Pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling, Bentuk dan Pelanggaran terhadap Kode Etik


Kode etik ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992). Rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1982). Akan dibahas pada makalah dibawah:


BAB I
PENDAHULUAN

A. Lata Belakang
Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga membutuhkan apa yang dinamakan setrategi dalam pelaksanaanya. Dalam hal untuk mengetahui strategi apa yang tepat untuk digunakan kepada seorang yang hendak dibimbing (konseli) itulah seorang yang hendak membimbing (konselor) membutuhkan kode etik untuk menjalankan profesinya tersebut.
Dalam masalah bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan. kode etik dibutuhkan ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli) kearah pengembangan pribadinya. peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntunan dalam memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang diberikan oleh konselor tidak menyelewwng atau keluar dari aturan-aturan, norma-norma yang berlaku dimasyarakat maupun di kalangan konselor sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian kode etik bimbingan dan konseling ?
2. Bagaimana Pelanggaran Terhadap Kode Etik?
3. Apa Bentuk Pelanggaran Kode Etik?

C. Tujuan
          1.    Untuk mengetahui pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling
          2.    Untuk mengetahui Pelanggaran terhadap Kode Etik
          3.    Untuk mengetahui Bentuk Pelanggaran Kode Etik







BAB II
PEMBAHASAN

A. Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992). Rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1982), yaitu:
          a.    Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas,dan keyakinan klien.
          b.    Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
          c.    Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status social ekonomi.
          d.    Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
          e.    Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, percaya pada paham hidup sehat.
          f.     Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pendapat yang diberikan kepadanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku professional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konselor.
          g.    Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
          h.    Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam hal ini dia perlu menguasai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
          i.      Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadrai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
          j.      Seluruh catatan tentang diri klien informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasianan ini. Data ini hanya dapat disampaikan kepada yang berwenang menafsirkan dan mengunakannya, dan hanya dapat diberikan atas dasar persetujuan klian.
          k.    Sesuatu tes hanaya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang mengunakan menafsirkan hasilnya
          l.      Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang membutuhkan data tentang sifat atauu diri kepribadian serta taraf inteligensi, minat, bakat dan kecenderungan dalam diri pribadi diri seseorang
          m.   Data hasil tes psikologi harus di intergransikan dalam informasi lainnya dari diperoleh sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu
          n.    Konselor memberikan orientasi yang dapat tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes psiologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien
          o.     Hasil tes psikologi diberitahukan kepada klien dengan disertai dengan alasan-alasan tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.

B. Pelanggaran Terhadap Kode Etik
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuataannya bahwa ia mentaati kode ettik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwasetiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga, dan pihak lain yang terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagai mana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut.
          1.    Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat provinsi dibentuk Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
          2.    Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
          a.    Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
          b.    Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKIN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggung jawab.
          c.    Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.

C. Bentuk Pelanggaran Kode Etik
1. Terhadap Konseling
          a.    Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli.
          b.    Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
          c.    Melakukan tindakan kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
          d.    Kesalahan dalam melakukan praktik profesioanal (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).

2. Terhadap Organisasi Profesi
          a.    Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
          b.    Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan/atau kelompok).
          c.    Terhadap Rekan sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
          d.    Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan).
          e.    Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan: Kode etik ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992). Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagai mana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut.
          1.    Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat provinsi dibentuk Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
          2.    Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
          a.    Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
          b.    Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKIN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggung jawab.
          c.    Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.
Bentuk Pelanggaran ada 3
          1.    Terhadap Konsil
          2.    Terhadap Organisasi Profesi
          3.    Terhadap Rekan sejawat dan Profesi





DAFTAR PUSTAKA

Anas Salahudin. Bimbingan & Konseling, CV Pustaka Setia, Bandung:2010
John Mcleod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Kencana, Jakarta:2008
Sofyan S. Willis. Konseling Individual Teori dan Praktek. CV Alfabeta. Bandung: 2007


 


Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel