Pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling, Bentuk dan Pelanggaran terhadap Kode Etik
Mei 06, 2017
Kode etik ialah
pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas
dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992). Rumusan kode etik bimbingan dan
konseling yang dikemukakan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip
oleh Syahril dan Riska Ahmad (1982). Akan dibahas pada makalah dibawah:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Lata
Belakang
Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga
membutuhkan apa yang dinamakan setrategi dalam pelaksanaanya. Dalam hal untuk
mengetahui strategi apa yang tepat untuk digunakan kepada seorang yang hendak
dibimbing (konseli) itulah seorang yang hendak membimbing (konselor)
membutuhkan kode etik untuk menjalankan profesinya tersebut.
Dalam masalah
bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan. kode etik dibutuhkan
ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli)
kearah pengembangan pribadinya. peran kode etik yaitu sebagai acuan dan
tuntunan dalam memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang
diberikan oleh konselor tidak menyelewwng atau keluar dari aturan-aturan,
norma-norma yang berlaku dimasyarakat maupun di kalangan konselor sendiri.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian kode etik bimbingan dan konseling ?
2. Bagaimana Pelanggaran Terhadap Kode Etik?
3. Apa Bentuk Pelanggaran Kode Etik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling
2. Untuk mengetahui Pelanggaran terhadap Kode Etik
3. Untuk mengetahui Bentuk Pelanggaran Kode Etik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kode Etik
Bimbingan dan Konseling
Kode etik ialah
pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas
dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992). Rumusan kode etik bimbingan dan
konseling yang dikemukakan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip
oleh Syahril dan Riska Ahmad (1982), yaitu:
a. Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas,dan
keyakinan klien.
b. Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien diatas
kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
c. Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa,
warna kulit, kepercayaan atau status social ekonomi.
d. Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata
berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang
ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan
diberikan serta merugikan klien.
e. Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat
rendah hati, sederhana, sabar, tertib, percaya pada paham hidup sehat.
f. Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pendapat yang
diberikan kepadanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku
professional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konselor.
g. Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap
lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
h. Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
Dalam hal ini dia perlu menguasai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik
dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
i. Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadrai
tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur
layanan bimbingan guna memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
j. Seluruh catatan tentang diri klien informasi yang bersifat rahasia,
dan pembimbing menjaga kerahasianan ini. Data ini hanya dapat disampaikan
kepada yang berwenang menafsirkan dan mengunakannya, dan hanya dapat diberikan
atas dasar persetujuan klian.
k. Sesuatu tes hanaya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang
mengunakan menafsirkan hasilnya
l. Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan
keperluan lain yang membutuhkan data tentang sifat atauu diri kepribadian serta
taraf inteligensi, minat, bakat dan kecenderungan dalam diri pribadi diri
seseorang
m. Data hasil tes psikologi harus di intergransikan dalam informasi
lainnya dari diperoleh sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan
informasi lainnya itu
n. Konselor memberikan orientasi yang dapat tepat kepada klien
mengenai alasan digunakannya tes psiologi dan hubungannya dengan masalah yang
dihadapi klien
o. Hasil tes psikologi
diberitahukan kepada klien dengan disertai dengan alasan-alasan tentang
kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh
pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan
tidak merugikan klien sendiri.
B. Pelanggaran
Terhadap Kode Etik
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuataannya
bahwa ia mentaati kode ettik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwasetiap
pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga,
dan pihak lain yang terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan
sanksi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik
ABKIN sebagai mana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26
ayat 1 dan 2 sebagai berikut.
1. Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat provinsi dibentuk
Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
2. Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan
Konseling Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah
ABKIN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh
Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggung jawab.
c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan
dengan profesi bimbingan dan konseling.
C. Bentuk
Pelanggaran Kode Etik
1. Terhadap
Konseling
a. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait
dengan kepentingan konseli.
b. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama,
rasialis).
c. Melakukan tindakan kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap
konseli.
d. Kesalahan dalam melakukan praktik profesioanal (prosedur, teknik,
evaluasi, dan tindak lanjut).
2. Terhadap
Organisasi Profesi
a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi profesi.
b. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk
kepentingan pribadi dan/atau kelompok).
c. Terhadap Rekan sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
d. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak
untuk bekerja sama, sikap arogan).
e. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai
dengan masalah konseli.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan: Kode
etik ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam
menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992). Pelanggaran
terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi yang mekanismenya menjadi tanggung
jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagai mana diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut.
1. Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat provinsi dibentuk
Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
2. Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan
Konseling Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah
ABKIN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh
Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggung jawab.
c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan
dengan profesi bimbingan dan konseling.
Bentuk
Pelanggaran ada 3
1. Terhadap Konsil
2. Terhadap Organisasi Profesi
3. Terhadap Rekan sejawat dan Profesi
DAFTAR PUSTAKA
Anas Salahudin.
Bimbingan & Konseling, CV Pustaka Setia, Bandung:2010
John Mcleod, Pengantar
Konseling Teori dan Studi Kasus, Kencana, Jakarta:2008
Sofyan S.
Willis. Konseling Individual Teori dan Praktek. CV Alfabeta. Bandung:
2007