Civil soecity makalah lengkap
Januari 14, 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Wacana masyarakat madani di Indonesia memiliki banyak kesamaan
istilah dan penyebutan, namun memiliki karakter dan peran yang berbeda satu
dari yang lainnya. Merujuk sejarah perkembangan masyarakat sipil di Barat,
banyak ahli di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa,
sehingga banyak definisi-definisi dari para tokoh mengenai civil society.
Masyarakat madani jika dipahami sekilas merupakan format kehidupan
alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi
nilai-nilai hak asasi manusia. Ketika negara penguasa dan pemerintahan tidak
bisa menegakkan demokrasi dan hak asasi
manusia dalam menjalankan roda pemerintahannya, disinilah kemudian konsep
masyarakat madani menjadi alternatif perubahan.
Sosok masyarakat madani bagaikan barang antik yang memiliki
daya tarik yang amat mempesona. Kehadirannya yang mampu menyemarakkan wacana
politik kontemporer dan meniupkan arah baru pemikran politik, bukan dikarenakan
kondisinya yang sama sekali baru, melainkan yang disebabkan tersedianya
momentum kondusif perkembangan masyarakat yang lebih baik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian
civil society?
2.
Apa saja
konsep-konsep civil society?
3.
Apa Saja
nilai-nilai civil society?
4.
Bagaimana
posisi civil society dalam suatu negara?
5.
Bagaimana
fenomena-fenomena civil society di Indonesia?
C.
TUJUAN
MASALAH
1.
Menjelaskan
pengertian civil society.
2.
Menjelaskan
konsep-konsep civil society.
3.
Menjelaskan
nilai-nilai society.
4.
Menjelaskan
posisi civil society dalam suatu negara.
5.
Menjelaskan
fenomena-fenomena civil society di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Civil Society
Wacana
masyarakat madani di Indonesia memiliki banyak kesamaan istilah dan penyebutan,
namun memiliki karakter yang berbeda satu dan yang lainnya.
Untuk pertama
kalinya istilah masyarakat madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil
perdana menteri Malaysia. Menurut Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Menurutnya pula, masyarakat
madani memiliki ciri-ciri yang khas: kemanjemukan budaya (multi kultural),
hubungan timbal balik (reprocity)dan sikap saling memahami dan saling
menghargai.[1]
Sejalan dengan
gagasan diatas, Dawan Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama.
Menurutnya, dalam masyarakat madani warga negara bekerja sama menbangaun ikatan
sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non
negara. Selanjutnya, Rahardjo menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani
adalah persatuan dan integrasi sosisal yang didasarkan pada suatu pedoman
hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Masyarakat madani
adalah suatu konsep yang di ambil oleh Indonesia dari Kota Madinah, dimana Kota
Madinah ini telah mempunyai peradaban yang sudah sangat lama dan baik dibawah
kepemimpinan Rasulullah SAW. yang hingga saat ini masih dinilai sebagai peradaban
tertinggi. Dahulunya Madinah tersebut bernama asli Yastrib yang berada di
wilayah Arab. Madani tersebut berarti kota (city state) sedangkan dalam bahasa
Yunani disebut dengan polis yang artinya juga sama yaitu kota. Civil society
merupakan suatu cara untuk memahami relasi antara individu dan negara yang
melestarikan kebebasan dan tanggung jawab.
Di Indonesia civil
society sering diterjemahkan dengan masyarakat madani, “masyarakat
warga atau kenegaraan”. Kemudian ada juga yang menterjemahkannya sebagai
“masyarakat sipil”. Masing-masing
terjemahan tersebut mengandung agenda tersembunyi sesuai dengan kehendak
yang menggunakan istilah tersebut.[2]
Perbedaan
antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society adalah buah
dari modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan renaisans,
geakan masyarakat skuler yang meminggirkan Tuhan sehingga civil society
mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan tuhan. Sedangkan
masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari
alasan ini Ma’arif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat
yang terbuka, egalitar, toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental
yang bersumber dari wahyu Allah.
Masyarakat
madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini masyarakat
madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oles beberapa pakar sosiogi.
B.
Konsep-Konsep
Civil Society
Masyarakat
madani merupakan konsep yang memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan
makna yang beda-beda apabila merujuk kepada Bahasa Inggris ia berasal dari kata
civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontra posisi dari masyarakat
militer.
Wacana civil
society merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah
masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan
feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Konsep ini pertama kali
lahir sejak zaman Yunani Kuno. Jika dicari akar sejarahnnya dari awal, maka
perkembangan wacana civil society dapat di runtut dari masa Aristoteles. Pada
masa ini (Aristoteles, 384-322 SM) civil society dipahami sebagai sistem
kenegaraan dengan menggunakan istilah koinoniah politike, yakni sebuah
komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai
percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah ini juga
dipergunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat politik dan etis dimana warga
negara di dalamnya betkedudukan sama didepan hukum.
Konsepsi
Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan istilah
societies Civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang
lain. Terma yang dikedepankan oleh cicero ini lebih menekankan konsep negara
kota (city state), yaitu untuk menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk
korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsep ini dikembangkan
pula oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan Jhone Locke (1632-1704 M).
Di Indonesia,
masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society diperkenalkan pertama kali
oleh Anwar Ibrahim (ketika itu Menteri Keuangan dan Timbalan Perdana Menteri
Malaysia) dalam ceramah Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada
Festival Istiqlal, 26 September 1995 Jakarta. Istilah itu diterjemahkan dari
bahasa Arab mujtama’ madani, yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib Attas,
seorang ahli sejarah dan peradabaan Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC. Kata
“madani” berarti civil atau civilized (beradab). Madani berarti juga peradaban,
sebagai mana kata Arab lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau tamaddun. Konsep
madani bagi orang Arab memang mengacu pada hal-hal yang ideal dalam kehidupan.
Konsep masyarakat madani bersifat universal dan memerlukan adaptasi untuk
diwujudkan di negara Indonesia engingat dasar konsep masyarakat madani yang
tidak memiliki latar belakang yang sama dengan keadaan sosial budaya masyarakat
Indonesia.
Menurut Piagam
Madinah ada 10 prinsip pembangunan masyarakat madani yaitu:
1)
Kebebasan
agama
2)
Persaudaraan
seagama dan keharusan untuk menanamkan sikap solidaritas yang tinggi terhadap
sesama
3)
Persatuan
poliltk dalam meraih cita-cita bersama
4)
Saling
membantu, dan semua orang punya kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat
5)
Persamaan
hak dan kewajiban warga terhadap negara
6)
Persamaan
di depan hukum bagi setiap warga negara
7)
Penegakan
hukum
8)
Memberlakukan
hukum adat yang tetap berpedoman kepada keadilan dan kebenaran
9)
Perdamaian
dan kedamaian,dan
10)
Pengakuan
hak atas setiap orang atau individu.[3]
Konsep
masyarakat madani sangat baru dikalangan masyarakat Indonesia sehingga
memerlukan proses dalam pengembangannya. Hal ini bukan merupakan hal yang mudah,
oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang efektif, sistematis, serta
kontinyu sehingga dapat mengubah paradigma dan pemikiran masyarakat Indonesia.
C.
Nilai-Nilai
Civil Society
1.
Demokrasi
Dari
kalangan sosiolog, dunia Islam digambarkan telah mengalami transisi dari
masyarakat yang berorientasi pada ekonomi moneter dan masyarakat demokratis
kepada sebuah masyarakat agraris dan rezim militer. Dua kecenderungan yang
mencerminkan watak masyarakat yang berbeda, yang pertama lebih bersifat dinamis
dan rasional sedang yang kedua menggambarkan sifat tertutup.
Gambaran seperti yang disebutkan di atas itu seakan-akan
mengasumsikan bahwa Islam tidak mengenal pemerintahan yang demokrasi. Meskipun
benar diakui bahwa konsep demokrasi masih juga menjadi salah satu isu
perdebatan antara yang setuju dan yang menentang. Sejak kira-kira abad ke-19,
beberapa pemimpin reformist Muslim menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan
Islam dalam sektor kehidupan umum, pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan
atas kehendak rakyat banyak. Salah satu alasan yang menjadi pertimbangan bagi
kaum reformist seperti Jamal al-Din al-Afghani adalah karena tanpa partisipasi
rakyat di dalam pemerintahan, maka negara Islam tidak akan kuat untuk
menghadapi tekanan Barat. Alasan yang lain, agar kemajuan internal bisa
dicapai, karena tanpa kemajuan, negara Islam akan tetap lemah, maka partisipasi
masyarakat sangat diperlukan.
2.
Pluralisme
dan Toleransi
Istilah “Masyarakat Madani” dan civil society berasal dari dua
sistem budaya yang berbeda. Masyarakat madani merujuk pada tradisi Arab-Islam
sedang civil society tradisi barat non-Islam.
Sikap
toleran dan pluralis sikap seorang muslim terhadap agama dan pendapat pemeluk
agama lain jelas mendapat legitimasi dari ayat-ayat al-qur’an yang dilakukan
oleh Nabi dan para pengikutnya salah satu tindakan pertama Nabi untuk
mewujudkan penduduk Madinah ialah menetapkan dokumen perjanjian yang disebut
Piagam Madinah, yang tekenal dengan “Konstitusi Madinah” Hamidullah
menyebutkan bahwa Piagam Madinah merupakan konstitusi tertulis pertama yang ada
didunia yang meletakkan dasar-dasar pluralisme dan toleransi.
3.
Hak-Hak
Asasi Manusia
Dari segi pelaksanaan misi suci Rasulullah saw. ialah
terselenggaranya pidato perpisahan yakni (khutbah al-wada). Dalam pidato
itulah pertama kalinya manusia diperkenalkan dengan konsep hak-hak asasi dalam
pidato itulah Nabi menegaskan tugas suci beliau untuk menyeru umat manusia
kepada jalan tuhan yang Maha Esa dan menghormati apa yang menjadi hak-hak suci
sesama umat manussia, lelaki dan perempuan. Jika kita merenungkan lebih dalam bagaimana
keindahan dan ketajaman hikmah-hikmah pidato perpisahan Nabi dalam membangun
hak-hak asasi manusia secara universal. Sehingga ikatan batin yang mendalam
pada hak-hak asasi manusia tidak akan terwujud jika tidak dipandang sebagai
pandangan hidup. Oleh karena itu, kesadaran tentang hak-hak asasi menuntut
kemampuan pribadi bersangkutan untuk menerima, meyakini dan menghayati sebagai
bagian dari rasa makna dan tujuan hidup
pribadinya.
Makna dan tujuan
kemanusiaan perlu ditegaskan, bahwa rasa kemanusiaan haruslah berlandaskan rasa
ketuhanan. Sebab rasa kemanusiaan yang lepas dari rasa ketuhanan akan mudah
terancam untuk tergelincir kepada praktek-praktek pemutlakan sesama manusia.
Dari sinilah kemudian hak aasi manusia sebagai elemen utama masyarakat madani
harus didasarkan pada nilai dasar kemanusiaan universal itu.
4.
Keadilan
Sosial
Dalam arti etimologis menurut
Nurcholis Madjid, adil ialah tengah atau pertengahan, sehingga orang yang
berkeadilan adalah orang yang sanggup berdiri ditengah tanpa memihak. Lebih lanjut
Harun Nasution memotret keadilan dalam bahasa Indonesia, hakikatnya berasal
dari Bahasa Arab al-adlu yang berarti keadaan yang terdapat dalam jiwa
seseorang yang membuatnya menjadi lurus. Oleh karena itu,al-adlu mengandung
arti menentukan hukum dengan benar dan adil, juga berarti mempertahankan hak
yang benar. Sehingga berlaku adil juga berarti mempertahankan hak yang
benar.sehingga berlaku adil artinya tidak menggunakan standar ganda. Katakanlah
yang jahat itu jahat, juga sebutlah yang baik itu baik. Setiap orang berhak
memperoleh kontra prestasi sebanding dengan prestasi yang diberikannya. Aadapun
prestasi adalah upaya-upaya yang wajar dalam sebuah kompetisi yang jujur.
Dengan perkara perwujudan cita-cita dasar kita untuk bernegara yaitu ”dengan
mewujudkan keadilan sosial” bagi seluruh rakyat indonesia dipandang sangatlah
signifikan. Dari sudut agama, masalah ini terkait dengan (Sunnatullah)
hukum Allah. Bahwa kehancuran suatu masyarakat biasanya dimulai oleh tidak
adanya keadilan sosial dalam masyarakat, akibat dari tingkah laku orang-orang
kaya yang tidak peduli kepada kewajiban moral untuk memperhatikan nasib orang
miskin. Dan sikap mereka yang tidak menjaga perasaan umum dikalangan yang
kurang beruntung. Sebagai landasan teologisnya juga sebagai ciri khas metodeh
untuk sandaran perwujudan masyarakat madani sesuai dengan QS. Al-Isra’ ayat 16.
D.
Posisi
Civil Society dalam Suatu Negara
Negara tidak
bisa dipisahkan dari civil society, menurut Andrew Haiwood, negara adalah
kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk menbuat, mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan umum yang mengatur kehidupannya menuju civil society.
Civil society masih merupakan proses dalam rangka negara yang demokratis, sebab
nilai-nilai dari negara yang demokratis juga ada pada civil society. Artinya
adalah dalam pemikiran reformasi tujuan akhir dari civil society adalah
terwujudnya pemerintahan yang demokratis.
Pembentukan
civil society masih sedang dalam proses, sehingga perannya civil society dalam
mewujudkan negara yang demokratis juga dalam segmen yang belum dominan dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan politik nasional. Pada keadaan yang sekarang ini
masyarakat Indonesia masih sangat kompleks dan bertolak belakang, ada kelompok
masyarakat yang secara politik masih sangat primitif, kekuasaan yang hanya
terpusat pada seseorang, walupun ada juga masyarakat yang sudah sedikit lebih
maju namun secara ekonomi masih sangat rentan, seperti pegawai kecil, petani,
dan kaum pekerja baik diperkotaan maupun dipedesaan, jumlah mereka besar tapi
masih sangat rentan dengan memanipulasi kekuatan yang mengatasnamakan rakyat.
Salah satu yang menghambat berkembangnya civil society di Indonesia adalah
karena masyarakat Indonesia sangat pluralistik, atau masyarakat yang sangat
tinggi tingkat fragmentasi sosialnya. Kalau faktor penghambat ini dapat
dihilangkan maka peran civil society telah mampu mewujudkan pemerintahan atau
negara yang demokratis di Indonesia.
Dalam konteks
kehidupan politik Indonesia seperti sekarang ini, yang paling potensial untuk
menciptakan civil society adalah kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).[4]
Berkembangnya
LSM di Indonesia adalah salah satu bentuk peran dari civil society, yang
mempunyai tingkat kemandirian yang tinggi, seperti Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), komnas HAM
dan lain-lain. Ini adalah peran besar dari civil society dalam mewujudkan
negara yang demokratis, ketika LSM tidak berkembang atau dihambat kebebasannya
maka tidak akan terwujud dengan sendirinya negara yang demokratis.
E.
Fenomena-Fenomena
Civil Society di Indonesia
Di Indonesia,
bentuk gerakan masyarakat sipil sejatinya sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda,
baik lewat gerakan konfrontasi maupun kultural. Kelompok masyarakat sipil
umumnya berasal dari kalangan menengah dengan kesadaran dan kepedulian politik.
Umumnya mareka dilahirkan dari institusi pendidikan atau keagamaan. Budi Utomo
adalah salah satu tokoh gerakan masyarakat sipil yang lahir dari kalangan
pendidikan. Kelompok ini dirintis para priyayi Jawa yang sudah memperoleh
pendidikan disekolah-sekolah formal yang diadakan pemerintah Belanda.
Serikat Dagang
Islam yang belakangan berganti nama menjadi Serikat Islam (SI), menjadi gerakan
masyarakat sipil lain pada masa kolonial Belanda yang juga dipelopori kalangan
menengah. Organisasi yang kemudian berkembang menjadi partai politik salah satu
kontestan pada pemilihan umum awal kemerdekaan ini dipelopori HOS
Tjokroaminoto, salah satu cendekiawan muslim pada masanya. Gerakan ini pada
awalnya bertujuan menghimpun pedagang-pedagang muslim untuk menghadapi monopoli
dagang dari pedagang keturunan tionghoa.
Selain menjadi serikat dagang, dalam perkembangannya perserikatan
ini menjadi simbol persatuan rakyat dalam menghadapi kekuasaan monolitis kaum
priyayi Jawa di pedesaan.kini, aktivitas kelompok masyarakat sipil terus
berlanjut dengan berbagai perubahan. Terlebih lagi sejak berkembangnya fenomena
gerakan masyarakat sipil diberbagai belahan dunia, seperti fenomena gerakan
sosial baru (new social movements) yang dilakukan kelompok-kelompok
intelektual. Fenomena ini berpengaruh pada model gerakan masyarakat sipil di Indonesia.
Gerakan civil
society yang dilakukan tidak selalu bersinggungan dengan dunia politik.
Dibidang lain juga banyak bermunculan. Seperti halnya dalam bidang pendidikan
gerakan ini diinspirasikan dari janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Karena itu, gerakan yang dipelopori tokoh muda Anies Baswedan ini
menilai bahwa Indonesia yang dipenuhi anak muda bisa tulus mengabdi menjadi
guru selama waktu tertentu didaerah yang ditentukan. Mereka menularkan
optimisme, menebar inspirasi, dan menjadi jendela kemajuan ditingkat yang lebih
tinggi.
Adanya guru
dipelosok negeri itu biasa, tetapi kali ini kita melihat fenomena yang berbeda.
Anak-anak muda terbaik meninggalkan kemapanan kota, melepaskan peluang karir
dan melewatkan semua kenyamanan lalu memilih menjadi guru di desa-desa tanpa
listrik, “ujar Anies”. Gerakan serupa juga dilakukan Indonesia berkibar, sebuah
gerakan pendidikan nasional yang dirancang untuk memperbaiki kualitas guru, dan
sistem pembelajaran di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Masyarakat madani adalah sistem sosial yang berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan
masyarakat. Karakrteristik masyarakat madani ada lima yaitu, wilayah atau ruang
publik yang bebas, demokrasi, toleransi, pluralisme, dan keadilan sosial.
Ada beberapa faktor penghambat terwujudnya masyarakat madani di
indonesia yaitu masih kurangya sikap
toleransi ditengah masyarakat, masyarakat yang kurang menghargai pluralitas,
belum terwujudnya keadilan sosial, masih ada pihak-pihak yang tidak bebas dalam
menyuarakan pendapatnya, kemerosotan moral rakyat indonesia, demokrasi
kebanyakan hanya wacana tai kurang dalam prakteknya.
B.
SARAN
Harapan penulis kepada pembaca semoga dengan selesainya makalah ini
bisa mengetahui apa itu masyarakat madani dan bagaimana konsep suatu negeri
untuk dapat menempuh civil society
DAFTAR RUJUKAN
Afan
Gaffar. Politik Indonesia. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999).
Hodayat , Komaruddin dan Azyumardi Azra. Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani. (Jakarts: ICCE, 2008).
Suwondo, Kutut. Civil Society. (Salatiga: Pustaka Pelajar,
2003).
[1]Komaruddin
Hodayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani,(Jakarts: ICCE, 2008), hlm.176.
[2]Kutut Suwondo, Civil
Society, (Salatiga: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 13.
[3]Ibid.
[4]Afan Gaffar, Politik
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 217.