Makalah Syarat-Syarat Atau Standart Seorang Konselor
April 02, 2017
Kualitas
pribadi konselor merupakan faktor yang menentukan jalannya konseling. Tidak
hanya ilmu dan teknik-teknik yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Fakta
dilapangan menunjukkan, bahwa konseli (klien) tidak mau ke ruangan konselor
untuk memanfaatkan konseling karena kepribadian konselor yang mereka anggap
judes, keras, dan menakutkan. Oleh karena itu selain ilmu seorang konselor juga
harus mempunyai kepribadian yang baik, berkualitas dan dapt dipertanggung
jawabkan.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling,
khususnya bimbingan dan konseling dalam setting sekolah dipandang merupakan
profesi. Namun, pandangan mengenai status profesi ini masih terbelah, ada pihak
yang mengatakan bimbingan merupakan profesi dan sudah terprofesikan, sebaliknya
ada pihak yang menyatakan bukan. Lepas dari itu, di Indonesia bimbingan dan
konseling merupakan bidang pekerjaan baru, menjadi salah satu dan berada di
tengah bidang- bidang pekerjaan lain yang ada. Karena sifatnya baru, status
profesi bimbingan dan konseling masih menjadi bahan perbincangan akademis,
sementara itu di Indonesia bidang pekerjaan bimbingan dan konseling terus
mengalami perkembangan.
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor
yang menentukan jalannya konseling. Tidak hanya ilmu dan teknik-teknik yang
harus dimiliki oleh seorang konselor. Fakta dilapangan menunjukkan, bahwa
konseli (klien) tidak mau ke ruangan konselor untuk memanfaatkan konseling
karena kepribadian konselor yang mereka anggap judes, keras, dan menakutkan.
Oleh karena itu selain ilmu seorang konselor juga harus mempunyai kepribadian
yang baik, berkualitas dan dapt dipertanggung jawabkan.[1]
Etika
berasal dari kata etik yang berarti standar tingkah laku seseorang ataupun
dalam yang berdasar pada nilai-nilai yang disepakati oleh kelompok tersebut.
Standar kelompok tingkah laku yang biasa disepakati, diterjemahkan dari nilai-nilai masyarakat
tertentu menjadi rencana terstruktur dalam hubungan dengan orang lain, klien
dan masyarakat secara umum.
Landasan agama dalam bimbingan dan
konseling pada dasarnya ingin memposisikan konseli pada posisi yang sebenarnya,
yaitu manusia sebagai makhluk (ciptaan Tuhan) yang memiliki amanah sekaligus
diberi kemulyaan-kemulyaan sebagai makhluk ciptaan Allah yang sempurna.
Pembahasan landasan agama disini terkait dengan pengintegrasian nilai-nilai
agama dengan kehidupan sehari-hari dalam proses bimbingan konseling.
B. Rumusan
Masalah
1.Syarat-Syarat Atau Standart Seorang Konselor
1.1. Seperti Apa Prilaku Dan Pribadi Seorang
Konselor?
1.2. Bagaimana Kompotensi Yang Harus Dimiliki Oleh
Seorang Konselor?
1.3. Seperti Apa Nilai-Nilai Konselor Dan Klien ?
1.4. Bagaimana
Etika Profesional Konseling + Konfindensialitas?
1.5 Bagaimana Agama Dan Keyakinan Dalam Konseling?
C.
Tujuan Penulisan
1.Syarat-Syarat Atau Standart Seorang Konselor
1.1. Untuk Mengetahui Prilaku Dan Pribadi Seorang
Konselor
1.2. Untuk Mengetahui Kompotensi Yang Harus Dimiliki
Oleh Seorang Konselor
1.3. Untuk Mengetahui Nilai-Nilai Konselor Dan Klien
1.4. Untuk Mengetahui Etika Profesional Konseling +
Konfindensialitas
1.5 Untuk Mengetahui Agama Dan Keyakinan Dalam
Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prilaku Dan Pribadi
Konselor
Kepribadian
merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku
social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak
maupun perbuatan. Di dalam proses konseling, konselor adalah orang yang amat
bermakna bagi seorang konseli. Semua pendekatan dan ahli konseling menganggap
bahwa konselor adalah pihak yang amat menentukan bagi keberhasilan proses
konseling. Mengingat pentingnya peran yang diemban konselor, maka untuk
menopang tugasnya konselor harus memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai,
yaitu pribadi yang penuh pengertian dan selalu mendorong orang lain untuk
bertumbuh.
Kepribadian konselor merupakan titik tumpu
yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika
perilaku dan ketrampilan. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan
ketrampilan bekerja secara seimbang
dengan kepribadian akan berpengaruh pada perubahan perilaku positif
dalam konseling. Keberhasilan konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi
konselor dibanding kecerrmatan teknik. Konselor harus memiliki pribadi yang
berbeda dengan pribadi-pribadi petugas helper lain. Konselor adalah pribadi
yang penuh pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff
menyebutkan 9 ciri kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat
menumbuhkan orang lain; empati (empaty), rasa hormat (respect), keaslian
(genuiness), konkret (concreteness), konfrontasi (confrontation), membuka diri
(self disclosure), kesanggupan (potency), kesiapan (immediacy) dan aktualisasi
diri (self actualization).
Perilaku
terpuji merupakan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai, perilaku terpuji
dapat menjadi teladan bagi siapapun. Maka dari itu sebagai calon konselor
hendaknya dituntut untuk mempunyai perilaku terpuji karena konselor mempunyai
kewajiban untuk membantu memperbaiki perilaku orang lain dan sebelum membantu
memperbaiki orang lain seharusnya konselor tersebut memperbaiki perilakunya
sendiri. Dengan mempunyai perilaku terpuji tersebut, konselor dapat memberikan
contoh-contoh yang dapat dikatakan sebagai perilaku terpuji yang harapanya
adalah agar konseli dapat tergugah motivasinya untuk berperilaku terpuji.[2]
B.
Kompetensi yang Harus dimiliki Oleh Seorang Konselor
Kegiatan
bimbingan dan konseling dalam pendidikan sekolah, diselenggarakan oleh pejabat
fungsional yang secara resmi dinamakan guru pembimbing. Dengan demikian,
kegiatan bimbingan dan konseling disekolah merupakan kegiatan atau pelayanan
fungsional yang bersifat profesional atau keahlian dengan dasar keilmuan dan
teknoligi.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah
dikembangkan dan dirumuskan atasdasar kerangka
fikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Namun bila ditata dalam keempat kompetensi akademik dan profesional konselor
dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam empat kompetensi yaitu :
1. Kompetensi
Pedagogik
a. Menguasai teori dan praktis pendidikan
b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan
psikologis serta perilaku konseling
c. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan
konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan
2. Kompetensi
Kepribadian
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa
b.
Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas
dan kebebasan memilih
c. Menunjukkan integritas dan stabilitas
kepribadian yang kuat
d. Menampilakan kinerja berkualitas tinggi
3. Kompetensi
Sosial
a. Mengimplementasikan kolaborasi intern di
tempat kerja
b. Berperan dalam organisasi dan kegiatan
profesi bimbinhan dan konseling
c. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
4. Kompetensi
Profesional
a. Menguasai
konsep dan praktis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseling
b. Menguasai kerangka teoritik dan praktis
bimbingan dan konseling
c. Menganalisis kebutuhan konseling
d. Mengimplementasikan program Bimbingan dan
Konseling yang komprehensif
e. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan
dan Konseling
f. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap
etika profesional
g. Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam
bimbingan dan konseling[3]
C. Nilai-nilai Konselor dan Klien
a.
Nilai-nilai konselor
Selaku konselor
profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan
menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor. Seorang konselor dalam
menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang
sesuai dengan keprofesionalitasnya. Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini
adalah seseorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian
konselor. Seorang konselor harus meemiliki kepribadian yang baik. Kepribadian
konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak
penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang
dibutuhkan oleh seorang konselor.
1.
Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya :
a. Konselor adalah pribadi yang intelegen
b. Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan
orang lain
c. Konselor
menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan
kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
d. Konselor
mmiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi
konseling dan tingkah lakunya secara umum.
2. Kepriadian
konselor yang menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai berikut, memiliki kemampuan :
a. Membedakan perilaku yang menggambarkan
pendangan positif
b. Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan
negatif
c. Membedakan individu yang berpotensi dalam
layanan bimbingan dan konseling
3.
Konselor yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia antara lain
memiliki kemampuan :
a. Menerapkan perbedaan budaya yang
berperspektif gender dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
b.
Menerapkan perbedaan budaya yang berperspekktif hak asasi manusia dalam pelayanan bimbingan dan konseling
c
Menerapkan perbedaan responsif perbedaan budaya konselor dengan konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
4. Konselor yang memiliki kesadaran terhadap
komitmen profesional antara lain memiliki kemampuan :
a. Dapat menjelaskan dan mengelola kekuatan dan
keterbatasan pribadi dan professional
b. Dapat menyelenggarakan pelayanan bimbingan
dan konseling sesuai dengan kewenangan
profesional konselor
c. Berupaya meningkatkan kopetensi akademik dan
profesional diri
5.
Komitmen profesional konselor terhadap komitmen etika profesional antara lain memiliki kemampuan:
a. Mendahulukan kepentingan konseli dari pada
kepentingan pribadi konselor
b. Menjaga kerahasiaan klien.
b. Nilai-nilai klien
Kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan proses konseling.
Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi dan
sebagainya. Seorang klien yang cemas akan tampak pada perilakunya dihadapan
konselor. Seorang konselor yang efektif akan mengungkap perasaan-perasaan cemas
klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar
dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh air mata klien.
Jika perasaan-perasaan klien sudah dikeluarkan dengan leluasa baik
secara verbal maupun dalam bentuk perilaku nonverbal, dengan jujur, maka
kecemasan klien akan menurun, dia merasa lega. Bila keadaan ini terjadi berarti
jiwa klien sudah tenang dan pikirannya jadi jernih. Pada situasi seperti ini
konselor akan menemukan intelektuaal klien. Terutama jika konselor meminta
padanya rencana, ide, tanggapan, pikiran, dan sebagainya. Akan tetapi dalam
keadaan tegang, stress, kesulitan, marah, sedih, atau keadaan emosional lainnya
yang negatif, sudah tentu klien akan gelap pikirannya. Jadi jika konselor ingin
mengetahui tanggapan, tujuan, maksud dan sebagainya, sebaiknya setelah semua
perasaan negatif tadi telah dikeluarkan, dinyatakan secara verbal oleh klien,
juga dapat diamati melalui bahasa tubuh.
Sebagai mana konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap,
nilai-niali, pengalaman, perasaan, hidayah, sosial, ekonomi, dan sebagainya.
Semua itu membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan dengan konselor di dalam
proes konseling, maka latarbelakang tersebut akan muncul baik dengan sengaja
dimunculkan maupun muncul dengan sendrinya, seperti sikap. Ada klien yang
bersikap curiga terhadap konselor sehingga tidak mau terrbuka dalam
pembicaraan, ada lagi klien emosional, marah, dan menyerang konselor denga
kata-kata. Dibalik itu ada yang diam saja, mengangguk-angguk saja, dan sedikit
sekali kalimat yang keluar dari mulutnya. Ada juga klien ynag acu tak acu alias
cuek, tapi akan ditemukan pula yang angkuh, manja, dan tergantung pada
konselor, dan banyak pula yang menolak.[4]
D.
Etika
Profesional Konseling+Konfidensialitas
a. Etika profesional konselor
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika
suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku
suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.
Etika profesi bimbingan dan
konseling adalah kaidah-kaidah periaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam
melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya memberi layanan bimbingan dan
konseling kepada klien. Kaidah-kaidah
perilaku yang dimaksud adalah :
a. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan
penghargaan sebangai manusia ; dan mendapatkan layanan
konseling tampa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
b. Setiap orang/individu memiliki
hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
c. Setiap
orang memiiki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
d. Setiap
konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan
konseling secara profesional.
e. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang
membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
b.
Konfiden
Menrut Siti Hartinah (2006) mengemukakan masalah
lain yang berkaitan dengan kegiatan konseling adalah menyangkut soal
konfidensial (kerahasiaann) klien. Konfidensial ini berkaitan dengan apakah
hal-hal yang di bicarakan dalam konseling bersifat kerahasiaan atau tidak.
Konfidensial iu berbeda dengan privasi yaitu sesuatu yang bersifat pribadi dan
tidak perlu diketahui atau dikemukakan kepada pihak lain.
Menurut Ruebhasen dan Brim
(caroll, 1995) privasi adalah kebebasan individu untuk memilih dan menentukan
sikap keyakinan, tingkalh laku dan opini untuk dirinya, baik yang akan di
diskusikan atau di asampaikan keada orang lain. Dengan kata lain, privasi itu berhubungan baik dengan hak untuk
kehidupannya sendiri tanpa ikut campur dengan pihak lain. Sementara
konfidensialitas itu berhubungan dengan pengendalian informasi yang diterima
dari seseorang. Sebuah informasi dikatakan tidak di sampaikan kepihak atau
publik.
Secara umum dinyatakan bahwa
informasi yang dibicarakan oleh klien baik menyangkut diri bersifat
konfidental, tidak dapat disampaikan secara terbuka oleh konselor kepada
siapapun, termasuk kolega-koleganya. Pada dasarnya klien melakukan self-disclosure karena klien percaya bahwa
konselor akan merahasiakan segalanya.[5]
E. Agama dan Keyakinan Dalam Konseling
Seorang konselor yang telah lama dilingkungi
referensi dari Barat, besar kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya, terutama
terhadap agama. Mungkin dia tidak akan mempercayai bahwa jika seorang konselor
yang muslim akan bisa mengembangkan konseling islami. Padahal banyak sekali
ayat-ayat Allah dan Hadis Rasulullah yang dapat memberikan banyak konstribusi
terhadap proses konseling, dan terhadap klien. Sebagai contoh, Allah berfirman
dalam surat Saba’ ayat 28 : “dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali
kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa gembira dan peringatan”.
Dari firman ini dapat kita ambil makna bahwa :
1. Ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah adalah
sebagai bimbingan kepada seluruh umat manusia.
2. Dalam bimbingan Rasul tersebut, pertama kali
haruslah dengan memberi kegembiraan. Arti kegembiraan adalah
bahwa orang yang dibimbing itu harus merasa
senang dengan pembimbing. Jika dia sudah merasa senang, maka dia akan suka atau senang mengemukakan semua perasaannya,
termasuk masalahnya dan potensinya.
3.
Selanjutnya Rasulullah akan diberikan bantuan sesuai dengan masalah
saatnya diberi peringatan, mungkin
berupa nasihat, pikiran, atau aturan-aturan agama harus dipatuhinya.
Jadi dalam hubungan konseling, sebaiknya konselor tidak memulai
perlakuan (tretment) kepada kelemahan, masalah, atau kesulitan klien. Akan
tetapi sebaliknya dimulai dari hal-hal yang membahagiakan klien seperti
keberhasilan diri dan keluarga, prestasi hobi (seni dan olahraga), bakat dan minat
klien tersebut. Perlakuan seperti ini akan memberikan dorongan kepada klien
untuk berbicara bebas dan terbuka serta penuh minat. Akan tetapi jika konselor
memulai memberikan perlakuan (tretment) kepada kelemahan, kesulita, dan masalah
klien yang amat dirahasiakannya maka dia akan tertutup (disclosed) dan amat
sulit untuk diajak berbicara oleh konselor apalagi untuk mengungkap perasaan
klien lebih mendalam, terutama mengenai rahasianya.
Landasan Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap
perilaku individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap
individu/siswa, konselor harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga
pemberian solusi akan sesuai dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip agama yang mereka anut. Seorang konselor sangatlah
penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor tidak hanya
sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja
tetapi agama penting untuk menumbuh kembangkan moral, tingkah laku, serta sikap
siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga kepribadian serta sikap
jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara yang sesuai
dengan ajaran dan tuntunan aganmanya.
Landasan
religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
a. manusia sebagai makhluk Tuhan.
b. sikap yang mendorong perkembangan dari peri
kehidupan manusia berjalan ke arah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c. upaya yang memungkinkan
berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya
(termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai
dengan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan
masalah. [6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan
tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan
berkehendak maupun perbuatan. Di dalam proses konseling, konselor adalah orang
yang amat bermakna bagi seorang konseli. Semua pendekatan dan ahli konseling
menganggap bahwa konselor adalah pihak yang amat menentukan bagi keberhasilan
proses konseling. Mengingat pentingnya peran yang diemban konselor, maka untuk
menopang tugasnya konselor harus memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai,
yaitu pribadi yang penuh pengertian dan selalu mendorong orang lain untuk
bertumbuh.
Kegiatan bimbingan dan konseling dalam pendidikan sekolah,
diselenggarakan oleh pejabat fungsional yang secara resmi dinamakan guru
pembimbing. Dengan demikian, kegiatan bimbingan dan konseling disekolah
merupakak kegiatan atau pelayanan fungsional yang bersofat profesional atau keahlian
dengan dasar keilmuan dan teknoligi.
Selaku konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan
pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor. Seorang
konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan
kepribadian yang sesuai dengan keprofesionalitasnya. Syarat petugas bimbingan,
dalam hal ini adalah seseorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat
kepribadian konselor. Seorang konselor harus meemiliki kepribadian yang baik.
Kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan proses konseling.
Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi dan
sebagainya. Seorang klien yang cemas akan tampak pada perilakunya dihadapan
konselor. Seorang konselor yang efektif akan mengungkap perasaan-perasaan cemas
klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar
dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh air mata klien.
Jadi dalam hubungan konseling, sebaiknya konselor tidak memulai
perlakuan (tretment) kepada kelemahan, masalah, atau kesulitan klien. Akan
tetapi sebaliknya dimulai dari hal-hal yang membahagiakan klien seperti
keberhasilan diri dan keluarga, prestasi hobi (seni dan olahraga), bakat dan
minat klien tersebut. Perlakuan seperti ini akan memberikan dorongan kepada
klien untuk berbicara bebas dan terbuka serta penuh minat. Akan tetapi jika
konselor memulai memberikan perlakuan (tretment) kepada kelemahan, kesulita,
dan masalah klien yang amat dirahasiakannya maka dia akan tertutup (disclosed)
dan amat sulit untuk diajak berbicara oleh konselor apalagi untuk mengungkap
perasaan klien lebih mendalam, terutama mengenai rahasianya.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan kesimpulan diatas maka penulis membutuhkan
saran-saran dari pembaca, yang mana dari saran tersebut dapat membantu adanya
perbaikan makalah ini. Dan disarankan kepada semua pembaca untuk mencari
informasi-informasi mengenai profesional dalam BK dan syarat-syarat seorang
konselor.
DAFTAR
RUJUKAN
Sofyan
Willis , Konseling Individual Teori Dan Praktek, Bandung :
Alfabeta, 2013..
G, Corey . Teori dan Praktek
Konseling & Psikoterapi. Bandung :PT. Refika Aditama.,2009.
Latipun. Psikologi Konseling; Malang :UNM Press,2008.
A, Yeo. Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah.PTBPK Gunung Mulia: Jakarta.2001.
Sukardi, Dewa Ketut . Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Bina Aksara.1988.
Arifin. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: Golden Trayon, Jakarta: 1994.
[2]
Corey G. Teori
dan Praktek Konseling & Psikoterapi. (Bandung :PT. Refika Aditama.,2009).Hlm.97-98.
[3] Latipun. Psikologi Konseling; ( Malang :UNM Press,2008).Hlm.128-129.
[4] Yeo, A. Konseling Suatu
Pendekatan Pemecahan Masalah.(PTBPK Gunung Mulia: Jakarta.2001).Hlm.160-162
[5] Dewa Ketut Sukardi. Bimbingan dan Konseling.( Jakarta: Bina Aksara1988).Hlm.87-89.
[6] Arifin. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama.( Jakarta: Golden Trayon, Jakarta: 1994), hlm. 28.