Pemikiran Ludwig Wittgenstein I
Oktober 31, 2016
PEMBAHASAN
A. Biografi Ludwig Wittgenstein I
Ludwig
Wittgenstein lahir di wina(Austria) pada tanggal 26 april 1889-Cambridge, 29
April 1951) ia adalah salah seorang filsuf yg paling berpengaruh pada abad 20
dan memiliki kontribusi yang besar dalam filsafat bahasa, matematika, dan
logika. Ia berpendapat bahwa masalah filsafat sebenarnya adalah bahasa.[1]ia
sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara, ia juga berasal dari keluarga yang
terpandang di Austria. Ayahnya berasal dari keluarga yahudi dan telah memeluk
agama Kristen protestan dan ibunya beragama katolik, yang selanjutnya ia
mengikuti agama ibunya, sebenarnya kedua orang tuanya masih keturunan yahudi. Kehidupan
keluarganya dikota wina baik dalam bidang intelektual ataupun dalam bidang
musik.Pada tahun 1906 ia belajar teknik
dikota berlin dan kemudian melanjutkan dikota Manchester pada tahun 1908. Tahun
1911berkonsultasi dengan G.frege (ahli matematika dari jerman). Wittgenstein dikenal
karena semasa hidupnya pemahaman filsafatnya berubah dan menjadi berbeda secara
total sehingga kadangkala orang menyebutnya sebagai Wittgenstein I dan
wittenstein II.
Ia merupakan
teman dekat dari tokoh Atomisme logis Bertrand Russel bahkan ia pernah menjadi
muridnya. Sehingga tidak heranbahwa mereka berdua sebagai tokoh aliran filsafat
Atomisme logis.[2]
Wittgenstein belajar teknik di jerman dan
inggris, tetapi kemudian ia tertarik untuk mendalami filsafat bersama Russel
dan Frege. Wittgenstein sempat menjadi tentara Austria saat perang dunia 1 dan
mengabadikan pengalaman perangnya dalam catatan hariannya untuk membuat karya filsafat
yang berjudul Tractacus Logico-Philosophicus (1922).
Pada saat
bukunya diterbitkan, Wittgenstein baru berusia 32 tahun.Dan setelah penerbitan
buku Tractacus, Wittgenstein tidak menerbitkan apa-apa lagi kecuali
suatu artikel pendek tentang logika (1929). Dan ia lebih memilih pensiun, lalu
mengasingkan diri dan menjadi tukang kebun. Namun pada tahun tersebutWittgenstein
merasa bahwa ada hal yang kurang sempurna dalam filsafatnya dan memutuskan
untuk kembali ke Universitas Cambridge.Sekitar 20 tahun sisa umurnya digunakan
untuk memperbaiki pemikirannya yang diwujudkan dalam karyanya yang berjudul philosophical
Iinvestigationatau philosophical untersuchungen(teks jerman bersama
dengan terjemahan inggrisnya)yang terbit setahun setelah kematiannya.[3]
Selama
hidupnya, ia banyak mengalami depresi pesikis dan beberapa kali
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Sebenarnya, ia hidup di ambang penyakit jiwa
karena itu, ia sangat ketakutan. Ia
mengakui bahwa bagi dia, berfilsafat adalah jalan paling baikuntuk mengatasi
keadaan depresinya.
B. Pemikiran Ludwig Wittgenstein I
pemikiran
kefilsafatan Wittgenstein pada periode pertama, yaitu tercantum dalam
karyanya"Tractatus Logico Philopsophicus". Teori gambar (picture)
yang merupakan salah satu teori yang ada dalam aliran filsafat analitik yang
dikembangkan Wittgenstein sebenarnya tidak jauh berbeda dengan teori isomorfi
(kesepadanan) dari Russel.Disinilah salah satu kesamaan pemikiran antara Russel
dan Wittgenstein. Memang dalam periode ini Wittgenstein dan Russell mengikuti teori atomisme.
Russell maupun Wittgenstein I pemikiran
kefilsafatannya berpijak pada bahasa logika. Menurut Wittgenstein, salah satu
sumber utama kekecauan dalam bahasa filsafat, seperti yang terjadi dalam neohegelianisme,
adalah karena tidak adanya tolok ukur yang dapat menentukan apakah suatu
ungkapan bermakna atau tidak bermakna. Oleh karena itu, agar terhindar dari
persoalan semacam itu, maka sangat perlu disusun suatu kerangka bahasa ideal
bagi filsafat. Munculnya pemikiran seperti ini, adalah sebagai akibat dari
ketidakpercayaan Wittgenstein terhadap penggunaan bahasa sehari-hari bagi
filsafat. [4]
Penggunaan
bahasa logika yang sempurna berarti pemakaian alat-alat bahasa kata dan kalimat
secar tepat, sehingga setiap kata hanya mempunyai suatu fungsi tertentu saja,
dan setiap kalimat hanya "mewakili" suatu keadaan yang faktual saja. Suatu
bahasa logika yang sempurna mengandung aturan sintaksis sehingga mencegah
ungkapan tidak bermakna, dan mempunyai simbol tunggal yang selalu bermakna unik
dan terbatas.
Menurut
Wittgenstein, salah satu fungsi filsafat adalah menunjukkan sesuatu yang tidak
dapat dikatakan atau difikirkan dengan menghadirkan secara jelas sesuatu yang
dapat dikatakanmengandung penjelasan. Apa yang dihasilkan dari suatu karya
filsafat bukan melulu sederatan ungkapan filsafati, melainkan membuat ungkapan
itu menjadi jelas. Upaya yang ditempuh, Oleh karena itu baginya, seharusnya suatu
karya filsafat Wittgenstein untuk membuat jelas ungkapan atau bahasa dalam
filsafat ini serupa pula halnya dengan Russell, yaitu menentukan kesesuaian
antara struktur realitas. Pandangan ini lebih dikenal dengan nama teori gambar
(the picture theory).[5]
Menurut
wittgenstein, proposisi dan persoalan utama yang terdapat dalam filsafat
terdahululu bukannya salah, melainkan tidak dapat difahami. Oleh karena itu,
kita tidak dapat memberikan jawaban terhadap persoalan seperti itu, selain
hanya membiarkannya dalam bentuk semula yang tidak terfahami. Persoalan dan
proposisi yang diajukan para filsuf terdahulu itu tidak dapat difahami karena
mereka tidak mengerti bahasa logika. Kita tidak dapat memikirkan sesuatu yang tidak logik, karena hal itu
akan membuat kita berfikir tidak logik pula.
Menurut
Wittgenstein dalam Tractacus proposisi itu merupakan suatu gambaran realitas,
jika saya memahami proposisi itu, berarti mengetahui bentuk-bentuk peristiwa
atau keadaan-keadaan faktual yang dihadirkan melalui proposisi tersebut.
Menurutnya dengan seperti itu ia lebih mudah memahami pengertian yang
terkandung di dalamnya.
Menurut
Wittgenstein sebuah proposisi harus dapat menunjukkan pengertian tertentu
tentang realitas, sehingga seseorang yang dihadapkan pada proposisi seperti itu
hanya perlu mengatakan “ya” atau “tidak” untuk menyetujui realitas yang
dikandung oleh proposisi tersebut. Disini bisa kita lihat, benar atau tidak
benarnya suatu proposisi atau lebih jauhnya adalah ungkapan suatu bahasa, dan menurutnya sangat
bergantung pada fakta atau realitas yang digambarkan di dalamnya. [6]
. Konsep
pemikiran Wittgenstein dalam buku Tractacus terdiri atas pernyataan-pernyataan yang
secara logis memiliki hubungan. Dan pernyataan tersebut diungkapkan sebagai
berikut:
1. Dunia itu tidak terbagi atas benda-benda
melainkan terdiri atas fakta-fakta, dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan
fakta-fakta atomis yang tertentu secara unik (khas).
2. Setiap proposisi itu pada akhirnya melarut
diri, melalui analisis, menjadi suatu fungsi kebenaran yang tertentu secara
unik (khas) dari sebuah proposisi elementer, yaitu setiap proposisi hanya
mempunyai satu analisis akhir.
Pernyataan-pernyataan
tersebut secara rinci diperjelas lagi secara logis dalam pernyataan-pernyataan
sebagai berikut:
a)
Dunia
itu adalah semua hal yang adalah demikian
b)
Dunia
itu adalah keseluruhan dari fakta-fakta, bukan dari benda-benda
c)
Dunia
itu terbagi menjadi fakta-fakta (kenyataan-kenyataan)
d)
Apa
yang merupakan kenyataan yang sedemikian itu, sebuah fakta adalah keberadaan
suatu peristiwa
Menurut Wittgenstein yang dimaksud dengan
fakta, adalah suatu peristiwa(state of affaris) atau suatu keadaan dan
suatu peristiwa itu adalah kombinasi dari benda-benda atau objek-objek
bagaimana hal itu barada di dunia.Dunia itu bukanlah terdiri dari benda-benda,
atau benda-benda itu bukanlah bahan dunia, namun objek-objek itu merupakan
substansi dunia.Jadi yang dimaksud Wittgenstein adalah bahwa sebuah fakta itu
adalah suatu keberadaan peristiwa (state of affaris), yaitu bagaimana
objek –objek itu memiliki interrelasi, hubungan kausalitas, kualitas, aksi,
kuantitas, ruang, waktu dan keadaan.
Dunia itu terdiri atas fakta-fakta dan
dapat dijelaskan dalam arti hubungan antara satu dengan yang lainnya, dunia itu
adalah jumlah keseluruhan dari fakta (totalitas fakta) bukannya jumlah dari
objek-objek atau benda-benda itu sendiri.Wittgenstein menjelaskan bahwa
totalitas fakta itu sangat kompleks (rumit) dan terdiri atas fakta-fakta yang
kurang kompleks.Fakta-fakta ini berikutnya terdiri atas fakta-fakta yang makin
kurang kompleks lagi, demikian seterusnya dan akhirnya kita sampai pada
fakta-fakta yang sudah tidak dapat di dikurangi lagi.Fakta-fakta ini adalah
fakta yang terkecil, yang paling elementer yang merupakan bagian terkecil
sehingga disebut sebagai fakta atomis.Struktur logika Wittgenstein menjelaskan
bahwa fakta-fakta atomis adalah merupakan balok-balok bangunan (building
blocks) dari dunia, dalam
arti bahwa dunia itu pada akhirnya terdiri atas fakta-fakta atomis tersebut.
Fakta-fakta itu adalah yang paling sederhana yang berdiri melingkupi diri
sendiri yang dapat berada pada dirinya dalam isolasi.[7]
Di dalam buku
lain pemikiran Wittgenstein terletak pada
hubungan antara bahasa, pemikiran, dan realitas. Wittgenstein berpendapat bahwa
bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan
realitas, memiliki bentuk dan struktur yang logis. Seperti Frege, Wittgenstein
juga menyatakan bahwa arti ungkapan dalam bahasa harus sesuai dengan realitas
di dunia untuk menghindari ketidakpastian dan ketidakjelasan arti. sedangkan
dari Russel, Wittgenstein mengambil ide bahwa baik bahasa dan alam semesta ini
dipahami memiliki unsur-unsur penyusun Aatau atom-atom. Wittgenstein kemudian
menawarkan teori gambaran (picture theory) yang menyatakan bahwa
struktur logis yang menjadi dasar sebuah kalimat haruslah mencerminkan atau
menggambarkan struktur dasar dari alam.Artinya, kalimat adalah hasil
representasi atau gambaran nyata kejadian. Karena urutan logis adalah syarat
bahasa, apapun kejadiannya, kalimat pasti dapat dikatakan secara logis, atau
kalau tidak logis dan jelas, kalimat tidak akan dapat terkatakan.
Pemikiran filsafat awal Wittgenstein
menyatakan bahwa bahasa adalah ungkapan pemikiran yang terpahami dan
berhubungan dengan realitas.Pemikiran filsafat berikutnya sebagai pengembangan filsafat
awal Wittgenstein adalah permainan bahasa (language game).Penerapannya
dalam komunikasi bisnis dapat dilihat dalam komunikasi periklanan.Pada awalnya
iklan merupakan alat komunikasi yang menggunakan bahasa untuk menggambarkan
realitas produknya.Bahasa dalam iklan media cetak diungkapkan dalam brntuk
tulisan, sedangkan dalam media elektronik, bahasa diungkapkan dalam bentuk
audio (suara).Seiring dengan berkembangnya zaman, iklan pun mengalami perkembangan.Penggunaan bahasa dalam iklan
berkembang sesuai dengan konsep language gamemilik Wittgenstein.Bahasa
iklan tidak lagi sekedar penggambaran realitas suatu produk,
tetapi sebagai alat untuk mempermainkan benak pikiran konsumen agar memahami
produk sesuai dengan konsep yang diinginkan oleh produsen produk. Contoh language
game dalam dunia periklanan adalah
iklan rokok, tetapi memainkan pencitraan (image) produk dengan
berbagai hal, seperti citra sportif, citra kejantanan, citra koboi, citra petualangan,
dan lain yang jauh dari citra rokok sebagai sebuah produk yang membahayakan
bagi kesehatan.[8]
C. Karya-karya Ludwig Wittgenstein
Adapun karaya-karyanya sebagai berikut:[9]
1.
Logisch-philosophische Abhandlung, Annalen der Naturphilosophi, 14 (1921).
2. Tractacus Logica-Philsophicus, (1922)
3. Philosophische Untersuchungen (1953)
4.
Philosophical Investigation, ahli bahasa logica inggris oleh G.E.M. Anscombe
(1953)
5.
Bemerkungen uber dieGrundlagen der Mathematik, (1956)
6.
Remarks on the Foundations of mathematics, ahli bahasa inggris oleh G.E.M. Anscombe,
rev. ed. (1978)
7.
The Blue and Brown Books (1958) (bahan kuliah dalam bahasa inggris kepada
mahasiswa Cambridge pada tahun 1933-35)
8. Philosophsische Bemerkungen, ed. By Rush
Rhees(1975)
9.
Philosophical Remarks (1975)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ludwig
Wittgenstein dilahirkan di wina (Austria) pada tanggal 26 april
1889,di Austria iaberasal dari keluarga yang terpandang, dan ia sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya berasal dari keluarga yahudi dan
telah memeluk agama Kristen protestan dan ibunya beragama katolik, yang
selanjutnya ia mengikuti agama ibunya, sebenarnya kedua orang tuanya masih
keturunan yahudi. Kehidupan keluarganya dikota wina baik dalam bidang
intelektual ataupun dalam bidang musik.Pada
tahun 1906 ia belajar teknik dikota berlin dan kemudian melanjutkan
dikota Manchester pada tahun 1908. Wittgenstein
dikenal karena semasa hidupnya pemahaman filsafatnya berubah dan menjadi
berbeda secara total sehingga kadangkala orang menyebutnya sebagai Wittgenstein
I dan wittenstein II.
Pemikiran
Wittgenstein terletak pada hubungan antara bahasa, pemikiran, dan
realitas.Wittgenstein berpendapat bahwa bahasa merupakan bentuk pemikiran yang
dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, memiliki bentuk dan struktur yang
logis. Seperti Frege, Wittgenstein juga menyatakan bahwa arti ungkapan dalam
bahasa harus sesuai dengan realitas di dunia untuk menghindari ketidakpastian
dan ketidakjelasan arti. sedangkan dari Russel, Wittgenstein mengambil ide
bahwa baik bahasa dan alam semesta ini dipahami memiliki unsur-unsur penyusun
atau atom-atom.
Adapun karaya-karyanyasebagai berikut:
1. Logisch-philosophische Abhandlung, Annalen
der Naturphilosophi, 14 (1921).
2. Tractacus Logica-Philsophicus, (1922)
3. Philosophische Untersuchungen (1953)
4. Philosophical Investigation, ahli bahasa logica inggris oleh G.E.M.
Anscombe (1953)
5. Bemerkungen uber dieGrundlagen der
Mathematik, (1956)
6. Remarks on the Foundations of mathematics, ahli bahasa inggris oleh G.E.M. Anscombe,
rev. ed. (1978)
7. The Blue and Brown Books (1958) (bahan kuliah dalam bahasa inggris
kepada mahasiswa Cambridge pada tahun 1933-35)
8. Philosophsische Bemerkungen, ed. By Rush
Rhees(1975)
9. Philosophical Remarks (1975)
B. Saran
Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka untuk memaksimalkan agar makalah
ini layak dibaca , kami mengharap saran dan kritik konstruktif dari dosen pengampu
secara khusus dan dari teman-teman maha siswa secara umum. Agar kami dapat
memperbaiki kekurangan kami dan dapat memperbaiki kekurangan yang ada dalam
makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
·
Hermanto. Membedah pemikiran Ludwig Wittgenstein Tentang Uniformity
Dan Pluriformity. Pdf
·
Yuana, Kumara Ari. The Greatest Philosophers. Yogyakarta: CV. Andi offset. 2010
·
Kaelan, Filsafat Bahasa Masalah Dan Perkembangannya .
Yogyakarta: Paradigma. 2002
·
Hidayat, Asep Ahmad. FilsafatBahasa Mengungkapkan Hakikat Bahasa
Makna dan Tanda. PT Remaja
Rosdakarya. 2009
·
Mustansyir Rizal. Filsafat Analitik. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 1995
[1]Hermanto, Membedah pemikiran Ludwig
Wittgenstein Tentang Uniformity Dan Pluriformity, (Pdf), hlm. 3
[2] Kaelan, Filsafat Bahasa Masalah Dan Perkembangannya
,(yogyakarta: paradigma, 2002), hlm. 106
[3]Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers,
(Yogyakarta: CV. Andi offet, 2010), hlm. 308-309
[4] Ahmad Hidayat Asep, FilsafatBahasa Mengungkapkan Hakikat Bahasa,
Makna dan Tanda, ( PT Remaja Rosdakarya,2009), hlm.54
[5] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (jakarta: PT, Raja
Grafindo Persada, 1995), hlm. 52-54
[6] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa Mengungkapkan Hakikat Bahasa,
Makna, dan Tanda, (PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.56-57
[7] Kaelan, Filsafat Bahasa Masalah Dan Perkembangannya
,(yogyakarta: paradigma, 2002), hlm. 110-111
[8]Ibid, 309-310
[9]Hermanto, Membedah pemikiran Ludwig
Wittgenstein Tentang Uniformity Dan Pluriformity, (Pdf), hlm.4