Sejarah Perkembangan Psikologi Agama Makalah Lengkap
Januari 04, 2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
hakekatnya manusia yang dianggap sebagai insan yang supernatural mempunyai
latar belakang sejarah yang cukup lama, hal tersebut dapat dilihat dari para
ilmuan yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda.[1] Begitupun
agamawan yang banyak mengemukakan paradigmanya terhadap informasi kitab suci,
hubungan vertical dan horizontal manusia yang saling berkaitan dengan Allah
SWT.
Para
psikolog agama melihat hubungan manusia dengan keyakinan sendiri yang membawa
pada faktor kejiwaannya. System yang demikian merupakan suatu dimensi yang
sangat relevan terhadap kajian yang mereka yakini secara empiris dengan
menggunakan pendekatan psikologi.
Menurut
psikolog agama, ada batas-batas tertentu yang harus di ikuti dalam problematika
agama dilihat sebagai fenomena yang secara empiris dapat dipelajari dan
diteliti kebenaranya. Tetapi ada atonom tertentu yang tidak sama sekali untuk
dikaji secara empirisnya.
Ada
dua arus besar yang terjadi ketika wacana psikologi agama digelindingkan. Arus
besar tersebut menjadi pendorong utama lahirnya psikologi agama yang islami.[2] Arus
pertama adalah kebangkitan islam. Arus kedua adalah kritisisme dalam dunia ilmu
pengetahuan modern. Kedua arus besar tesebut adalah hal yang menjadi latar
belakang perkembangan psikologi agama. Untuk itu penulis melihat upaya yang
dihasilkan dalam makalah ini lebih jelas lagi untuk dikaji.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Psikologi Agama?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Psikologi Agama?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui pengertian
Psikologi Agama.
2.
Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan
Psikologi Agama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Psikologi Agama
Psikologi
agama adalah merupakan gabungan
dari dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua
kata ini memiliki pengertian yang berbeda atau pemahaman yang tidak sama, namun
dari keduanya saling menguatkan untuk ilmu yang berkembang secara pesat.
1.
Pengertian Psikologi
Psikologi
berasal dari bahasa yunani yaitu psyce yang artinya jiwa,
dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara etimologi psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau psikis, baik mengenai dari
segi gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya dari ilmu psikis tersebut.
Psikologi
Menurut Jalaluddin Psikologi adalah ilmu yang mempalajari
gejala jiwa manusia yanng normal, dewasa, dan beradab dengan etika yang sudah
ada.[3]
Seperti masih banyak lagi definisi yang dikemukakan para ahli tentang
psikologi. Tetapi dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas secara umum psikologi mencoba melihat, meneliti dan mempelajari
sikap dan tingkah laku dari manusia
sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaan yang berada dibelakangnya. Karena jiwa itu sendiri
bersifat abstrak, maka untuk mempelajari kehidupan kejiwaan manusia hanya
mungkin dilihat dari gejala yang tampak, yaitu pada sikap dan tingkah laku yang
ditampilkannya.
Memang
manusia mungkin saja memanipulasi apa yang dialaminya secara kejiwaan, hingga
dalam sikap dan tingkah laku terlihat berbeda, bahkan mungkin bertentangan
dengan keadaan yang sebenarnya. Mereka yang sebenarnya sedih, dapat
berpura-pura tertawa. Ataupun karena perasaan yang sangat gembira, dapat membuat sesorang
menangis. Namun secara umum, sikap dan perilaku yang terlihat adalah gambaran
dari gejala jiwa seseorang. Sikap dan perilaku baik yang tampak dalam perbuatan
maupun mimik (air muka) umumnya tak jauh berbeda dari gejolak batinnya, baik
cipta, rasa dan karsanya.
2.
Pengertian Agama
Agama
merupakan hal yang menyangkut juga masalah disertai hubungan dengan batin
manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan
rinci. Banyak para ahli yang berpendapat tentang arti agama, dengan fakta yang
ada menunjukkan bahwa agama berpusat pada Tuhan atau Dewa- Dewa sebagai ukuran
yang menentukan yang tak boleh diabaikan ( keyakinan tentang dunia lain ). Ia
mendefinisikan agama adalah sikap atau cara penyesuaian diri terhadap dunia
yang mencangkup acuan yang menunjukkan lingkungan lebih luas dari pada dunia
fisik yang terikat ruang dan waktu the spatio-temporal physical world ( dunia spiritual
).
Menurut Harun Nassution,
arti agama berdasarkan asal kata, yaitu al-din,religi (relege, religare)
dan agama. Dalam bahasa semit al-Din berarti
undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata Al-din (Agama) mengandung
arti mengusai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Dalam bahasa
latin kata religi (relegere) berarti mengumpulkan dan
membaca ;yang kemudian menjadi kata religare yang berarti
mengikat. Adapun kata Agama (terdiri dari a=tidak dan gam=pergi) mengandung
arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun menurun.[4]
Jadi tolak
ukur dari pengertian agama berdasarkan asal katanya tersebut menurut Harun
Nasution, intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan
yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksudkan berasal dari suatu
kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat
ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali
terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
a. Kekuatan
gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia. Didorong oleh kelemahan
dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara
menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. sebagai
realisasinya adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan gaib
itu.
b. Keyakinan
terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan nasib buruk manusia.
Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini agar
kesejahteraan dan kebahagiaannya terpelihara.
c. Respon
yang bersifat emosionil dari manusia. Respon ini dalam realisasinya terlihat
dalam bentuk penyembahan karemna didorong oleh perasaan takut (agama primitif)
atau pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta bentuk cara
hidup tertentu bagi penganutnya.
d. Paham
akan adanya yang kudus (sacred) dan suci. Sesuatu yang kudus
dan suci ini ada kalanya berupa kekuatan gaib, kitab yang berisi ajaran agama,
maupun tempat-tempat tertentu.
3.
Pengertian Psikologi Agama
Berdasarkan pengertian dari
Psikologi dan Agama yang telah dijelaskan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa, psikologi agama merupakan cabang dari psikologi yang meneliti dan
mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan
terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan manusia masing-masing.[6]
Berikut
ini akan dikemukakan pula definisi psikologi agama menurut beberapa ahli.
Menurut Zakiah Drajat psikologi agama adalah
ilmu yang mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang
pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu.[7]
Sementara Thouless menyatakan bahwa persoalan
pokok dalam psikologi agama adalah kajian terhadap kesadaran agama dan tingkah
laku agama, atau kajian terhadap tingkah laku agama dan kesadaran agama.
Dengan
demikian, psikologi agama tidak masuk dalam wilayah ajaran dan keyakinan suatu
agama atau ideologi tertentu.
Hal ini mengandung makna, bahwa psikologi agama tidak berwenang untuk
mendukung, membenarkan, menolak atau menyalahkan ajaran agama ataupun ideologi tertentu.
B.
Sejarah Perkembangan Psikologi Agama
Untuk
menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai dipelajari memang terasa
agak sulit. Baik dalam kitab suci, maupun sejarah tentang agama-agama tidak
terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, walaupun tidak secara
lengkap, ternyata permasalahan yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi
agama banyak dijumpai baik melalui informasi kitab suci agama maupun sejarah
agama.
Perhatian
secara psikologis terhadap agama setua kehidupan umat manusia, sejak kesadaran
manusia tumbuh orang telah memikirkan tentang arti hidup. Perilaku manusia yang
berkaitan dengan dunia ketuhanan ternyata telah banyak menyita perhatian para
ahli dan pada abad ke-19 perhatian tersebut dilakukan secara ilmiah lewat
Psikologi Agama.[8]
Berkenaan dengan hal ini, lebih lanjut, Zakiah
Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses
beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat
yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan agama yang dianut.[9] Oleh
karena itu, menurut Zakiah Daradjat, ruang lingkup kajian psikologi agama
meliputi:
a.
Bermacam-macam
emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama
orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis shalat; rasa lepas
dari ketegangan bathin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci; perasaan
tenang, pasrah dan menyerah setelah berdzkir dan ingat kepada allah ketika
mengalami kesedihan dan kekecewaan.
b.
Bagaimana
pengalaman dan perasaan seseorang secara individual terhadap tuhannya, misalnya
rasa tentram dan kelegaan bathin.
c.
Mempelajari,
meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah
mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
d.
Meneliti
dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang
berhubungan dengan syurga dan neraka, serta dosa dan pahala yang turut member
pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
e.
Meneliti
dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat
suci untuk kelegaan bathinnya.
Semuanya itu menurut Zakiah Daradjat tercakup
dalam kesadaran agama (religious counsciousness) dan
pengalaman agama (religious experience). Yang dimaksud dengan
kesadaran agama adalah bagian /segi agama yang hadir (terasa) dalam pikiran
yang merupakan aspek menthal dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman agama
adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa
kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah). Karenanya, psikologi
agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok
keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan
tidaknya keyakinan agama.
Dengan demikian psikologi agama menurut Zakiah
Daradjat adalah mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya
terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya sekitar tahun
1970an. Persoalan pokok dalam psikologi agama adalah kajian terhadap
kesadaran agama dan tingkah laku agama, (kata Robert H. Thouless).[10]
Suryabrata mengklasifikasikan aliran-aliran
tersebut atas dasar jalan yang ditempuh atau metode yang digunakan dalam
menyusun suatu teori psikologi, maka menurutnya psikolog dapat dkategorikan
kedalam dua macam, yaitu:
1.
Psikolog
spekulatif, yaitu psikolog yang menyusun teori-teorinya atas dasar dasar
pemikiran spekulatif, seperti plato, kant, ahli-ahli dari aliran
neo-Kantianisme, bahnsen, Queyrat , malapert, dan lain-lain, mereka terutama
adalah para ahli filsafat
2.
Psikolog
empiris, atau psikolog eksperimental, yaitu psikolog yang menyusun
teori-teorinya atas dasar data-data dari hasil penyelidikan atau eksperimen,
seperti Watson, jung, adler, eysenk, dan lain-lain.
Abdul mudjib dan yusuf mudzakir memberikan
istilah baru dan lebih islami bagi para filsuf dan sufi yang memberikan
konsep-konsep kejiwaan dengan metode pemikiran spekulatif, yakni
psikolog-falsafi, yaitu mereka yang dala meyusun konsep-konsep psikologi sangat
mengutamakan kekuatan akal.[11]
Seperti dimaklumi, bahwa psikologi agama
tergolong cabang psikologi yang berusia muda. Berdasarkan informasi dari
berbagai literatur, dapat disimpulkan kelahiran pskologi agama sebagai
disiplain ilmu yang berdiri sendiri memiliki latar belakang sejarah yang cukup
panjang. Selain itu, pada tahap-tahap awalnya psikologi agama didukung oleh
para ahli dari berbagai disiplin ilmu.
Sebagai disiplin ilmu boleh dikatakan,
psikologi agama didukung oleh karya penulis barat, antara lain karya jonatan
Edward, emile Durkheim, Edward B.taylor maupun Stanley hall yang memuat kajian
mengenai agama suku-suku primitive dan mengenai konfersi agama. Kajian sosiologi
dan antropologi budaya ini menampilkan sisi kehidupan masyarakat suku primitive
dan sikap hidup mereka terhadap sesuatu yang dianggap sebagai yang diadikodrati
(super natural). Selanjutnya tulisan-tulisan yang memuat pembahasan secara
khusus tentang psikologi agama baru terbit.[12]
Khusus di dunia timur, di wilayah-wilayah kekuasaan islam, tlisan-tulisan yang
memuat kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan
Muhammad ishaq ibn yasar di abad ke-7 masehi berjudul al siyar wa al maghazi
memuat berbagai fragemen dari biografi nabi Muhammad saw. Ataupun risalah hay
ibn yaqzan fi asrar al hikmat al- masyriqiyyat yang ditulis oleh abu bakar
Muhammad ibn abd al-malin ibn tufail juga memuat masalah yang erat
kaiatannya dengan materi psikologi agama.
1. Perkembangan
Psikologi Agama di Indonesia
Di Indonesia, kajian tentang psikologi agama
mulai muncul dan diminati orang bahkan telah dimasukkan dalam materi pendidikan
di fakultas-fakultas di lingkungan perguruan tinggi agama. Universitas Gajah
Mada juga andil dalam peran tersebut. Hal ini ditandai dengan terbitnya jurnal
Pemikiran Psikologi Islami KALAM. Selain itu, Universitas Muhamammadiyah
Surakarta tahun 1994 mengadakan Symposium Nasional Psikologi Islam.
Zakiah Daradjat tampaknya sangat tertarik
mempelajari Psikologi Agama dilihat dari karya-karya ilmiyah yang sudah beliau
sumbangkan. Diantara karyanya adalah:
1. Ilmu
Jiwa Agama, 2. Kesehatan Mental, 3. Remaja, Harapan dan Tantatangan 4.
Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, 5. Pendidikan Agama dan Kesehatan Mental. 6.
Shalat Menjadikan hidup Bermakna (1988), 7. Kebahagiaan, 8. Haji Ibadah yang
Unit, 9. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, 10. Do’a Menunjang Semangat Hidup,
11. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa.
Adapun Ilmuwan lain yang telah andil dalam
perkembangan Ilmu Psikologi Agama di Indonesia adalah Djamaluddin Ancok dan
Fuad Nashori Suroso dengan karyanya Psikologi Islami, Solusi Islam atas
Problem-Problem Psikologi (1994). Disusul dengan terbitnya buku Integrasi
Psikologi dengan Islam, menuju Psikologi Islami.
Selain itu, Abdul Aziz Ayadi dan Ramayulius pun
ikut meramaikan perkembangan Psikologi Agama dengan menerbitkan buku Psikologi
Agama Kepribadian Muslim Pancasila dan Psikologi Agama.Sukanto
Mulyomartono dengan karyanya Nafsiologi, Suatu pendekatan Alternatif
atas Psikologi, Zuardin Azzaino dengan karyanya Asas-asas
Psikologi Habiyah, Sistem Mekanisme Hubungan antara Ruh dan Jasad. Yahya
Jaya dengan karyanya Peranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan mental dan
Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan kesehatan
Mental. Ahmad Syafe’i Mufid dengan karya yang berjudul Zikir
sebagai Pembina Kesehatan Mental. Z. Kasijan yang berjudul Larangan
Mendekati Zina dalam al-Qur’an Tinjauan Psikologis. Rahmat Djatmika
dengan karya Shalat sebagai Pengendali Mental. Abdul Mujib
yang berjudul Fitrah di Kepribadian Islam. Abdul Mujib dan
Yusuf Mudzakir dengan judul Nuansa-nuansa Psikologis Islambegitu
juga dengan karya Baharuddin yang berjudul Paradigman Psikologi Islam.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti
yang dimaksud Psikologi Agama merupakan gabungan dari dua kata yaitu
psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi Agama
Secara umum psikologi
mencoba meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai
gambaran dari gejala-gejala kejiwaan yang berada dibelakangnya. Karena jiwa
itu sendiri bersifat abstrak, maka untuk mempelajari kehidupan kejiwaan manusia
hanya mungkin dilihat dari gejala yang tampak, yaitu pada sikap dan tingkah
laku yang ditampilkannya.
Agama
adalah ikatan yang harus dipegang dan dipenuhi manusia. Ikatan adalah kekuatan
yang lebih tinggi dari manusia yang tidak dapat ditangkap pancaindra, namun
mampu mewarnai kehidupan. Psikologi
agama merupakan cabang dari psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah
laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya
serta dalam kaitannya dengan
perkembangan usiamasing-masing.Sejarah Psikologi Agama
Perhatian secara
psikologis terhadap agama setua kehidupan umat manusia, sejak kesadaran manusia
tumbuh orang telah memikirkan tentang arti hidup.
Di
Indonesia, perkembangan psikologi agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang memiliki
latar belakang profesi sebagai ilmuwan, agamawan, bidang-bidang
kedokteran. Diantara
karya-karya awal yang berkaitan dengan psikologi agama adalah buku Agama
dan Kesehatan psikologis.
Pesatnya
perkembangan Psikologi Agama pada era dewasa ini ditunjang oleh kajiannya yang
mencakup kehidupan pribadi dan kelompok maupun perkembangan usia manusia, juga
mengarah menjadi ilmu Psikologi Terapan yang banyak manfaatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Darajat.
Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Jalaluddin, Psikologi Agama (edisi.revisi),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Jalaludin, Psikologi Agama,
(cet. 16), Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Nasution.
Harun, Filsafat Mistisisme dalam Islam, Yogyakarta: Bulan Bintang,
1974.
Thouless.
Robert H, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun Husein, Jakarta:
Rajawali Pers, 1992.
Shaleh. Abdul Rahman, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif
Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.
Baharuddin
dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Prespektif Islam, Malang:
UIN Malang Press, 2008.
Malik B. Badri Dilima Psikologi Muslim, terjemahan Siti Zainab.
Luxfiati, Jakarta: Pustaka Firdus, 1995.
[1] .Jalaludin,
Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 5
[2]
Malik B. Badri Dilima Psikologi Muslim, terjemahan Siti Zainab.
Luxfiati, Jakarta: Pustaka Firdus, 1995, hlm. 35
[3] Jalaluddin, Psikologi
Agama (edisi.revisi), ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 12
[4] Jalaluddin, Psikologi
Agama,,hlm. 16
[5] Harun Nasution, Filsafat Mistisisme dalam Islam, Yogyakarta:
Bulan Bintang, 1974, hlm 11
[6] Malik
B. Badri Dilima Psikologi Muslim,,,, hlm. 27
[7] Baharuddin dan Mulyono, Psikologi
Agama dalam Prespektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.
51
[8] Jalaluddin,,,, hlm. 27
[9] Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama,
Jakarta: Bulan Bintang,, 1970, hlm. 11
[10] H. Robert Thouless, Pengantar
Psikologi Agama, terj. Machnun Husein, Rajawali, Jakarta, 1992. hlm. 13.
[11]
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, hlm. 9-10
[12]
H. Jalaludin, Psikologi Agama, (cet. 16), Jakarta: Rajawali Pers, 2012,
hlm. 31-33