Makalah Tauhid tentang "Aliran Islam Asy’ariyah"
November 29, 2016
BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar
belakang
kita
tahu bahwa begitu banyak aliran-aliran dalam islam yang mungkin kita belum tahu
mana yang memang-memang benar dimata Allah swt. Dan kita juga tahu bahwa islam
mencintai kebenaran, aliran-aliran itu pastinya akan ada di sekeliling kita
bahkan mungkin sebagian dari kita ada pula yang mengikuti dari antara salah
satu aliran tersebut yang terbentuk dalam golongan-golongan ormas islam.
Untuk
kita mengetahuinya apakah aliran-aliran itu benar sesuai debgan ajaran islam
serta tuntunan dalam al-quran hal itu perlu dikaji terlebih dahulu, agar kita
tidak terjerumus kedalamnya.
Sehubungan
dengan itulah maka diperlukan adanya pembahasan mengenai aliran-aliran yang
terdapat dalam islam, dimana pembahasan mengenai hal itu telah tertuang dalam
bentuk ilmu kalam. Dimana yang sering kita dengar dengan tauhid ilmu tauhid
yang di dalamnya membahas tentang tuntunan-tuntunan serta nasihat yang
mengarahkan kepada hal yang positif supaya tidak terjerumus.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Asy’ariyah ?
2.
Apa saja karya-karya Asy’ariyah ?
3.
Siapa saja tokoh-tokoh Asy’ariyah ?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian Asy’ariyah
2.
Untuk mengetahui karya-karya Asy’ariyah
3.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh Asy’ariyah
BAB II
Pembahasan
A.
Asy’ariyah
Asy’ariyah
adalah salah satu aliran dalam teologi yang namanya dinisbatkan kepada nama
pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, beliau dilahirkan di
Kota Basrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324/935 M,
keturanan Abu Musa al-Asy’ari seorang sahabat dan perantara dalam sengketa
antara Ali dan Muawiyah dalam peristiwa tahkim.
Pada usia 40 tahun, ia hijrah ke Kota Baghdad. Ayahnya wafat ketika ia masih
kecil, namun sepeninggal ayahnya ibu dari Asy’ariyah menikah lagi dengan dengan
tokoh Mu’tazilah yang bernama al-Juba’I. berkat didikan ayah tirinya, Asy’ari
kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah, ia banyak menulis buku yang membela aliran
Mu’tazilah.
Tetapi oleh sebab-sebab yang tidak begiu
jelas, walaupun Asy’ari telah puluhan tahun menganut faham Mu’tazilah akhirnya
ia meninggalkan ajaran Mu’tazilah . pada suatu malam Asy’ari bermimpi bertemu
dengan Nabi Muhammad SAW, kemudian nabi mengatakan bahwa madzhab ahli hali
hadist-lah yang benar dan faham Mu’tazilah salah. Kemudian sebab lainnya adalah
bahwa Asy’ari berdebat dengan gurunya sekaligus ayah tirinya yaitu al-Juba’I
dan pada waktu itu al-Juba’i tidak dapat menjawab tantangan muridnya (Asy’ari).
Ada beberapa alasan yang membuat
al-Asy’ari memisahkan diri dari aliran Mu’tazilah, antara lain :
1. Adanya
perpecahan diantara kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka kalau tidak
segera diakhiri.
2. Ia
khawatir al-quran dan al-hadis menjadi korban atas faham-faham Mu’tazilah yang
terlalu mengedepankan pendapatnya berdasar akal fikiran.
3. Ia
juga khawatir terhadap sikap ahlul hadis anthropomosphis yang hanya memegang
nash-nash tanpa memperhatikan jiwanya sehingga membawa islam kepada kelemahan,
kebekuan yang tidak dapat dibenarkan.
Dengan alasa-alasan diatas maka Asy’ari
mengambil jalan tengah diantara golongan rasionalis dan golongan tekstualis dan
ternyata jalan tersebut dapat di terima mayoritas kaum muslimin.
Sejak saat itu, Al-Asy’ari gigih
menyebarluaskan paham barunya sehingga terbentuk mazhab baru dalam teologi
islam yang dikenal dengan nama Ahlus sunah wal jamaah. Pengikut Al-Asy’ari
sendiri sering disebut pula Asy’ariyah.
B.
Karya-karya
Al-Asy’ari
Al-Asy’ari mencari jalan tengah antara
golongan yang mementingkan rasio dan golongan yang terlalu mementingkan
nash-nash, oleh karena itu ditulisnya pendapat-pendapat beliau dalam
kitab-kitabnya yang banyak. Ia menolak fikiran-fikiran alirab Aristoteles,
golongan materialis, anthropomorsphir, khawarij dan golongan islam lainnya.
Tetapi sebagian besar kegiatannya ditujukan untuk menghadapi orang-orang Mu’tazilah
seperti Al-Juba’I, Abil Hazail dan kepada dirinya sendiri sewaktu masih menjadi
pengikut Mu’tazilah.
Ø Ada
tiga kitabnya yang terkenal, yaitu ;
a. Maqalat al-islamiyyin
(pendapat-pendapat golongan islam)
Kitab ini adalah kitab
yang pertama kali dikarang tentang kepercayaan-kepercayaan golongan islam. Buku
ini merupakan sumber terpenting karena ketelitian dan kejujuran pengarangnya.
Kitab tersebut terdiri dari tiga bagian. Bagian yang pertama merupakan pendapat
bermaacam-macam golongan islam. Bagin kedua terdiri dari pendirian ahulul hadis
dan sunnah, bagian yang ketiga terdiri dari bermacam-macam persoalan ilmu
kalam.
b. Al-ibanah an ushul al-diyanah
(keterangan tentang dasar-dasar agama)
Kitab ini berisi
tentang uraian kepercayaan ahl al-sunnah yang dimulai dengan mamuja ibn Hambal
dan menyebutkan kebaikan-kebaikan.
c. Al-luma’ (sorotan)
Kitab ini dimaksudkan
untuk membantah lawan-lawannya dalam beberapa persoalan ilmu kalam.
C.
Corak
pemikiran Asy’Ari
Ada dua corak pemikiran dalam bidang
fiqh pada diri Asy’Ari, pertama ia berusaha mendekati Mazhab Sunni dengan
mengatakan bahwa ia bermazhab syafi’ie, kemudian ia juga mengatakan bermazhab
Maliki yang lain, ia juga mengatakan bermazhab Hambali. Kedua adanya keinginan
menjauhi aliran-aliran fiqh tersebut. Pola fikir yang demikian bagi Asy’Ari
sebagai seorang yang membangun aliran kalam sangat membutuhkan bantuan dan
legitimasi dari mazhab fiqh karena semua orang tahu bahwa persaingan didalam
membangun mazhab atau aliran kalam mengalami tantangan dan persaingan yang
keras sedang didalam mazhab fiqh tidaklah terjadi sedemikian itu.
Asy’ari sebagai orang yang pernah
menganut faham Mu’tazilah, tidaklah ia menjauhkan diri dari pemakaian akal
fikiran, bahkan ia pernah bilang bahwa semua orang yang berijtihad adalah
benar. Ia menentang orang yang mengatakan bahwa pemakaian akal fikiran dalam
soal-soal agama atau membahas soal-soal yang tidak pernah disinggung oleh Nabi, adalah salah.
Sahabat-sahabat Nabi sendiri setelah nabi wafat banyak yang membicarakan
soal-soal baru meski demikian mereka tidak disebut orang-orang yang bid’ah
(sesat). Ia juga menentang orang-orang yang keberatan membela agama dengan ilmu
kalam atau dengan argumentasi akal fikiran karena hal itu tidak ada dasarnya
dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi saw. Tetapi ia juga tidak suka terhadap orang
yang berlebihan-lebihan menghargai akal fikiran seperti orang-orang Mu’tazilah
itu, karena mereka tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, dan mereka juga
mengingkari kemungkinan melihat tuhan dengan mata kepala. Kalau pendapat ini di
biarkan, maka akan berakibat tidak akan mengakui hadis-hadis Nabi saw sebagai
salah satu tiang Agama Islam.
D. Pendapat-pendapatnya
a. Sifat
Pendapat
Asy’ariyah dalam masalah sifat adalah mengambil jalan tengah antara Mu’tazilah
dengan golongan Hasywiyah dan Mujasimah, Mu’tazilah tidak mengakui sifat-sifat
wujud, qidam, baqa’, dan wahdaniyah. Golongan Hasywiyah dan Mujassimah
mempersamakan sifat-sifat tuhan dengan sifat-sifat makhluk. Asy’ariyah dalam
hal ini mengakui sifat-sifat tuhan tersebut sesuai dengan zat Tuhan sendiri dan
sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk. Tuhan mendengar tetapi tidak
sama dengan pendengaran makhluk-Nya.
b. Kekuasaan
Tuhan dan perbuatan makhluk-Nya
Pendapat
Asy’ari dalam hal ini berada di antara pendapat Mu’tazilah dengan aliran
Jabariyah. Menurut Mu’tazilah bahwa manusia itu mengerjakan perbuatnnya sendiri
dengan kekuasaan yang di berikan Allah kepadanya, sedang menurut Jabariyah
Manusia tidak berkuasa mengadakan atau menciptakan sesuatu, tidak memperoleh
kasb. Asy’ariyah mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu
tetapi berkuasa memperoleh kasb atas sesuatu perbuatan.
c. Dosa
besar
Menurut
Mu’tazilah bahwa orang yang melakukan dosa besar kemudian ia tidak bertobat
dari dosanya itu ia akan masuk neraka dan tidak keluar dari tempat itu meskipun
mempunyai iman. Aliran Murji’ah mengatakan bahwa siapa yang beriman kepada
tuhan dan mengikhlaskan diri kepada-Nya, maka bagaimanapun besar dosanya hal
itu tidak akan mempengaruhi imannya. Menurut Asy’ariyah bahwa orang mukmin yang
mengesakan Tuhan tetapi fasik hal itu terserah kepada Tuhan, apakah akan
diampuninya dan masuk surga atau di jatuhi hukuman karena kefasikannya kemudian
setelah itu Allah memasukkan kedala surga.
E. Tokoh
Asy’ariyah
1. Al-Baqillany
(w. 403 H/1013M)
Nama
lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Thayyib, ia lahir di Basrah tempat
gurunya Al-asy’ri. Ia cerdas, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan
agama, kitabnya yang terkenal berjudul “al-tamhid” (pendahuluan/Persiapan).
2. Al-Juwaini
Nama
lengkapnya adalah Abdul Ma’ali ibn Abdillah dilahirkan di Naesabur Iran,
setelah dewasa beliau pindah ke kota bagdad. Ia mengikuti jejak al-Baqillani
dan Asy’ari dalam menjunjung tinggi kekuatan akal fikiran yang menyebabkan
kemarahan ahli-ahli hadis, akhirnya ia sendiri meninggalkan kota bahgdad menuju
Hijaz dan bertempat tinggal di Mekah dan Madinah untuk mengajar disana. Karena
itu ia mendapat gelar “Imam kedua tanah suci yaitu Mekah dan Madinah”. Bukunya
yang terkenal adalah al-irsyad berisi pokok-pokok kepercayaan.
Menurut
Al-Juhaini bahwa sifat Tuhan dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu :
· Sifat
nafsiyah yaitu ada pada zat tuhan tanpa illat.
· Sifat
ma’nawiyah yaitu yang timbul sebagai kelanjutan
dari sifat nafsiyah.
Sifat-sifat Tuhan itu
ialah : 1. Wujud (ada), 2. Baqa’ (kekal/abadi) 3. Tidak ada yang menyamainya,
4. Tidak berukuran (imtidad).
3. Al-Ghazali
(450-505/1111 M
Nama
lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, lahir di kota tus negeri khurrasan. Gurunya antara
lain al-Jueni. Ia menjadi guru di perguruan tinggi Nizamiyah di Bahgdad.
Ø Karya-karyanya
Al-Ghazali
adalah seorang ahli fikir islam dan mempunyai karangan yang banyak meliputi
berbagai lapangan ilmu antara lain :
1. Teologi
Islam
2. Hukum
Islam (fiqh)
3. Tasawuf
4. Tafsir
5. Akhlak
Karyanya
yang terpenting adalah : Ihya Ulumuddin (menghidupkan ilmu-ilmu agama).
Buku yang lainnya, yaitu : al-mungqids minaddhalal (penyelamat dari
kesesatan).
4. Al-Sanusy (833-895 H/1427-1490 M)
Nama
lengkap As-Sanusy adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf, dilahirkan di Tilimsan
sebuah kota di Aljazair.
Ø Karya-karyanya
a)
Aqidah
ahli al-tauhid (aqidah tauhid besar) dan syarahnya
berjudul umdah ahl al-taufiq wa
al-tasydid (pegangan ahli kebenaran/ahli sunnah)
b)
Ummul
brahim (aqidah tauhid kecil) atau risalah al-Sanusiah.
Ø Ia
membagi sifat-sifat Tuhan menjadi 4 ;
1. Sifat nafsiyah
Al-sanusy menjelaskan
bahwa sebenarnya sifat Nafsiyah adalah sifat-sifat dzatiyah dan ia adalah dzat
Tuhan itu sendiri.
2. Sifat Salbiyah
Sifat salbiyah atau
salbi arti dasarnya adalah negative yang
bermaksud bahwa sifat-sifat itu tidak mungkin dimiliki oleh selain Allah dan
tidak mungkin di serupakan dengan sesuatu.
v Yang
dimaksud sifat salabi ini ada lima, yakni ;
1.
Qidam (dahulu)
2.
Baqa’ (abadi)
3.
Mukhalafah lil hawadisi (berbeda dengan
hal-hal yang baru)
4.
Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri tak
tergantung pada yang lain)
5.
Wahdaniyah (esa)
3.
Sifat
ma’ani
Sifat
ma’ani adalah untuk menjelaskan bahwa secara ma’nawi atau menurut
pengertiannya, Allah memiliki sifat-sifat yang di kategorikan ma’ani.
v Sifat-sifat yang di kategorikan masuk dalam
sifat ma’ani ini ada tujuh sifat, yakni
1.
Qudrah (berkuasa)
2.
Iradah (berkehendak)
3.
Ilm (tahu)
4.
Hayah (hidup)
5.
Sama’ (mendengar)
6.
Kalam (bicara)
4.
Sifat
ma’nawiyah
Sifat ma’nawiyah
jumlahnya sama dengan sifat ma’ani demikian juga rinciannya, namun sifat
ma’nawiyah ini bermaksud menekankan untuk lebih meyakinkan bahwa sifat-sifat
tersebut benar-benar merupakan yang wajib bagi tuhan.
BAB
III
Penutup
A.
Kesimpulan
Aliran asy’ariyah merupakan aliran yang terbentuk
akibat adanya perpecahan diantara kaum muslim yang merasa lelah dengan
argument-argumen yang berbeda di antara beberapa aliran, kemudian terbentiklah
aliran asy’ariyah yang dipimpin langsung oleh Al-Asy’ari sepagai pendiri aliran
tersebut.
B.
Saran
Apapun aliran yang kita percayai ataupun yang kita
anut kita harus tetap senantiasa tetap berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran
islam yang sudah terapat dalm al-qur’an maupun hadis.
DAFTAR
PUSTAKA
Latief
Mahmud. Buku Ajar Ilmu kalam. Stain Pamekasan Press. 2006