan
masyarakat muslim di seluruh dunia. Ketiga, mempelajari beberapa bahasa
muslim.
C.
Saran
Kami
sebagai manusia biasa tentunya banyak kekurangan dan kesalahan yang terdapat
dalam segala hal, maka dari itu dalam pembuatan makalah ini kami memohon kepada
segenap pembaca, utamanya Dosen Pengantar Studi Islam dapat mengkritik dan
memberikan saran dari berbagai kesalahan yang terdapat dalam pembuatan makalah
ini untuh dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. Rosihon. Pengantar Studi Islam. Bandung, Pustaka Setia, 2009.
Nata.
Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta,
Raja Grapindo Persada, 2004.
Susanto. Edi. Dimensi Studi Islam Kontemporer. Jakarta, Prenamedia Group,
2016.
Syalabi. Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta, Pustaka Alhusna, 1983.
http://repository.uin-malang.ac.id/1333/2/1333.pdf di akses pada tanggal 30
Mei 2017.
[1]
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.
41.
[2] Ibid,
hlm 42.
[3]
Edi Susanto, Dimensi Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenamedia
Group, 2016), hlm. 16-17.
[4] Ibid, hlm. 17.
[5]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004). cet. IX, hlm.
151-152.
[6] Ahmad.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983),
hlm. 154.
[7]
Ibid, hlm. 158.
[8] http://repository.uin-malang.ac.id/1333/2/1333.pdf di
akses pada tanggal 30 Mei 2017.